Chereads / Main Love / Chapter 69 - All I Do (6)

Chapter 69 - All I Do (6)

"Jadi mengapa kamu ke rumah sakit sayang?" Marve kembali menanyakan hal yang belum Maya jawab.

"Aku hanya suntik vitamin dan sedikit mengantri jadi agak lama.." Jelas Maya, ia tidak sepenuuhnya berbohong karena ia memang menyuntikan vitamin setelah melakukan tes DNA, agar ia tidak sakit dan membiarkan Rara mengambil keuntungan dari kelemahannya.

"Vitamin? Kamu bisa meminta dokter pribadi kita sayang dan tidak perlu mengantri."

"Atau kamu ingin aku yang menyuntikan 'vitamin' untukmu sayang?" Bisik Marve menggoda, ia menghembuskan nafas hangatnya dengan sengaja disela tengkuk Maya dan membuat Maya menegang seketika bahkan hingga mencengkram kemeja Marve erat.

"Baiklah.. tuan muda." Maya mengoceh tanpa sadar.

Marve tidak dapat menahan tawanya saat Maya memanggilnya dengan sebutan tua muda. Ia kemudian mengangkat kepalanya lalu menyandarkan dagunya ditengkuk Maya dan menyesap aroma khas vanilla yang lembut yang membuatnya ingin sekali mengecup dan menjilati setiap inci tubuh Maya.

"Aku tidak suka dipanggil tuan muda, aku lebih suka dipanggil ayah." Bisik Marve, ia kini mulai mengecupi bahu polos Maya ,siapapun yang memilih baju ini maka ia sangat berterima kasih padanya karena dapat membuat dirinya leluasa untuk menciumi Maya seperti saat ini.

"Mas.." Maya mendesah tanpa sadar, desahan itu seakan memanggilnya untuk terus melanjutkannya tanpa memberi jeda sama sekali.

Maya dapat mati lemas jika Marve terus mencumbunya seperti ini jadi dengan sekuat tenaga ia beranjak bangun "Sayang.. jangan pergi."

Oh astaga.. mata sayup itu dan bibirnya yang basah membuat Maya sungguh tidak tahan dan ingin sekali kembali menghampiri Marve dan mengigit lembut bibir berwarna peach itu, saat perlahan ia akirnya luluh dengan tarikan lembut yang membawanya kembali mendekat pada Marve.

"Kamu memanggilku hanya untuk bercinta dengaku?" Maya berbisik menggoda, setiap bisikannya membangkitkan gairah ditubuh Marve yang membuatnya menarik tubuh Maya tidak sabar merapat padanya.

"Tadinya aku ingin bekerja sambil memandangmu tapi saat kamu telah disini entah mengapa aku menginkan lebih." Jawab Marve, ia mulai menciumi tengkuk Maya dan tanganya menyusup dibalik gaun Maya dan mengusap polos punggung Maya.

"Mas.."

Suaraitu lagi, Marve sungguh tidak dapat menahan diri lagi jadi ia membwa Maya mendekatkan wajahnya lebih dekat lagi sebelum akhirnya menciumnya.

"Kakek akan memecatku jika aku ketahuan bermesraan dengan menantu kesayangannya didalam perusahaan yang selalu dibanggakannya ini." Marve sedikit bergurau disela ciuman mereka yang mulai menuntut, ia kemudian membawa Maya kesuatu ruangan tersembunyi dibalik jejeran rak buku dan berkas-berkas yang tertata rapih.

Maya tidak menyadarinya sampai ia merasakan tubuhnya yang lemas terjatuh diatas tempat tidur empuk yang membuatnya menyadari jika mereka sudah tidak berada dilama kantor Marve tapi disebuah kamar cukup besar dengan tirai besar yang menutupi jendela.

Marve tidak ingin membuang sedikitpun waktu membiarkan Maya menunggu dan menerka-nerka tentang keberadaanya saat ini.

Deru nafas hangat Marve yang meneyntuh wajahnya kembali membuat Maya tersadar jika kini Marve telah menanggalkan kemejanya dan otot-otot kekarnya telah terlihat dengan sempurna kini.

Maya tidak dapat menolaknya, desiran dalam hatinya menuntunnya untuk mencium bibir Marve lembut dan menyesapnya, menautkan lidah mereka yang beradu tanpa rasa puas dan mengalah, karena mereka sama-sama ingin menguasai ciuman yang memabukkan ini.

"Sayang.." Marve mendesah, saat ia tidak dapat berhenti menciumi wajah Maya yang terlihat sangat pasrah kini sebelum menyatukan mereka dalam hentakan berirama yang membuat mereka melayang karena desiran hangat yang menguasai tubuh mereka dan membalutnya dengan cinta yang tulus.

Maya menatap hiruk pikuk dunia malam dari atas kamar tersembunyi Marve, ia baru menyadari jika tempat ini bukan hanya sekedar kamar, ada televisi dan sofa besar serta dapur kecil didalamnya, tempat ini terlihat seperti sebuah apartemen.

"Sayang." Marve datang dan segera memeluk dan mengecup singkat bahu polosnya, Maya hanya membiarkan suami menguasainya lagi, saat perlahan ia mulai menciumi tengkungnya dan membuat Maya seketika memanas.

"Sayang..." Maya mengerang, ia sekuat tenaga menahan diri agar tidak mendesah karena jika ia sekali saja mengeluarkan desahan maka sudah dipastikan, selimut yang melilit tubuhnya akan ditanggalkan oleh Marve.

Marve sungguh tidak tahan, Reaksi Maya sungguh membuat syarafnya menegang. Ia kemudian mengangkat tubuh Maya dan meletakkannya kembali keatas tempat tidur.

Ia kemudian menutup kembali tirai dalam ruangan itu mwnggunakan sebuah remot kecil lalu merangkak keatas tubuh Maya.

Maya tersenyum, ia kemudian membelai lembut rambut Marve yang kini menopang tubuhnya dengan lengannya agar Maya tidak tertidih.

"Kita tidak mau pulang sayang?" Tanya Maya, sebenarnya is hanya ingin tetap berada ditempat ini dan menjalin keintiman dengan Marve tanpa diganggu oleh siapapun, ia hanya ingin memastikan dan sedikit basa basi agar ototonya tidak terlalu menegang.

Marve tersenyum, ia tidak menjawab tapi kemudian ia mengecup lembut kening Maya

"Aku mencintaimu dek.." Ucapnya pelan sebelum akhirnya mencium bibir Maya dengan lembut dan menuntut.

"Aku juga mencintaimu mas.." Balas Maya, ia tersenyum hangat, Marve adalah satu-satunya kebahagiaannya, ia akan terus menggenggam Marve erat dan merangkulnya disisinya dan saat hasil tes DNA itu keluar maka ia akan menceritakan masa lalunya pada Marve, semua sudah dipikirkan matang-matang olehnya.

Sementara itu Kania menjerit saat mememukam sebuah usb yang sama seperti yang ditunjukan oleh Randy sebelumnya untuk mengancamnya di sebuah lorong bawah tanah yang biasa digunakan Randy sebagai gudang, sebuah bukti yang akan menyeretnya kembali pada kasus enam tahun lalu saat ia dan Randy bekerja sama membuat mobil yang dikendarai Henra dan Rahayu mengelami rem blong.

Semua bukti rekaman cctv dari lokasi dimana Randy dan dirinya memutus tali rem yang saat itu Raden dan Rahayu tengah berhenti membeli oleh-oleh untuk Maya.

Sebenarnya dulu Randy tidak mau membantunya namun Kania membujuknya dengan alasan akan membantunya mendapatkan Mina.

Dan untuk menghilangkan jejak, saat itu pada malam hari Randy mencuri setiap kotak rekaman cctv dari berbagai sudut toko yang merekam perbuatan mereka jadi dengan begitu mereka benar-benar melakukan pembunuhan secara bersih tanpa jejak tapi betapa terkejutnya Kania saat Randy tiba-tiba saja memutad rekaman itu lagi, ia menyimpan rekamannya yang sudah dicopynya.

Pria itu sungguh licik namun Kania jauh lebih licik, dengan memasukan Randy kepenjara ia dapat dengan bebas mengambil bukti ditangan Randy dan tentu saja untuk menyingkirkan Randy dikemudian hari.

"Kania.. kamu sungguh cerdas dan sekarang kamu hanya perlu menunggu kehancuran Maya." Ia menyeringai, lalu kemudiam tertawa.

Tidak akan ada yang dapat melawan Kania, ia bahkam yang membujuk Rara untuk mendatangi kediaman Marve saat ia tengah bersembunyi dirumah Tiffany.

Ia sengaja membuat seolah-olah orang suruhan suami Rara menghajar Rara lalu kemudian ia menghasut Rara, swbwnaenya dulu dialah yang membujuk Rara untuk menikah dengan suaminya lalu meninggalkan Marve namun Tiffany terlalu bodoh hingga ia tidak dapat sedikitpin memdekati Marve.

Tapi sekrang sudah tidak masalah lagi ia karena Rara telah suka rela membantunya alih-alih mendapatkan Marve kembali.

"Kamu tidak akan pernah bisa menang melawanku Maya.. sama seperti enam tahun yang lalu, aku akan menyingkirkanmu dengan mudah." Kania menyeringai sambil membuang usb yang ditemuinya kedalam kloset duduk dan menyiramnya dan dengan segetika hilang sudah semua buktinya untuk selamanya.

...