"Marven.."
Maya nyaris saja terjatuh saat tubuhnya tiba-tiba saja terdorong oleh seseorang yang tidak disadarinya jika saja Dewi tidak dengan sigap menyanggah tubuhnya.
"Anda baik-baik saja nyonya.." Dewi menatap cemas, Maya tersenyum singkat dan segera menoleh kearah dorongan itu berasal.
Maya hanya dapat diam mematung, ia bahkan lupa untuk mengatupkan bibirnya karena begitu terkejut saat melihat seorang wanita tengah memeluk suaminya erat sambil menangis seperti ini.
Marve sendiri juga sangat terkejut hingga ia membiarkan wanita memeluknya sampai ia menyadari jika Maya sudah menatapnya dengan wajah merah padam dan sorot mata redup.
"Siapa kamu?" Maya segera menarik wanita itu menjauh dari tubuh Marve dan segera merapat pada Marve.
Wanita itu hanya menangis tanpa menjawab "Kamu mengenalnya mas?" Maya bertanya pada Marve kini, Marve tidak lantas menjawab dan hanya memandang wanita lusuh dihadapannya dan memperhatikannya dengan seksama.
Saat wanita itu menyeka air matanya dan mengangkat kepalanya hingga wajahnya dapat terlihat dengan jelas, mata Marve membulat seketika.
"Rara.."
Maya menatap Marve bingung, saat ekspresi wajah Marve berubah seketika.
"Marven.. tolonglah aku." Wanita itu kembali menangis terisak dan tanpa Maya duga Marve melangkah mendekati wanita itu.
"Apa yang terjadi padamu?" Marve menyentuh bahu wanita bernama Rara itu dengan lembut, ia menatap bagaimana kaki telanjang Rara sedikit terluka hingga bercak darah terlihat, juga baju lusuhnya dan wajah memarnya.
Kini Maya duduk diam tanpa bersuara saat Marve duduk begitu dekat dengan wanita itu, ia menerka-nerka siapa sebenarnya wanita itu dan mengapa Marve begitu perduli padanya hingga kini ia merasa sangat tidak nyaman.
"Ceritakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Marve hati-hati karena sejak tadi Rara tidak juga berhenti menangis.
"Dia ingin membunuhku.. suamiku ingin membunuhku Marven. Aku sangat takut sekali." Jawab Rara kembali menangis.
"Tenanglah.. semua akan baik-baik saja."
Rara kemudian menceritakan semuanya, tentang penyebab yang membuatnya datang dengan cara seperti ini. Ia mengatakan jika suaminya telah berselingkuh darinya namun suaminya tidak ingin berpisah dengannya dan malah menghajarnya dan mengancam dirinya jika suaminya akan membunuhnya jika ia tetap ingin berpisah.
"Aku kabur, pernikahan kami terjadi karena sebuah perjodohan. Aku sama sekali tidak bermaksud meninggalkanmu saat itu tapi aku tidak memiliki pilihan lain."
Meninggalkanmu? Maya kembali menerka-nerka dalam hati, mugkinkah wanita tinggi yang terlihat seperti seorang model ini adalah mantan kekasih yang pernah Marve ceritakan padanya?
"Aku tidak mungkin kembali pada keluarga angkatku karena sudah pasti mereka akan memaksaku kembali pada suamiku. Jadi aku tidak memikirkan hal lain selain dirimulah satu-satunya yang dapat menolongku Marven." Rara mulai menyentuh tangan Marve kini, hati Maya sudah emnas dan terbakar seperti ada tungku api didalam hatinya namun Maya teap menyembunyikannya.
KIni Maya menanti jawaban Marve, ia tidak dapat menyiapkan hatinya jika Marve kembali dekat dengan mantan kekasihnya.
"Baiklah.. aku akan membantumu, tenanglah.. untuk sementara kamu bisa tinggal disini dan aku akan mempersiapkan pengacara terbaik untukmu." Ucap Marve, Maya menguatkan hatinya, ia berbicara dalam hati untuk tidak marah dan tetap berpiir positif, kebaikan Marve pada wanita dihadapannya ini mungkin hanya karena rasa iba.
"Sayang.. apa kamu keberatan jika Rara tinggal sementara waktu dirumah kita?" Tanya Marve dengan lembut, Maya tertegun, apapun alasannya Maya tidak dapat menerima jika ada wanita lain yang tinggal diantara dirinya dan Marve tapi ia tidak mampu mengucapkan penolakan dihatinya jadi dengan sangat terpaksa Maya menyetujuinya.
"Terserah padamu mas." Ucap Maya, suaranya terdengar datar. Ia kemudian beranjak bangun dan berjalan pergi menuju kamarnya.
Marve dapat melihat jika Maya sepertinya kurang setuju namun kondisi Rara saat ini membuat Marve menjadi sangat kasihan padanya karena sebelumnya Rara adalah wanita mandiri dengan penampilan yang selalu terlihat elegant.
Mata Rara meredup "Sepertinya, istrimu tidak menyukaiku Marven." Ucapnya dengan suara paraunya.
"Tenang saja, istriku sangat baik hati.. mungkin Istriku hanya lelah." Ucap Marve, ia kemudian menyuruh beberapaa pelayan mengurus Rara dan membawa Rara ke kamar khusu tamu sedangkan dirinya berjalan cepat menaiki tangga dan memasuki kamarnya.
Marve melangkah pelan saat melihat Maya menatap kosong didepan jendela.
"Apa yang kamu pikirkan sayang?" Tanya Marve, ia elah berhasil memeluk Maya dari belakang dan mendekapnya erat.
"Apa dia adalah kekasih yang meninggalkanmu?" Tanya Maya, ia masih menatap kosong dan tidak bergeming bahkan saat Marve menciumi bahunya saat ini.
"Dia hanyalah masa lalu ku sayang sedangkan kamu adalah duniaku, jadi jangan mencemaskan apapun karena aku tidak akan pernah berpaling. Kamu kemiliki hatiku sepenuhnya sayang." Ucap Marve meyakinkan namun Maya masih tidak dapat menerimanya.
"Entahlah." Jawabnya dengan datar bahkan Maya tidk bergeming saat Marve terus menciumi bahu polosnya.
Seorang wanita dari masa lalu Marve datang memasuki rumah tangga mereka membuat hati maya seketika dihantui rasa takut, kalau-kalau Marve akan melupakannya dengan mudah lalu membuangnya seperti permen karet yang sudah tidak manis lagi.
Maya kemudian melepaskan tangan kekar Marve yang melingkar dipinggangnya lalu berjalan menjauh.
"Percayalah sayang.. mas tidak akan menghianatimu." Marve menyusul langkah Maya dan meyakinkannya kembali.
"Aku hanya memiliki satu kepercayaan, sekali kamu menghancurkannya, maka aku akan menghilang bersama dengan kepercayaan itu mas." Ucap Maya dengan tegas, MArve tersenyum.
Marve tidak pernah merasakan mencintai seseorang sebesar ini, karena bahkan Marve bersedia menukar nyawanya hanya untuk menyelamatkan Maya, jadi ia sangat yankin jika perasaannya tidak akan goyah hanya karena kehadiran Rara.
"Cinta yang aku rasakan padamu melebihi cintaku pada diriku sendiri, mas tidak akan melukaimu apalagi mengkhianatimu dek. Kamu satu-satunya dan akan selalu menjadi pemilik hatiku."
Apa yang dikatakan Marve sedikit membuat hati Maya menjadi tenang, harusnya ia tidak boleh meragukan perasaanMarve lagi padanya setelah apa yang selama ini mereka lalui jadi Maya menarik nafas dalam dan tersenyum lembut.
"Aku percaya padamu, mas."
Marve kini dapat tersenyum senang dan sedetik kemudian ia telah memeluk Maya erat.
"Aku sangat mencintaimu dek.."
"Aku juga sangat mencintaimu mas.."
Kini Maya melingkarkan tangannya dipinggang kekar Marve dan bergelayut manja.
"Apa kamu tidak mau balas dendam dengan tempat tidur disana yang selalu menyiksa kita mas?" Tanya Maya dengan tatapan menggoda.
Marve tersenyum, ia sangat senang karena Maya sudah tidak lagi sngkan padanya.
"Tentu saja.. Mas akan membuat tempat tidur itu kewalahan menghadapi kita berdua." Jawab Marve penuh semangat, ia kemudian menggendong tubuh Maya dan merebahkannya diatas kasur lembut yang sudah beberapa hari ini tidak mereka jamah.
"Mas akan balas dendam dengan tempat tidur dan kamar ini, jadi jangan berharap keluar kamar hari ini sayang." Bisik Marve, diakhir kalimatnya ia mengigit lembut daun telinga Maya membuat Maya seketika menegang dengan wajah merah padam.
"Tentu saja sayang.. terjebak seribu tahun di kamar inipun aku bersedia asal tetap bersamamu sayang."
Mata Maya perlahan terpejam saat Marve mulai menciumnya lembut dan menuntut, merasakan setiap tegangan yang mengalir seperti aliran listrik yang menyengat tubuh mereka dalam persatuan cinta.
...