Marve masih terlelap dengan selimut yang membalut tubuhnya, dengan perlahan dan hati-hati Maya turun dari atas tempat tidurnya untuk mengambil air minum karena merasa haus dan gelas dimeja dekat tempat tidurnya kosong.
Tubuhnya terasa lemas, Marve benar-benar tidak mengijinkannya sama sekali untuk beranjak dari tempat tidur mereka dan kini Maya sedikit menyesal karena telah berani menggoda suaminya seperti tadi siang.
Dengan hati-hati Maya menutup pintu kamar agar Marve tidak terbangun dan berjalan menuju dapur.
Suasana dapur yang gelap sama sekali tidak membuatnya gentar dan dengan santai ia menuangkan air kedalam gelas kosongnya lalu meminumnya hingga habis.
Perasaan tentang mantan kekasih Marve yang kini tinggal bersama mereka kembali mengusiknya dan terasa mengganjal dihatinya. Maya menghela nafas, tidak ada gunanya memikirkan sebuah masa lalu tapi ia sendiri terbelenggu dalam dendam masa lalunya.
Sampai saat ini Agung belum mengabarinya lagi dan itu menambah ketidak nyamanan dalam hatinya. Apa Agung telah menyerah untuk membantunya? Dan bagaimana dengan pamannya yang tinggal di Beijing, ia sama sekali tidak memberikan tanggapan apapun sampai detik ini.
"Mungkinkah ia tidak mempercaiku?" Maya bergumam pelan, ia mengira jika Raden masih belum dapat mempercayainya jika dirinya adalah keponakan kandungnya, padahal hanya melalui dialah satu-satuna jalan agar Maya kembali mendapatkan namanya yang telah dianggap mati oleh semua orang akibat kebakaran yang dipalsukan oleh Kania.
Maya memegangi kepalanya yang terasa pusing karena banyak pikiran yang merasukinya namun kemudian ia memilih untuk menuang air kembali kedalam gelasnya dan kembali kekamarnya.
"Sayang aku mencarimu.."
Maya baru saja akan berbalik badan saat Marve tiba-tiba saja datang mengejutkannya dan lantas memeluknya dari belakang. Ia kemudian membalikkan tubuh Maya dan kini Maya baru menyadari jika Marve bertelanjang dada kini, dan meskipun dalam kegelapan Maya masih dapat melihat otot-otot Kekar marve yang tertimpa cahaya bulan dari balik jendela.
"Mas.. mengapa tidak memakain baju?" Maya nyaris menjerit saaj melihat tubuh Marve begitu dekat dengannya.
"Kamu bertingkah seperti tidak pernah melihat tubuh polosku saja." Ucap Marve menggoda, ia kemudian berjalan mendekat dan menghimpit tubuh Maya membuat Maya tidak dapat bergerak bebas.
"Mas.. jangan seperti itu nanti ada yang lihat." Ucap Maya gugup, ia masih memegang segeals air ditangannya dan kemudian Marve tersenyum sambil melirik gelas ditangan Maya.
"Kamu haus mas?" Tanya Maya, Marve mengangguk.
Dengan perlahan Mayapun menyodorkan segelas air yang dpegangnya dan Marve meminumnya, mata Marve masih memandang Maya tanpa berkedip dan membuat Maya merasa sangat gugup kini.
Setelah selesai minum, Marve kemudian mengambil gelas ditangan Maya dan meletakannya di atas meja tanpa memperluas jarak diantara mereka.
"Entah mengapa aku masih haus." Bisik Marve, Maya menegang saat tangan Marve mulai menyusup masuk dibalik gaun tidurnya.
Maya hanya dapat menggigit bibirnya saat Marve mulai bermain dengan mengusap kulit punggungnya dibalik gaun malamnya.
"Jangan menggigit bibirmu.. biar aku saja." Bisik Marve kembaki sebekum akhirnya ia menguasai bibir Maya dan menyesapnya.
Maya hanya dapat menahan erangannya saat Marve terus menekannya seperti ini sampai kemudian Marve melepaskannya perlahan.
Nafas mereka terengah, Maya menatap lembut wajah suaminya, ia kemudian menyentuh lembut dada polos Marve dan mengecupnya singkat.
"Kejar aku kalau bisa." Bisik Maya saat akhirnya ia dapat kabur dan berlari menjauh dari Marve sampai kemudian ia menabrak tubuh Rara tanpa sengaja hingga membuatnya terjatuh.
"Sayang.." Marve segera berlari menghampiri dan membangunkan Maya sedangkan Rara masih terjatuh dilantai.
"Kamu tidak apa-apa?" Tanya Marve khawatir, Maya mengangguk pelan.
Rara masih belum beranjak bangun sebenarnya ia menanti Marve membangunkannya tapi Marve malah sibuk memeriksa keadaan Maya hingga akhirnya ia memilih untuk bangun sendiri.
"Maafkan aku.." ucap Maya, Rara hanya tersenyum tipis, ia baru saja akan mengeluh dan mengatakan jika sikunya terasa sakit tapi Marve tanpa diduga menggendong tubuh Maya dan berlalu mengabaikannya begitu saja.
"Mas.. aku bisa jalan sendiri."
"Tidak bisa.. Mas harus memastikanmu selamat sampai tujuan."
Samar-samar Rara mendengar pembicaraan mesra Marve dengan Maya.
Matanya menatap lekat bagaimana Marve bahkan tertawa dan mengecup bibir Maya beberapa kali sebelum akhirnya mereka menghilang memasuki kamar.
Mengapa begitu? Marve terlalu dingin dan sangat sulit dijangkau saat mereka menjalin kasih dulu dan kini ia menghangat seperti seekor beruang yang telah ditakhlukan oleh beruang betina.
Maya dan Marve seperti memiliki tembok yang tidak dapat diusiknya, dan itu membuat hatinya memanas.
Jika saja ia tidak meninggalkan Marve saat itu, maka ia tidak akan bernasib seperti ini.
Pernikahannya dengan suaminya bukanlah atas dasar perjodohan tapi karena ia memang menginginkannya karena suaminya bersikap hangat padanya dan juga karena usaha suaminya cukup sukses pada saat itu hingga perlahan suaminya berubah menjadi monster yang selalu memaksakan kehendaknya dan memukulinya.
Rara mengepalkan tangannya erat, ia semakin menguatkan tekat untuk mendapatkan Marve kembali ke sisinya.
Sementara itu didalam kamar, Marve masih memeriksa tubuh Maya kalu-kalau Maya mengalami memar akibat terjatuh tadi, Maya sendiri masih merasakan bahagia dalam hatinya karena saat ia tidak sengaja menabrak Rara, Marve hanya melihat dan memperdulikannya dan kini Maya semakin yakin jika hubungan mereka tidak akan terusik hanya karena kedatangan Rara.
"Mas.. aku sungguh baik-baik saja." Maya meyakinkan, Marve merengut dan menggerutu "Aku hanya ingin menyentuh tubuh istriku, mengapa tidak boleh."
Maya kembali tersenyum, ia kemudian memeluk Marve erat dan menyandarkan kepalanya didada bidang Marve.
"Terima kasih karena telah mengkhawatirkanku mas." Ucap Maya lembut.
Maya kemudian melepaskan pelukannya dan mendorong tubuh Marve pelan yang membuatnya terjatuh duduk diatas tempat tidur, dengan tatapan menggodanya Maya menaiki tubuh Marve dan duduk tepat dipanggkuan Marve dengan menghadap wajah Marve.
"Akan aku buktikan padamu mas jika aku baik-baik saja." Maya berbisik dan tepat setelah itu ia segera mencium Marve lembut dan membawanya hanyut dalam penyatuan cinta dimalam yang terasa hangat ini.
Suara erangan dan desahan mesra terdengar dari balik kamar Maya dan Marve yang tidak tertutup rapat membuat Rara yang sengaja pura-pura melintas dapat dengan jelas mendengar suara mereka yang tengah memadu cinta kini.
Rara baru akan berniat mengusik mereka dengan berpura-pura membawakan obat untuk Maya tapi yang didengarnya kini malah suara hangat Marve yang berbisik mesra pada Maya.
Marve bahkan tidak pernah menciumnya dulu.. mengapa Marve bisa memperlakukan Maya selembut itu sedangkan sudah jelas jika dirinya jauh lebih cantik dari pada Maya.
ya ada satu hal yang tidak dimilikinya dan dimiliki oleh Maya yaitu hati yang tulus mencintai Marve.
...