Chereads / Sweet Wine / Chapter 1 - Bab Satu

Sweet Wine

azizahazeha
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 9.2k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Bab Satu

Henna, perempuan cantik bermata besar dengan gaya rambutnya yang berpotongan bob yang sempat menjadi trend beberapa tahun silam. Dicat berwarna cokelat terang membuat Henna terlihat seperti turis yang begitu cantik dengan warna kulitnya yang putih cerah dan bibir berbalut lipstick semerah wine. Henna terduduk termenung di kursi sebuah cafe tempat dirinya dan Javas janjian akan bertemu. Sudah lebih dari satu jam Henna menunggu, tetapi Javas tak juga kunjung menampakkan batang hidungnya.

"Huh!" Henna membuang napasnya pelan saat membaca pesan singkat yang dikirimkan Javas untuknya. Raut wajah kecewa jelas tercetak di wajah cantiknya, matanya menatap dua buah amplop yang ada di atas meja dengan lesu.

From Javas:

Sugar! Maaf aku tidak bisa datang karena ada meeting mendadak dan aku tidak dapat pergi ke Jerman bersamamu. Aku janji sepulang kamu dari Jerman kita akan jalan-jalan ke Bandung.

Love you, Sugar.

"Ini sudah kesekian kalinya kamu seperti ini," gumam Henna seolah-olah membalas pesan singkat dari Javas tersebut. Henna melihat ponselnya, di layar ponsel keluaran terbaru itu tertera tanggal hari ini dan Javas untuk yang ke lima kalinya membatalkan janji mereka pergi berlibur bersama tepat sehari sebelum keberangkatan.

"Ada apa menelepon menyuruhku kemari?!" tanya seorang perempuan yang berdiri di depan meja Henna dengan raut wajah sedikit sebal.

Henna mengangkat wajahnya menatap sahabatnya yang bernama Raisa itu. Air mata tiba-tiba saja mengalir dari pelupuk mata Henna. "Lagi?!" tanya Raisa yang paham apa yang sudah sering dialami oleh sahabatnya itu.

Raisa duduk di sebelah Henna, ditepuknya pelan pundak Henna menenangkan perempuan yang menangis dalam diam itu. Henna perempuan kuat yang bahkan menangis pun dia enggan bersuara, dia hanya diam sambil mengalirkan air matanya yang sangat mahal. Hanya Javas seorang yang sudah berkali-kali membuat Henna menangis.

"Sudah aku katakan. Lebih baik sudahi saja, dia itu hanya mencintai pekerjaannya Hen! Aku geram dengan pria sok penting seperti dia! Presiden saja masih punya waktu sama istrinya, lah ini cuma manajer doang lagaknya selangit!" kata Raisa menggebu-gebu. Dia memang sudah tidak menyukai Javas sejak awal Henna berpacaran dengan laki-laki itu.

Henna hanya diam saja, dia tidak menjawab omelan Raisa itu. Meski di dalam hatinya dia membenarkan perkataan Raisa. Hatinya mulai bimbang dengan hubungannya dengan Javas karena dia sudah lelah seperti ini. Dirinya dan Javas sudah sama-sama meraih posisi mumpuni di tempat kerja masing-masing.

"Aku bukannya mempengaruhimu Hen, tetapi sepertinya kau memang perlu untuk berlibur. Pergilah ke Jerman nonton konser, jangan sia-siakan tiket yang sudah kau beli itu," nasihat Raisa saat melihat Henna sudah tidak mengeluarkan air matanya lagi.

"Kau mau pergi bersamaku Sa?" tanya Henna dengan suaranya yang terdengar serak.

"Aduh! Sorry Hen! Aku gak bisa, soalnya aku harus survey ke lapangan dan gak bisa diwakili. Sudah dari pada mubazir kamu pergi ke Jerman satu tiket konsernya kamu jual saja, nanti aku bantuin lewat media sosial," ujar Raisa yang tidak enak karena tidak dapat menemani sahabatnya itu. Sebenarnya Raisa sangat tergiur dengan pergi berlibur gratis tersebut, nonton konser Coldplay pula.

Henna hanya dapat menampilkan raut kecewanya, dia menyerahkan satu buah amplop berisi satu tiket konser Coldplay yang seharusnya milik Javas kepada Raisa. Meminta pertolongan gadis itu untuk menjual kembali tiket kelas festival tersebut. "Jadi aku harus tetap pergi sendirian?" tanya Henna meminta Raisa sekali lagi menegaskan pilihan untuk dirinya. Dengan sangat yakin Raisa menganggukkan kepalanya kepada Henna.

∞∞∞

Maka di sinilah Henna sekarang, dia berada di dalam pesawat yang akan membawanya ke Jerman. "Kenapa aku gak pilih di dekat jendela saja tadi," ujar Henna menyesal dan tersenyum kecut melihat tempat duduk yang masih kosong di sebelahnya. Sementara kursi di sebelahnya sudah terisi seorang perempuan bule yang terlihat tenang membaca sebuah buku.

Tidak beberapa lama seorang pria masuk dan menempati tempat duduk di sebelah Henna, wajahnya yang tertutupi bulu halus dan pakaiannya yang terlihat sangat berantakan. Celana pendek yang sedikit robek-robek, entah itu memang modelnya atau sengaja dirobek oleh pria itu. Kemudian potongan rambutnya yang sedikit panjang dan matanya tidak dapat dilihat Henna dengan jelas karena tertutup kacamata berwarna cokelat sedikit gelap.

Ini cowok kok penampilannya berantakan banget sih. Komentar Henna di dalam hatinya, dia bahkan merasa sangat kesal karena pria itu mendapatkan tempat duduk di dekat jendela. Henna memang sejak dulu sangat menyukai pemandangan daratan yang dilihatnya dari atas ketinggian. Sayang sekali tadi dia begitu kalut sehingga menyerahkan pemilihan tempat duduk kepada petugas.

"Maaf Mas, boleh tidak kita bertukar tempat duduk?" tanya Henna memberanikan diri, meski sebenarnya nada suara terdengar siap mengamuk jika pria berantakkan di sebelahnya menolak permintaannya tersebut.

Pria itu membuka kacamatanya dan memandang Henna dengan alisnya yang naik sebelah. Raut wajah pria itu mengatakan bahwa dia tidak setuju dengan permintaan Henna tersebut. Tanpa mengeluarkan suara pria itu mengalihkan pandangannya dari Henna menuju jendela pesawat, seolah-olah sedang meledek Henna.

Mendapat perlakuan kurang menyenangkan seperti itu Henna sudah siap akan mengamuk, tetapi kemarahannya harus tertunda karena pramugari mulai mempraktikan pemakaian pelampung dan penyelamatan saat dalam kondisi darurat. Dengan perasaan kesal Henna memperhatikan pramugari yang berdiri tidak jauh dari tempat duduknya, begitu juga dengan laki-laki di sampingnya yang juga fokus memperhatikan instruksi dari pramugari.

Dasar mata keranjang ngeliat yang cantik saja matanya langsung berbinar. Cibir Henna di dalam hatinya kepada laki-laki di sebelahnya. Dia melirik ke arah laki-laki itu sesekali, meski sebenarnya dia penasaran dengan laki-laki yang terlihat tampan namun berantakkan tersebut. 'Oh ayolah Henna! Ingat kau punya Javas!' hati kecil Henna menyentil pemikiran gila Henna tentang laki-laki di sebelahnya.

"Nanti matamu tidak akan bisa kembali ke tempatnya jika terus melirikku seperti itu," gumam si laki-laki pelan yang hanya dapat didengar Henna.

Mendengar gumaman yang terkesan menyindirnya itu membuat rasa kesal Henna bertambah berkali-kali lipat. Tetapi lagi-lagi Henna sadar bahwa dirinya sedang berada di dalam pesawat dan tidak bisa membuat keributan begitu saja. Sepertinya liburan dirinya kali ini tidak begitu baik, cuti yang sudah ditunggu-tunggunya sejak lama menjadi begitu menyebalkan.

Rasa kesalnya terhadap Javas harus dibawanya menuju Jerman, sebenarnya bukan hanya rasa kesal tetapi juga rasa marah. Dia begitu bodoh karena hanya menerima saja saat Javas berbuat semena-mena seperti sekarang terhadap dirinya. Meski begitu Henna tetap berharap dirinya dan Javas dapat menuju jenjang pernikahan. Terlebih keduanya sudah kucup umur dan memiliki pekerjaan yang tetap dan jabatan yang mantap.

"Wah!" kagum Henna saat melihat pemandangan langit sore dari atas pesawat dengan sedikit mencondongkan badannya ke arah pria yang duduk di sebelahnya. Tidak ada rasa malu sedikit pun karena Henna tidak sadar dengan perbuatannya tersebut, hingga akhirnya laki-laki itu merasa terganggu dengan Henna dan menepuk pelan pundak Henna.

"Apaan sih!" ujar Henna yang entah bagaimana semakin mendekat ke arah jendela, dia memang telah melepaskan sabuk pengamannya saat pesawat mengudara dengan tenang tadi.

"Nona! Anda mengganggu saya," peringat laki-laki itu dan menjauhkan Henna dari dirinya dan ternyata hal itu sukses menyadarkan Henna tentang perbuatan memalukannya.

Tetapi Henna tetap tidak ingin kalah, dia berusaha cuek meski sebenarnya harus malu karena berbuat tidak sopan. Rupanya rasa kesal Henna mengalahkan rasa malunya, dia bahkan hanya mengangkat bahunya pelan pertanda dia tidak perduli dengan fakta bahwa pria di sebelahnya itu terganggu dengan sikapnya.

Sementara itu, laki-laki di sebelah Henna hanya menggelengkan kepalanya pelan. Dia merasa heran karena masih ada perempuan yang bersikap tidak sopan di zaman yang serba modern seperti sekarang. Menurut dirinya orang yang tidak sopan adalah orang yang tidak dapat menghargai waktu dan orang lain. Tidak ingin ambil pusing laki-laki bernama Calvin itu mengatur posisi duduknya agar nyaman.

Calvin mengambil sebuah majalah yang berada di selipan kursi di depannya, akan tetapi majalah itu tiba-tiba saja raib dari tangannya dan terdengar suara Henna yang berkata, "Maaf saya duluan."

Nada suara Henna begitu terdengar sangat menyebalkan, meski begitu Calvin tetap berusaha menjaga emosinya agar tidak berbuat memalukan di dalam pesawat yang akan membawanya menuju Jerman ini. Dia masih harus tinggal berjam-jam di dalam pesawat ini dan tentunya pastilah membutuhkan kesabaran yang luar biasa banyak.

Kau tidak akan ribut dengan perempuan hanya untuk masalah sepele. Kata Calvin di dalam hatinya menenangkan dirinya sendiri. Dia bahkan tidak mengatakan apapun kepada Henna dan membiarkan perempuan itu membolak-balik majalah yang tadi sempat dipegang oleh dirinya. Dan tetap berusaha untuk tidak menggubris perempuan di sebelahnya itu.

Meski Calvin tidak ingin mencari gara-gara, lain halnya dengan Henna yang sepertinya menjelma menjadi dewi kematian yang siap menghukum orang-orang yang telah berbuat kesalahan. Henna dengan sengaja beberapa kali menyenggol kaki Calvin dan bahkan sempat menginjak kaki Calvin yang berbalut sepatu sport yang terlihat mahal dengan sengaja.

Tidak habis sampai di sana, Henna bahkan dengan sengaja menyerobot minuman yang telah dipesan oleh Calvin beberapa waktu lalu. Dia memberikan Calvin minuman pesanannya yang berupa sebotol air mineral seraya berkata, "Aku minta minumanmu ya! Kita tukeran!"

"Aish!" geram Calvin saat dirinya tidak dapat mencegah bibir sexy Henna menyentuh gelas orange juice pesanannya.

"Enak! Terima kasih!" ucap Henna santai dan meletakkan gelas kosong yang isinya langsung tandas dia minum di atas meja kecil Calvin.

Calvin memejamkan matanya sebentar, kemudian dia menatap Henna tajam. "Kau benar-benar tidak sopan," bisik Calvin penuh dengan penekanan di setiap kata-katanya.

Henna merasa tidak terima dengan kata-kata Calvin yang mengatakan dirinya tidak sopan. Emosinya yang labil karena Javas kini berhasil menghancurkan image anggun dirinya. Dia bahkan menunjuk muka Calvin dengan jari telunjuknya yang bersih tanpa kutex seraya berteriak, "KAU!"