"Vin, are you okay?"
Gavin tergeletak di lantai kamar.
"..."
Emang biasanya dia kalo kecapean tidurnya dimana aja.
"Vin?." Ucap gua pelan seraya berjongkok dan membalikan badan gavin.
Panas. Badan gavin panas.
"Vin, badan lo panas. Vin bangun dulu." Panik gua.
"Eunghh.. gu-gua gapaa." Ucap gavin sedikit terbata.
"Gapapa gimana, badan lo panas. Bisa bangun ga? Duduk dulu deh sini senderin punggung lo ke sini." Ucap gua seraya membantu gavin untuk duduk dan menyenderkan nya ke sudut ranjang.
"Gua ambilin kotak obat dulu ya di bawah." Ucap gua seraya hendak pergi.
Namun gavin menahan tangan gua.
"Gapapa lin, gausah." Lirih gavin.
Gua berupaya melepaskan tangan panas gavin tapi mata gua malah tertuju pada hidung gavin yang mengeluarkan darah.
"Vin, eeh eeh itu idung lu keluar darah." Panik gua seraya menyeret selimut dengan cepat lalu mengelapkannya ke hidup gavin.
"Tunggu pokoknya tunggu, gua ke bawah dulu." Ucap gua ke gavin seraya berlari ke bawah untuk mengambil kotak obat.
"Pake obat apaan vin gua gatau." Panik gua.
"..."
"Ke rumah sakit aja ayo cepetan." Ucap gua.
"..."
Gavin udah lemes banget, karena gak ada jawaban dari dia akhirnya gua memapah gavin dari atas sampai depan rumah.
"Om bantuin alin pegang gavin om." Suruh gua ke om reno.
"Eeh ini kenapa."tanya om reno.
"Gatau om bentar alin siapin mobil dulu." Ucap gua seraya mengambil kunci mobil gua dan mengeluarkannya ke depan gerbang.
"Om, masukin gavinnya." Ucap gua.
Om reno memasukan gavin di samling gua. Dan memasangkan sabuk pengaman.
"Kalau orang rumah nanya alin sama gavin, bilang aja lagi pergi ya." Ucap gua
"Iya neng."
Kondisi gavin saat ini gavin udah hampir ga sadarkan diri.
Gua jadi inget pas waktu itu gua di tusuk. Mungkin kepanikan dia ga kaya gua sekarang kali ya. Gua berlebihan banget ga si sekarang kaya gini?.
Wajarsih menurut gua, siapa sih yang ga panik kalo liat orang terdekat kita kaya gitu.
"Vin, lo masih sadar."
"..."
Duh udah ga sadar dia.
Gavin kenapa si anjir tadi sebelum gua ke WB dia masih baik-baik aja.
"Apaansi ini ah,, gatau lagi buru-buru apa ya." Kesal gua.
Di depan lagi ada konvoi gitu.
Gua liatin baju gavin yang udah basah karena keringet dan darah yang masih terus keluar dari hidungnya.
Duh sumpah gua panik banget.
Sesampainya gua di rumah sakit, gua tinggalin gavin di mobil dulu buat panggil suster sama dokter jaga.
"Sus, cepetan tanganin ada yang pingsan di mobil saya." Teriak gua ke suster yang lagi lewat.
"Ohiya baik, ayo." Ajak suster ke temen-temennya.
Gua lari ke mobil dan membuka pintu.
"Ini ayo cepetan." Suruh gua panik.
Gavin dibawa ke ruang UGD.
Sedangkan gua merenung di depan ruang itu.
"Vin lo kenapa si." Tanya gua.
Gua merebahkan tubuh di bangku seraya memejamkan mata.
Selang beberapa menit.
"Mba? Mba siapa nya pasien?." Tanya suster membangunkan gua.
"Eunggh.. keluarga." Ucap gua agak ragu.
"Silahkan temui dokter dulu di dalam." Suruh suster tersebut.
"Ohiya makasih." Ucap gua seraya masuk ke ruangan tersebut.
Pas gua masuk, dokternya lagi nulis nulis apa gua gatau.
"Permisi." Ucap gua bermaksud untuk membuyarkan aktifitas dokter tersebut.
"Eh silahkan duduk." Jawab dokter itu.
Ngedenger ucapan dokter tersebut gua langsung mendekat dan menarik kursi.
"Gimana dok?." Tanya gua memulai.
"Dia-" belum selesai dokter ngomong.
"Dok, saya mau bicara sebentar." Titah gavin lirih yang masih berbaring.
Dokter tersebut menghampiri gavin dan selang beberapa menit dokter tersebut menutup tirai yang ada disitu.
Ga kedengeran mereka lagi ngomong apa.
Tiba-tiba dokternya langsung membuka tirai dan gavin terlihat berdiri menyusul dokter yang sudah duduk di bangkunya.
"Dia boleh pulang mba." Ucap dokter datar.
"Lah? Dok dia gapapa?." Tanya gua.
"Iya." Jawab dokter singkat.
"Dok dia mimisan ga berhenti tadi dok dari rumah sampai sini, masa gapapa si?." Heran gua.
"Iya sudah di kasih obat mba." Ujar dokter tersebut.
"Ini resepnya bisa di tebus."
"Oh iya dok makasih." Ucap gua seraya mengambil resep yang disodorkan oleh dokter.
Pas gua mau berdiri dan melangkah ke arah pintu gua lupa, gavin kan udah boleh pulang.
"Vin, lo bisa jalan sendiri kan?." Tanya gua memastikan.
"Hm."
Baguslah.
Gua dan gavin berjalan beriringan. Sebenernya gua menyamai langkah gavin yang tertatih.
Kasian juga si gavin.
"Serius bisa?." Tanya gua sekali lagi.
"Iya, tenang aja."
Yaudah, terserah gua udah nawarin 2X.
Sesampainya di apotek rumah sakit, gua menyodorkan resepnya. Lalu duduk di kursi untuk menunggu.
"Lo kenapa? Belom makan?" Tanya gua.
"Cape." Jawab gavin.
"Cape? Abis ngapain lo."
"..."
"Jawab lah."
"..."
"Terserah deh vin, gua panik setengah mati tapi lo bales nya kaya gini ke gua. Yaudah kalo itu mau lo, mulai sekarang masing-masing aja."
"Lo urusin urusan lo dan sebaliknya gua."
Serius, gua udah gatau lagi mau bilang apa.
"Pasien Gavin." Teriak mba-mba apoteker.
Gua beranjak dari tempat duduk dan mengambil obatnya.
"Ini semuanya sudah ada aturan minumnya ya mba." Ujar apoteker ramah.
"Ohiya mba terimaksih." Jawab gua.
Gua membalikan badan. Menyunggingkan alis memberi tanda ke gavin.
Gua berjalan di depan gavin.
Pukul 02:15
"Maaf" ujar gavin di dalam mobil.
"..."
"Terimakasih." Ucap gavin sekali lagi.
"..."
Yang lagi- lagi ga gua jawab karena lagi bawa mobil. Sebenernya bisa aja gua jawab, tapi gua males banget.
Selama perjalanan pulang gavin ga ngomong apa-apa lagi.
Mungkin dia tau kalo gaakan gua jawab lagi.
Hai! Rev ucapin makasi.
Silahkan bergulir kepart selanjutnya.