Hela nafas panjang mengiringi caranya membuka buku kecil untuk kedua kali. Baru beberapa kata, dering telepon meronta-ronta. Otomatis mata biru berbinar, dia melompat mengais ponselnya.
Sayang sekali yang tertulis pada layar handphone bukan nama gadis yang dia tunggu-tunggu.
[Tuan, kakek mencari anda. Beliau menginginkan perawatan dipindahkan ke rumah induk]
[Apakah dia masih marah padaku?] Sungguh aneh mendengarkan kalimat ini meluncur dari mulut Hendra. Sejak kapan dia peduli dengan kemarahan kakeknya.
[Anda sudah tahu jawabannya, untuk itu Anda diminta datang] demikian Andos melengkapi percakapan singkat penuh makna.
Tak lama, Hery datang mengetuk pintu. Ajudan itu tampaknya juga mendapat perintah yang sama. Membawa Mahendra menemui sang kakek yang bisa jadi akan melumatnya penuh emosi.