"Yah.. sayang sekali, padahal main karakternya visualisasi istrimu," Damar mengangkat bahu.
"Benarkah??"
"Sebaiknya jangan dibaca," celetuk Aruna menangkap wajah penasaran Hendra.
"Kenapa?" Tanya mata biru, tampaknya dia masih penasaran. Mungkin mata biru berpikir dengan membaca novel Damar dirinya akan lebih memahami Aruna seperti ketika membaca buku kecil milik gadis yang kini berdiri di sampingnya.
"Female-nya aku, tapi kurasa male-nya pembuat novel itu sendiri,"
"Maksudmu anak itu?"
"Dan pemeran antagonisnya, pria berpostur bule, pemarah, sombong dan memiliki tingkah laku aneh," lanjut Aruna.
"Kenapa aku merasa karakter itu tidak asing??" Hendra bertanya-tanya. Aruna hanya tersenyum, lawan bicaranya tidak sadar yang dimaksud ialah Hendra itu sendiri.