"mengapa anda tidak menemui istri anda dalam keadaan seperti ini Tuan, Aku yakin dia butuh seseorang untuk mendukungnya?" Hery melirik cermin di atas kepalanya, mendapati tuannya masih setia meraba berkas-berkas milik istrinya.
"Waktuku bukan sekarang. Sejujurnya aku takut tidak pandai menghibur perempuan yang sedang bersedih. Terlebih aku lah orang yang mendatangkan kesedihan itu aku tidak punya muka untuk hadir di hadapannya" Hendra tertangkap menyedihkan di mata ajudannya.
***
"Ah sial' mengapa di tempat ini selalu ada fans barbarku" celetuk Damar bukan lagi mengelus rambut, dia menekan perlahan kepala Aruna agar tidak mendongak.
Damar mendekati telinga Aruna dan membisikkan sebuah intruksi lirih : "teruslah menunduk"
"kenapa?"