Calon Imamku episode 89
Aura kegelapan menguar dari tubuh Tanvir, ia langsung bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan mendekati Faeyza lalu memeluk pinggang wanita itu dari belakang.
Faeyza dan Zein sangat terkejut melihat apa yang dilakukan Tanvir, wanita itu berusaha memberontak dan melepaskan pelukan dari Iparnya tetapi pelukan itu terlalu kuat.
Zein bagun dari posisi duduknya lalu meraih tangan sang Istri dan melepaskan pelukan Adiknya, tatapan mata pria itu sangat tajam dan dingin.
"Jangan pernah menguji kesabaran ku."
Tanvir terkejut dan mundur beberapa langkah merasakan aura pembunuhan dari Zein.
"Kak Zein, aku hanya memeluk pinggangnya sebentar tapi Kakak sudah sangat marah," katanya berusaha meredakan amarah saudaranya tersebut.
"Jangankan memeluknya, menatapnya penuh hasrat saja Kakak tidak mengizinkan. Ini peringatan terakhir dari Kakak, Faeyza adalah Istri Kakak, jadi jangan pernah sekalipun kamu mengganggunya apalagi bersikap kurang ajar!" Balas Zein lantang penuh amarah.
Faeyza terkesiap melihat ekspresi sang Suami, siapa sangka pria kalem itu bisa sangat pesesif dan sangat melindunginya tapi kondisi Suaminya tidak cocok dengan amarah.
"Maz, jangan marah-marah. Kondisi jantung Maz belum baik, dokter bilang Maz belum setabil."
Zein mengalihkan perhatiannya pada sang Istri lalu menatap wanita itu lembut."Iza, Maz adalah Suamimu. Maz tidak akan biarkan siapapun bertindak tidak sopan padamu, kamu adalah wanita berharga dan selalu menjaga kehormatan diri, tidak pantas bagi Tanvir yang paham ilmu agama bersikap seperti itu padamu, Sayank."
Tanvir dan Faeyza tertegun melihat betapa Zein sangat mencintai dan melindungi Istrinya, Tanvir merasa sangat malu karena selalu mengatakan cinta pada Faeyza tetapi dirinya bahkan tidak mampu menjaga dan menghormati wanita tersebut.
"Maaf, maafkan aku. Harusnya aku mengerti arti cinta, cinta bukan memaksa atau merampas. Tidak seharusnya aku memperlakukan Faeyza seperti itu, aku minta maaf. Besok aku akan menikah, aku pergi sekarang."
Zein dan Faeyza masih terdiam dengan ucapan Tanvir.
"Jangan lupa besok datang," kata Tanvir lagi. Setelah mengatakan kalimat tersebut, Tanvir melangkahkan kaki meninggalkan ruang rawat Zein.
Zein mengernyit menahan nyeri di dadanya, ia pun menyentuh dada kirinya.
Faeyza terkejut dan panik melihat Zein kembali kesakitan, wajah pria itu sangat pucat dan nafasnya tersengal-sengal.
"Maz, dada Maz sakit lagi?"
Zein tersenyum lemah."Tidak apa, Iza. Maz terlalu emosi tadi."
"Mangkanya Maz jangan terlalu emosi, Maz berbaring dulu."Faeyza membantu sang Suami berbaring, hingga beberapa menit wajah pria itu semakin pucat bahkan matanya perlahan menutup.
"Tidak, Maz tidak boleh tidur. Aku akan panggil dokter tapi Maz jangan tidur."Faeyza terus berusaha membuat Zein tetap membuka mata.
"Sayank, Maz lelah. Maz ingin tidur," kata Zein semakin lemah.
"Tidak, tidak. Maz tidak boleh tidur apapun yang terjadi, aku tidak mau kalau Maz tidur lalu tidak bangun lagi. Aku takut, Maz."Air mata mengalir begitu saja dari mata indah wanita tersebut.
"Insya Allah Maz akan bangun lagi," jawab Zein menahan nyeri semakin menghujam jantung.
Faeyza tidak percaya begitu saja, ia pun berteriak memanggil dokter.
"Dokter!!!"
"Dokter!!!"
Tak lama kemudian seorang dokter datang bersama beberapa perawat, salah seorang perawat meminta Faeyza keluar terlebih dulu.
Wanita itu menangis sambil memandangi sosok sang Suami dari balik pintu."Maz, jangan tinggalkan aku."
Keesokan harinya Tanvir menikah dengan Nita, Fira hadir bersama sang Suami menyaksikan acara sakral tersebut.
Setelah pernikahan Tanvir dan Nita, Zein bersama Maulana keluar negeri untuk pengobatan dan selama itu pula Faeyza tetap menunggu.
5 tahun kemudian.
Mansion Mizuruky…
"Zein! Cepat turun! Mama tidak mau kamu telat!" Faeyza berkacak pinggang sambil menatap bocah 5 tahun yang berdiri di tangga.
"Tidak mau, Zein tidak mau sekolah," jawab Zein Zulkarnain sambil bersedekap dada.
Tanvir yang duduk di meja makan menatap ponakannya itu jengah, mereka sudah ribut sejak pagi dan bocah itu selalu menolak suruh sekolah.
"Assalamualaikum."
Suasana mendadak hening, Zein Zulkarnain mengalihkan perhatiannya pada seorang pria bermata safir yang berdiri tidak jauh darinya.
"Ayah."
Zein Ekky Maulana tersenyum melihat sang buah hati mengenalinya meski sejak buah hatinya itu lahir dirinya tidak ada bersama.
Faeyza terkejut mendengar sang buah hati memanggil Ayah, ia pun mengalihkan perhatiannya pada sosok pria yang baru datang.
Tanpa terasa air mata mengalir begitu saja, rasa rindu dan sesak dalam dada seakan mencair.
"Assalamualaikum, Istriku. Maz pulang," kata Zein Ekky Maulana memandang sang Istri.
Faeyza langsung berlari menghampiri sang Suami dan menghambur ke dalam pelukannya.
"Maz, huhu… aku sangat merindukanmu." Wanita itu menangis haru.
Zein Ekky Maulana membalas pelukan sang Istri."Maz juga, Iza. Maz minta maaf karena sudah membuat mu sedih bahkan melahirkan anak seorang diri."
Zein Zulkarnain turun dari tangga lalu berjalan mendekati sang Ayah."Ayah sangat tampan dan lembut, tidak seperti Mama yang cerewet dan selalu berteriak padaku."
Perempatan kesal muncul di pelipis Faeyza, ia pun melepaskan pelukan sang Suami lalu beralih menatap tajam sang buah hati.
Zein Ekky Maulana tersenyum mengalihkan perhatiannya pada sang buah hati, ia pun merendahkan tubuh menyamakan dengan tinggi putranya.
"Sayank, Mama cerewet karena Mama sayang kamu. Apakah kamu tidak sayang Mama?" Tanyanya lembut.
Zein kecil memandang Faeyza, ia pun berjalan mendekati wanita itu dan memeluknya."Sayang, Zein sayang Mama. Maafkan Zein."
"Mama selalu memaafkanmu, hari ini adalah hari paling bahagia karena Papa sudah kembali dan kita bisa berkumpul bersama," balas Faeyza.
Kedua Zein tersenyum bahagia, Zein Ekky Maulana memeluk istri dan putranya bersamaan.