Episode 84
Zein tersenyum senang mendengar Faeyza mengakui dirinya sebagai suami, ia pikir gadis itu akan berubah dan tidak mau lagi bersamanya, tapi sekarang semua kegelisahan seakan sirna.
"Maz, aku sengaja mengajak Maz kesini karena ingin minta maaf pada, Maz." Faeyza menghentikan makannya sejenak, ia menundukkan pandangan tak berani menatap wajah tampan itu.
Zein penasaran apa yang ingin dikatakan oleh wanita itu, ia berharap kalau sang Istri tidak akan meminta perceraian.
Pria itu mengulurkan tangan menyentuh jemari lentik sang Istri, menggenggamnya lembut dan penuh kasih sayang."Iza, Maz akan selalu memaafkan kamu. Maz akan selalu sayang kamu, hanya saja Maz minta jangan tinggalin Maz."
Faeyza tidak tahu harus menjawab apa, ia hanya mengangguk karena tidak ingin menyinggung perasaan sang Suami. Sebagai seorang Istri, dia sangat berharap memiliki Suami sehat seperti yang lain, bukan Suami penyakitan dan tidak bisa diajak bercanda.
Zein melepaskan tangan sang Istri ketika merasa nyeri kembali menyerang jantungnya, Faeyza sungguh kesal setiap kali melihat penyakit sang Suami kambuh lagi. Ia bangkit dari tempat duduknya."Maz, aku pergi dulu. Maz tidak perlu menunggu ku, nanti aku pulang sendiri."
Zein mengangguk, ia tersenyum miris melihat sang Istri selalu menghindarinya ketika dirinya sakit, dia juga tidak ingin sakit seperti ini, kalau saja boleh memilih juga tidak ingin memiliki fisik lemah.
Faeyza membalikkan tubuhnya, ia melangkahkan kaki meningglkan warung bakso tersebut. Tiba-tiba beberapa orang berbaju hitam datang menghadang, salah satu dari mereka langsung menyergap Faeyza lalu memasukkannya ke dalam mobil.
Wanita itu ingin berteriak namun mulutnya disumpal dengan lakban, dari kaca mobil ia dapat melihat sang Suami masih duduk di warung bakso dengan wajah sedih, rasanya dia seperti mendapatkan teguran dari sudah meningglkan pria itu kala Suaminya sakit.
"Maz Zein, maafkan aku. Saat kau sakit, aku selalu meninggalkan mu. Kini aku tidak tahu lagi apakah aku bisa bertemu denganmu, aku juga tidak tahu akan dibawa kemana," batinnya takut.
"Boss, sekarang Boss telpon Tanvir. Biar dia rasakan kekasihnya diculik."
Faeyza terkejut karena rupanya orang-orang itu punya dendam pribadi dengan iparnya.
Zein bangkit dari tempat duduknya, ia melangkah gontai meningglkan warung bakso tersebut. Tanpa sengaja matanya melihat bros milik sang Istri di tepi jalan, dia membungkuk mengambil bros tersebut, entah kenapa perasaannya seakan berkata bahwa ada yang tidak beres dengan sang Istri.
Zein mengambil ponsel miliknya lalu melacak keberadaan Wanita yang telah dinikahinya tersebut, matanya membulat ketika melihat sang Istri berada di sebuah mobil bersama beberapa orang yang tak dikenal.
"Sepertinya Faeyza dalam bahaya, aku harus segera menyusulnya. Dia pasti ketakutan." Zein segera masuk ke dalam mobil lalu menyalakan mesin mobil dan mengejar mobil penculik tersebut.
ZEM Corp ...
Tanvir baru saja selesai meeting ketika ponsel miliknya bergetar, ia pun mengambil ponsel tersebut dan melihat ada pesan masuk.
(Kekasihmu yang cantik bersama ku, segera kirim uang 1 miliar, kirim ke tempat yang ku tentukan. Jangan sampai lapor polisi)
"Sialan, siapa orang yang berani menculik Faeyza. Aku harus kabari Kak Zein."
Tanvir segera menghubungi saudara laki-lakinya."Hallo, Kak Zein. Faeyza diculik."
"Aku tahu, aku sedang mengejar mobil penculik itu." Zein kembali focus pada kemudinya, sesekali mengernyit menahan nyeri di jantungnya.
Sebelah tangannya mencengkram jantung, saat seperti ini rasa sakit itu justru datang membuat dirinya tidak bisa leluasa.
Saat mobil mereka sudah dekat, Zein memutar setir mendahului mobil tersebut lalu menghentikan mobilnya tepat di depan mobil penculik tersebut.
Uhuk ...
Uhuk...
Zein mengambil sapu tangan miliknya lalu membekap mulutnya, ia tersenyum miris ketika dia kembali memuntahkan darah. Pria itu sadar kalau kondisinya semakin serius."Iza, selama Maz masih hidup, Maz akan selalu menjagamu. Maz harap saat Maz sudah tidak ada, Iza akan mendapatkan seorang Suami yang sayang pada Iza dan juga Iza sayang," batinya pilu.
Zein segera turun dari mobil, ia berusaha menahan nyeri di dada yang semakin menghujam jantungnya. Dia tidak ingin para penculik itu tahu kalau kondisinya sedang tidak baik.
Para penculik itu menggeram penuh kekesalan , satu persatu mereka turun dari mobil. Faeyza menatap sang Suami khawatir, pria itu dalam keadaan sakit tapi harus menghadapi para penculik bertubuh kekar."Ya Tuhan, tolong lindungi Suamiku. Aku berjanji akan bersikap baik padanya, aku berjanji tidak akan lagi menyusahkannya apalagi meminta cerai darinya. Aku cinta dia Tuhan," batinnya berdoa.
Zein mencoba untuk tetap berdiri tegak, iris safir itu melirik sang Istri yang ada di dalam mobil, apapun yang terjadi ia berharap Wanita itu bisa selamat.
"Maaf, para Tuan sekalian. Ada gerangan apa kalian menculik Istriku?"
Para penculik tersebut memperhatikan Zein dari ujung kaki hingga ujung kepala, sekalian iris mata berwarna safir, pria itu sangat mirip dengan Tanvir bahkan nyaris tidak ada bedanya sedikitpun.
"Tanvir, kau jangan kira bisa membodohi kita. Ternyata cepat sekali kau datang untuk menyelamatkan kekasimu, mana uangnya?" salah satu penculik
Zein tidak mengerti ucapan para penculik tersebut, tapi yang pasti mereka baru saja mengira kalau dirinya adalah Tanvir."Aku tidak membawanya, lagipula untuk apa kalian meminta uang dariku? Apakah karena kalian menculik Istriku?"
Para penculik itu saling berpadangan, mereka rupanya telah salah mengenali seseorang. Pria yang ada di depan mereka bukan Tanvir melainkan Zein, saudara kembarnya Tanvir.
"Boss sepertinya dia bukan Tanvir, apakah di aini Zein Ekky Maulana?"
Wajah para penculik itu langsung pucat pasi."Kamu jangan sembarangan! Tidak mungkin kita berurusan dengan Boss besar itu."
Zein penasaran apa yang mereka bicarakan, suara mereka terlalu kecil."Tuan, apa yang kalian bicarakan?"
Faeyza memperhatikan dari dalam mobil, ia ingin tertawa melihat wajah ketakutan para penculik tersebut."Kenapa mereka seperti bertemu dengan hantu? Apakah mereka merasa kalau Maz Zein sangat menakutkan?"
Para penculik kembali berbisik-bisik, salah satu penculik membalikkan tubuhnya lalu mengeluarkan Faeyza dari dalam mobil dan membawa pada Zein."Ini Istrimu, kami akan melepaskan dengan satu syarat."
Zein segera mengeluarkan ponsel."Kalau kalian ingin uang, aku bisa transfer sekarang. Tapi lepaskan Istriku."
Para penculik itu saling berpandangan, mereka mengangguk setuju. Zein segera mengirimkan sejumblah uang pada rekening para pencuri tersebut sebesar 500 juta, mata para penculik itu membulat melihat jumlah uang tersebut.
"Kalian senang bukan? Sekarang lepaskan Istriku."
Para penculik itu segera menyerahkan Faeyza pada Zein, pria safir itu sangat senang, ia segera memeluk sang istri."Sayank, kamu masuk mobil dulu."
Faeyza mengangguk, ia pun segara masuk ke dalam mobil.
"Tunggu." Zein menghentikan langkah penculik ketika mereka hendak masuk ke dalam mobil.
"Menculik Isriku, adalah perbuatan dosa. Apakah kalian sungguh berpikir kalau aku akan memberi uang itu pada kalian?"
Para penculik mengerutkan kening, mereka pun Bersiap untuk kabur tapi suara sirine mobil polisi membuat nyali mereka menciut dan mengurungkan niatnya. Zein juga bingung darimana asal suara mobil polisi tersebut, tapi itu jauh lebih baik karena mungkin Tanvir yang menghubung polisi sebelum berangkat ke sini.