Chereads / Calon Imamku (Tamat) / Chapter 80 - Episode 81

Chapter 80 - Episode 81

Calon Imamku episode 81

Faeyza berguling-guling di atas tempat tidur, ia merasa resah dan gelisah membayangkan Tanvir akan menikah dengan Wanita lain. Dia kembali berguling ke sisi kiri, tidur dengan posisi miring sambil memandang sang Suami.

Zein duduk di sofa sambil membaca buku hadist."Kenapa Maz Zein terus saja membaca buku? Setelah pulang dari nonton, bukannya segera tidur, malah membaca buku?" pikirnya.

"Maz."

Zein menutup buku hadits tersebut lalu mengalihkan perhatian pada sang Istri, Wanita itu terlihat bosan di dalam kamar. Ia pun bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan menghampiri Wanita tersebut.

Zein mendudukkan diri di tepi ranjang, tangannya terulur menyentuh surai hitam sang Istri, memaikannya lembut."Sayank, ada apa? Apakah kamu bosa di dalam kamar?"

Faeyza mengangkat kepalanya lalu menaruhnya di atas pangkuan sang Suami, jemari mungilnya memainkan celana kain pria tersebut."Maz, apakah Maz tidak bosa sedikit romantic atau bisa becanda begitu? Kenapa Maz selalu serius dan kaku?"

Zein diam mendengarkan pertanyaan atau lebih tepatnya adalah permintaan, ia sediri tidak tahu kenapa Wanita itu bisa berpikir seperti itu. Dirinya selalu memperlakukan Istrinya dengan lembut serta penuh kasih sayank juga tidak kaku atau keras, tapi sepertinya sang Istri masih kurang puas.

Faeyza mendongakkan pandangan ketika tidak mendengar jawaban dari sang Suami, ia mendengus kesal melihat pria itu justru melamun dan tidak menjawab pertanyaan darinya.

Ia bangkit dari posisi tidurnya, duduk sambil bersedekap dada menatap judes pria rupawan tersebut."Aku sedang bertanya, Maz! Kenapa Maz malah melamun?! Apa si yang ada dalam pikiran mu?!" bentaknya.

Zein merubah posisi duduk menjadi berbaring."Sudah malam, Istirahatlah. Besok kamu harus pergi ke kampus," katanya kalem.

Faeyza semakin kesal dengan sikap Zein, ia pun membaringkan tubuh memunggungi pria tersebut.

Keesokan harinya ...

Seperti biasanya, keluarga besar Mizuruky sarapa bersama. Zein dan Faeyza pun ikut sarapan, Wanita itu sedikit pun tidak tersenyum bahkan sangat dingin terhadap sang Suami.

Fira memperhatikan menantunya tersebut, ia tersenyum penuh kepuasan melihat sang menantu mulai bosa."Faeyza, kamu kesal pada Zein ya? Dia pasti tidak seperti Tanvir, Tanvir adalah anak yang humoris dan bisa menghidupkan suasana. Berbeda dengan Zein, dia kaku dan tidak menyenangkan."

Maulana menghela nafas melihat sikap sang Istri mulai kumat julid terhadap anak pertama mereka."Sayank, apakah ucapanku semalam kurang jelas?" lembut namun tegas.

Fira langsung diam, meski dirinya terkadang suka galak tapi tetap tidak berani membantah ucapan Suaminya ketika sang Suami mulai serius."Iya, Maz. Aku tidak julid, hanya saja ..."

Maulana memandang sang Istri seakan mengatakan' sekali lagi bilang, jatah bulanan mu ku potong'

"Tidak jadi, Faeyza ... kamu tahu? Ayah mertua mu itu, meski terlihat tenang dan ramah, tapi aku tidak berani membantahnya. Daripada nanti aku diceramahi, dia sangat tegas tapi romantic." Fira mulai cari muka di hadapan sang Suami.

Maulana tersenyum tipis melihat sikap sang Istri yang mulai mencari muka agar dirinya tidak kesal.

"Tapi Maz Zein tidak seperti Ayah, Maz Zein sangat kaku dan tidak bisa becanda. Berbeda dengan Tanvir," kata Faeyza melirik iparnya yang sedang makan dengan tenang.

"Allah itu ... menjodohkan seseorang dengan orang yang sesuai, jika Zein terlalu kaku dan tidak bisa becanda, bukan artinya kamu bisa membandingkan dia dengan pria lain. Sekalipun itu iparmu, apakah ... jika Faeyza dibandingkan dengan perempuan yang misalnya ... lebih cantik, lebih ... berkarir dan ... bisa menghargai Suami. Apakah Faeyza mau diperlakukan seperti itu?" balas Maulana dengan senyum simpul memandang menantunya.

Faeyza diam tidak bisa menjawab ucapan mertuanya tersebut, ternyata Zein masih lebih mudah dihadapi dari pada seorang Ivan Maulana Rizky, pria itu di dalam bahasanya yang lembut tapi ternyata mampu membungkam orang hanya dengan kalimat bijak.

"Mana ada Wanita yang mau disbanding-bandingkan, Maz," sahut Fira merengut.

Maulana mengalihkan perhatiannya pada sang Istri."Itu kau tahu, pria juga tidak ingin disbanding-bandingkan, Sayang. Bukan hanya seorang Wanita yang ingin diperhatikan, sebagai Suami ... Maz juga mau kamu perhatikan. Dan Maz akan sangat sedih bila Istri Maz membandingkan dengan pria lain."

Fira malu sendiri mendengar sang Suami, meski sudah tua tapi pria itu masih sangat romantic.

"Tidak aka nada yang bisa mengalahkan Ayah jika urusan menggombali Ibu," celetuk Tanvir geli melihat keromantisan kedua orang tuanya.

Maulana melirih buah hatinya."Setidaknya Ayah bisa membuat seorang Wanita luluh, sedangkan kamu ... satu gadis pun tidak ada yang mau menikah denganmu," cibirnya.

Tanvir mengangkat kepala menatap sang Ayah, kalau tidak ingat bahwa pria itu adalah seorang yang telah membesarkan dirinya, mungkin sekarang akan dihajar.

Zein tersenyum melihat keakraban keluarganya."Ayah, hari ini aku sekalian pamit. Aku dan Iza akan kembali ke rumah."

Maulana mengangguk, sedangkan Tanvir terkejut. Ia kesal kalau harus tidak bisa melihat gadis pujaan hatinya itu."Za, kamu pasti tidak mau pulang bukan? Kan kamu tidak suka dengan kak Zein."

"Aku bukan tidak suka, aku hanya gemes saja dengan sikapnya. Tidak bisa diajak santai selalu sibuk membaca buku, kalau kamu bertanya tentang perasaan... tentu saja aku sayang," jawab Faeyza tanpa menoleh pada iparnya tersebut.

"Hah? Bukankah tadi kamu bilang kalau kak Zein itu kaku, kamu lebih suka bila bersamaku?" balas Tanvir heran, ia mengambil minum lalu meneguknya.

Faeyza mengalihkan perhatiannya pada sang ipar."Setiap manusia itu ada sisi baik dan buruknya, anggap saja itu sisi buruk Maz Zein. Lagian ... kamu juga aneh, aku ini Istrinya. Kemanapun dia pergi, aku juga harus ikut," balasnya jutek.

Tanvir mengangkat kedua bahu tidak peduli."Hehe, Za. Faeyza... Meski kamu bilang seperti itu tapi ... Sikapmu pada Kak Zein sangat dingin. Yang namanya Istri kan harus berbakti pada Suami, hehehe ... Memang aku suka kamu. Tapi aku sekarang sadar, kalau kamu meninggalkan Kak Zein untuk ku, bisa jadi nanti kamu meninggalkan ku untuk pria lain."

Faeyza terdiam mendengar ucapan Iparnya tersebut, terkadang apa yang tidak bisa diucapkan Zein mampu diucapkan Tanvir tanpa peduli bagaimana perasaannya.

Ia menoleh pada sang Suami, pria itu tetap tenang dan tidak mengatakan apapun, tidak berkomentar kecuali ada teguran keras untuk dirinya.

Faeyza kembali menunduk menatap makanan di depannya, entah kenapa sekarang makanan itu terlihat jauh lebih menarik.

"Maz Zein tetap diam dan tidak mengatakan kalimat apapun, bahkan kata kasar meski hanya sedikit juga tidak dia keluarkan," batinnya.

Zein menyelesaikan sarapannya, ia mengambil air minum setelah selesai dia bangkit dari tempat duduknya."Ayah, Ibu. Aku sudah selesai, aku berangkat ke kantor dulu."

Faeyza terkejut melihat Zein bahkan tidak mengatakan apapun atau mengajak dirinya."Maz," panggilan ketika melihat punggung tegap pria itu hampir berbalik.

"Hm," jawab Zein singkat.

"Kok Maz tidak menunggu ku?" Tanya Faeyza bingung.

Pria bermata safir itu tersenyum miring."Bukankah Iza tidak mau dekat dengan Maz? Maz hanya tidak ingin membuat Iza tidak nyaman. Nanti Maz akan suruh supir mengantar Iza ke kampus. Sekarang Maz mau berangkat kerja," jelasnya.

Zein membalikkan tubuhnya, ia melangkahkan kaki meninggalkan sang Istri dengan perasaan sedih. Siapapun kalau dibanding-bandingkan akan merasa sedih dan terluka, begitu juga dirinya.