Pak Nugraha tersenyum bahagia, tangannya mengelap sisa-sisa sperma yang menempel di tepi bibirnya. Dengan tatapan cabul dia bangkit dari tempat jongkoknya dan berjalan menuju ke sebuah lemari kayu. Dia mengambil selembar kain handuk dan peralatan mandi yang masih baru. Kemudian laki-laki yang berjalan lenggak-lenggok seperti bebek ini menyerahkan benda-benda itu kepadaku.
''Pakailah handuk, sabun dan shampoo ini buat mandi!'' kata Pak Nugraha seraya meletakan benda-benda itu di tanganku, ''kamar mandinya ada di sebelah sana!'' imbuhnya sambil menunjuk arah ke tempat kamar mandi.
Aku tak bergeming, mataku nanar memandang pria ngondek itu dengan tatapan sayu yang tak fokus. Lalu, dengan tubuh yang masih telanjang bulat, aku bergerak menghampiri kamar mandi. Di kamar ini, aku menggantungkan handuk pada sebuah kapstok serta meletakan sabun dan shampoo-nya pada papan yang telah tersedia. Kemudian perlahan aku menyalakan shower-nya, hingga semprotan airnya berjatuhan membasahi tubuh kotorku.
Tanpa sadar di tengah guyuran air shower, aku menitikan air mata, saat aku memikirkan pergolakan nasib yang menimpa diriku. Bertubi-tubi aku harus menghadapi kenyataan pahit yang mampu mengoyakan sendi-sendi kehidupanku. Aku kehilangan Ayahku dan kini kehilangan keperjakaanku. Aku tidak habis berpikir, mengapa aku harus menyemburkan madu keperjakaanku ke mulut laki-laki banci yang brengsek semacam Pak Nugraha. Aku benar-benar sangat sedih, aku seperti kehilangan taji sebagai seorang laki-laki sejati. Aku benci pada diriku sendiri. Aaaaaaackhhhhh ... rasanya aku ingin berteriak sekencang-kencangnya, agar aku bisa terbebas dari beban penderitaan ini. Namun tugasku belum selesai, aku masih harus melayani laki-laki tua bangka itu dan menjadi budak nafsunya. Dan mau tidak mau, puas tidak puas aku harus menikmati semua itu.
Setelah ritual mandi, aku kembali ke ruang tidur. Di situ aku melihat Pak Nugraha duduk bersandar pada tumpukan bantal dan hanya mengenakan kain sarung kotak-kotak. Bibir gempalnya tersungging, kala menatap keberadaanku yang kini hanya melilitkan handuk sebagai penutup wilayah badan tervitalku.
''Hahaha ... kau seksi sekali, Juno!'' guman Pak Nugraha memujiku. Kemudian dia beranjak dari ranjang tidurnya dan berjingkat ke arah meja. Laki-laki tua itu meraih sebuah gelas yang berisi ramuan sesuatu yang tak aku ketahui. Dia membawakannya kepadaku.
''Apa ini?'' tanyaku, ketika dia menyodorkan gelas itu ke tanganku.
''Jamu vitalitas, Jun ... minumlah biar kamu bertambah bugar!'' terang Pak Nugraha dengan senyuman genitnya yang menjijikan.
Sebelum meminum ramuan ini, aku menciumnya terlebih dahulu. Aromanya cukup meyeruak hidungku semacam ada campuran aroma jahe dan rempah-rempah yang lainnya.
''Minumlah, Jun ... tenang ... aku tidak akan meracunimu,'' kata Pak Nugraha mempengaruhiku, ''lagipula itu ramuan herbal dan sangat baik untuk kesehatan tubuhmu!'' lanjutnya meyakinkan aku.
Dan tanpa ragu lagi, aku pun meminum jamu ini. Mmm ... rasanya agak getir dan terasa nyegrak di tenggorokan. Pak Nugraha langsung memberikan aku secawan madu untuk menetralisir lidahku, agar tidak merasakan pahit lagi.
''Gimana, Jun ... enak, bukan?'' ujar Pak Nugraha.
Aku tak bersuara, aku hanya menghela nafas panjang.
''Hehehe ... tunggu reaksinya beberapa saat lagi. Kau pasti akan merasa senang, hehehe ...'' Pak Nugraha menepuk-nepuk bahuku dengan gerakan melambai-lambai. Lalu laki-laki berkumis tebal ini membaringkan diri di atas kasur seolah dia telah menyiapkan sesuatu sebagai bagian dari rencana busuknya.
Beberapa menit kemudian, setelah aku meminum ramuan rahasia itu, tiba-tiba saja aku merasakan hawa panas yang menyelimuti sekujur tubuhku. Jantungku jadi berdebar-debar hebat, perasaanku jadi gelisah dan ada yang bergerak-gerak lincah di area selangkanganku.
Jejreng!
Burung pelatukku mendadak menegang keras seperti pentungan satpam. Bangsat! Sepertinya Pak Nugraha telah mencampur ramuan itu dengan obat perangsang atau sejenisnya. Dasar manusia laknat!
Seakan tahu kondisiku yang sudah dilanda horny, diam-diam Pak Nugraha memelukku dari belakang. Kemudian dengan cepat dia melumat bibirku dan menyibakan handuk yang melingkar di pinggangku. Handuk itu dibuang jauh-jauh ke lantai. Lalu dia meraih senjata kelelakianku dan mengurutnya dengan gerakan naik turun, sehingga benda ini berdenyut-denyut dan semakin mengeras.
Setelah Pak Nugraha puas mengocok-ngocok burung pelatukku, dia segera membuang kain sarungnya sendiri, sehingga laki-laki tua ini berpenampilan polos tanpa selembar kain pun yang menempel di tubuhnya. Kini aku dan Pak Nugraha sama-sama bugil, sama-sama sangek dan sama-sama berada dalam gejolak nafsu yang membara.
Entah mengapa, di depan mataku, tubuh telanjang Pak Nugraha nampak mulus dan montok seperti tubuh perempuan-perempuan binal yang ada di film-film porno. Aku seolah tidak melihat tubuh rentah Pak Nugraha, karena yang kulihat hanya kemolekan tubuh wanita yang sintal dan menggairahkan.
''Tusuk aku, Jun ... tusuk lubangku!'' ujar Pak Nugraha dengan suara yang seksi seperti rayuan wanita jalang. Dan entah mengapa, aku tak berkutik, aku seperti terkena hipnotis. Aku selalu mendengarkan dan menuruti ucapannya. Suara yang keluar dari mulut Pak Nugraha seolah mengandung magis yang mampu membuatku bergerak seperti wayang yang mengikuti arahan sang dalang.
''Masukin, Jun ... masukin!'' teriak Pak Nugraha sambil terlentang dan ngangkang. Dia menarik kedua kakinya ke atas, sehingga bokongnya agak terangkat dan menampakan lubang anusnya yang sudah menganga lebar seperti mulut botol beer.
Pak Nugraha meraih batang kejantananku dan menuntun kepalanya untuk memasuki lubang syaithon-nya. Dan sejurus kemudian, jleb! Tanpa memerlukan waktu yang lama dan tidak perlu bersusah payah burung pelatukku langsung menyelusup masuk ke sarang durjana milik laki-laki banci itu.
Aaachhh ... Pak Nugraha menjerit manja mengekspresikan rasa kenikmatan yang bersumber dari lubang persenggamaannya yang telah penuh dengan tonjokan organ vitalku.
Ough ... ah ... ah ... ah ... desahannya makin menjadi-jadi, ketika aku mulai menggoyang pinggangku maju mundur seiring dengan keluar-masuknya burung pelatukku di sarang durjana Pak Nugraha dengan gesekan-gesekan di rongga-rongga gua beceknya.
''Acchhh ... enak, Sayang ... enak!'' rancau Pak Nugraha tanpa henti. Tubuhnya menggeliat dan menggelinjang ke kanan dan ke kiri mengiringi serangan demi serangan yang aku lancarkan di liang liwatnya.
''Ough ... ah ...'' Pak Nugraha tiba-tiba mencabut senjata tempurku dari lubang meriamnya. Lalu dengan gesit dia membalikan badannya, lalu dia mengangkat badannya dan menyiapkan tubuhnya dengan posisi nungging seperti seekor anjing.
''Masukin lagi, Jun! Masukin!'' seru Pak Nugraha berkomando. Dan aku pun nurut saja. Dengan gagahnya aku mengarahkan pentungan satpamku ke lubang gua basah Pak Nugraha yang telah menganga membentuk huruf 'O'.
''Aaaaccckkkk!'' Entah, itu teriakan atau desahan yang keluar dari mulut busuk Pak Nugraha. Suaranya merontah-rontah tapi keenakan, ketika seluruh batangku merojok dalam ke lubang anus, hingga mentok di prostatnya.
''Terus, Jun! Hajar boolku! Buat aku klimaks!'' rancau Pak Nugraha sambil mengocok-ngocok penisnya sendiri yang ukurannya sangat mini.
Tanpa ba-bi-bu, aku pun terus menggempur lubang liwat Pak Nugraha tanpa memberikan jedah ampun. Aku menggoyang pantatku naik turun maju mundur sambil memegangi pinggul Pak Nugraha. Ah ... ah ... ah ... seperti orang yang sedang menggergaji, aku buat liang anus Pak Nugraha seperti kenikmatan dunia sebagai pelampiasan nafsuku. Aku tidak peduli dengan apa yang terjadi. Aku hujamkan dalam-dalam burung pelatukku, hingga aku merasakan burung itu mau memuntahkan cairan keperjakaanku.
Sambil menggenjot naik turun, aku mencoba meraih peralatan pribadi Pak Nugraha yang mungil. Aku membantu mengocoknya, hingga benda mini itu berdenyut-denyut dan menegang dahsyat, sedahsyat-dahsyatnya.
''Accckkkhhh ... aku mau keluar, Jun ... aku mau keluar, Jun ... aaaacchhhhh!'' jerit Pak Nugraha tak tertahan, kemudian dalam waktu yang tak seberapa lama dari lubang penisnya keluar cairan hangat yang memancar deras ... crooottt ... crooott ... crooottt! Pak Nugraha telah mencapai puncak kenikmatannya.
Lalu melihat kondisi tubuh Pak Nugraha, aku jadi bertambah nafsu dan bersemangat. Tanpa banyak berpikir, aku menggempur kembali gawang pertahanan Pak Nugraha, hingga menciptakn gol-gol indah yang menggetarkan sekujur tubuh banci tua ini.
''Accckkkhhhh!'' Aku mengerang keras mengiringi keluarnya magma putih yang memancar dari ujung pusaka keramatku. Crooot ... crooott ... crroooottt ...
Badanku roboh memeluk tubuh mulus Pak Nugraha. Nafasku ngos-ngosan dan keringat pun bercucuran membasahi tubuh kami berdua. __Aaacchhh, sial! Aku telah menyodomi banci tua bangka ini, tapi enak, sih. He he he ...
__Ssstttt ... jangan berisik! Aku mau bobo, badanku terasa lelah dan lemas.