"Apa yang kamu lakukan disini?" Tanya Wendy dengan wajah curiga dan bersiap melontarkan kalimat caci maki kepadaku.
"Aku hanya sedang mengambil ponselku yang tidak sengaja tertinggal dan Laura menyimpannya." Jawab Dimas berbohong, dia memang pembohong yang handal.
"Aku berniat mengembalikannya besok jadi aku menyimpannya di tas lain."
Ada apa ini?! Apa aku sedang membantunya bersandiwara? Luar biasa!
Pria brengsek ini baru saja membuatku terbang melayang dan sekarang dengan mudahnya menghempaskan ku ke jurang kenyataan yang memilukan karena aku seperti seorang selingkuhan sekarang.
Menjijikan! Harusnya aku mendapatkan kewarasan ku sejak awal!
"Apa kamu meletakkannya di berangkas? Mengapa butuh waktu setengah jam hanya untuk mengambil ponsel di tas kerja mu!" Wendy mulai marah, entah bagaimana Dimas bisa tahan melihat wajah kepitingnya sekarang. Aku sungguh tidak mengerti tapi melawannya hanya akan membuatku benar-benar seperti seorang selingkuhan jadi aku hanya tersenyum dan menjawab, "Tas ku banyak, aku lupa meletakkannya di mana lagipula Dimas disini sejak tadi, aku tidak tahu kenapa dia tidak membukakan mu pintu."
Padahal dia menyusup sama seperti kekasihnya yang brengsek yang juga sudah menyusup lebih dulu tapi dia malah memarahiku, yang benar saja! Bertengkar lah… Aku akan menyaksikannya jika perlu aku akan membuat popcorn untuk melihat drama secara langsung ini.
Dimas bahkan sudah melirik ku tajam karena jawaban ku, padahal aku hanya membantunya berbohong, benarkan? Hahaha teruslah berbohong, sayang!
"Jadi kamu sengaja?" Wendy bertanya sekali lagi pada Dimas dengan ekspresi yang menghakimi membuat Dimas harus beranjak bangun agar bisa menyentuh tangan Wendy.
"Aku tidak mendengar suara bel, sayang…"
Aku hanya bisa menyeringai mendengar kebohongan Dimas yang terdengar tidak masuk akal itu.
"Sepertinya bel apartemen mu rusak, Laura!" Ucap Dimas yang menoleh ke arahku seakan sedang meminta bantuan ku.
"Begitu kah? Aku akan memperbaikinya kalau begitu." Ucapku tersenyum.
Wendy melirik ku tajam, dilihat dari ekspresinya sepertinya dia tidak mempercayai alasan yang Dimas buat tapi aku memilih diam karena tidak ingin Wendy melampiaskan kemarahannya pada ku. Rasanya hanya membuang waktu jika harus berdebat dengan wanita keras kepala sepertinya.
Tanpa terduga Wendy mendekati Dimas dan menyentuh bibirnya dengan ibu jarinya lalu melihat jejak lipstick ku di ujung jarinya, wajahnya semakin merah padam. Aku menunggu reaksinya sekarang sementara Dimas tertegun, sepertinya dia sedang ketakutan sekarang karena sudah pasti kecurigaan Wendy semakin besar mengingat penampilan Dimas yang kacau dan mungkin penampilanku juga kacau sekarang, aku bahkan baru sadar jika tali gaun ku turun merosot dari bahuku hingga aku dengan sengaja membetulkannya begitu Wendy kembali melirik ke arah ku.
"Get a room guys, don't make out here, please…" Dengan nada mengolok aku memecah keheningan, Dimas terlihat menoleh ke arahku dan menatapku tajam sementara kepala Wendy sebentar lagi mungkin akan mengeluarkan asap karena begitu kesal dengan Dimas yang terang-terangan menatapku padahal kekasihnya ada dihadapannya.
"Ayo kita pergi!" Wendy terlihat tidak tahan lagi, ia langsung menarik tangan Dimas keluar dari apartemen ku sementara aku mengikuti dari belakang berpura-pura mengantar kepergian mereka.
"Hey!"
Aku memanggil dan membuat mereka menghentikan langkahnya dan menoleh ke arahku. "Kamu meninggalkan jaket mu." Aku dengan sengaja menghampiri mereka sambil memberikan jaket milik Dimas kepadanya tapi Wendy telah lebih dulu merebutnya dengan wajah merengut.
"Sampai jumpa besok…" aku sengaja hanya tersenyum kepada Dimas sebelum melangkah memasuki apartemenku tapi sebelum ini aku menyempatkan diri menekan bel apartemenku karena aku tahu mereka masih memperhatikan gerak-gerik ku.
"Bel-nya berfungsi dengan baik kok." Aku sengaja berpura-pura kebingungan lalu menoleh ke arah mereka dan tidak lupa aku menyentuh telingaku dengan jariku dengan sengaja untuk mengejek Dimas.
Aku tidak akan terjebak oleh sandiwara yang kamu buat dasar brengsek!
***
Rasanya aku sangat puas karena telah berhasil membuat Wendy cemburu tapi di satu sisi yang lain aku merasa kecewa.
Bukan karena aku kecewa karena aku dan Dimas gagal bercinta tapi aku kecewa pada diriku sendiri yang hampir saja kalah dan terjebak oleh permainan yang Dimas buat.
Aku bersumpah, aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama meskipun sangat menyenangkan melihat ekspresi Wendy tapi aku harus tahu batas kemampuanku, tapi untungnya setelah kejadian ini aku jadi tahu jika aku dapat dengan mudah luluh hanya karena sentuhan Dimas untuk itu aku harus lebih berhati-hati dengan sentuhan Dimas.
Aku kemudian merapihkan apartemen ku yang sedikit berantakan akibat ulah ku dan Dimas tentunya. Bantal sofa berjatuhan bahkan tas belanja ku juga ikut terjatuh hingga berserakan, tanpa sadar aku tersenyum mengingat kekacauan ini terjadi hanya karena Aku dan Dimas berbagai ciuman.
Tapi harus aku akui jika ciuman kami sangatlah candu dan panas.
Aku menggigit bibir bawahku dan merasakan rasa manis di ujung lidahku. Sepertinya besok aku harus siap-siap karena besok pasti akan lebih sulit bagiku mengahadapi Dimas setelah kejadian ini.
Aku baru akan kembali ke kamarku ketika aku menemukan sebuah kotak kecil tepat di samping kaki sofa. Aku kemudian mengambil kotak itu karena aku merasa tidak membeli benda kecil yang bisa di simpan dalam kotak jadi aku memutuskan untuk membukanya dan memastikan apa yang ada di dalamnya.
Aku sangat terkejut melihat sebuah cincin bertabur berlian yang bersinar dari dalam kotak itu. Cincin yang sangat indah yang mampu membuatku jatuh hati dengan mudah pada keindahannya tapi dengan cepat aku menutup kotak itu kembali.
Mungkin cincin itu adalah milik Dimas, pikirku setelah membawanya kedalam kamarku dan meletakkannya di dalam tas kerjaku karena aku berniat mengembalikannya besok.
Aku baru akan mandi tapi langkah ku terhenti saat berada di ambang pintu.
Ada sesuatu yang menusuk dari dalam hatiku yang membuatku mendadak ingin menangis.
Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Tanyaku pada diriku sendiri sambil memegangi dadaku. Aku tidak mengerti darimana datangnya rasa sedih ini?
Apa karena cincin itu?
Apa karena tanpa sengaja aku tahu jika Dimas berniat melamar Wendy dengan cincin itu?
Aku sudah tidak mencintai Dimas kan?
Aku bertanya pada diriku sekali lagi tapi jawaban yang aku temukan hanya kekecewaan yang dalam.
Aku memang berniat membuat Dimas dan Wendy berpisah tapi aku sama sekali tidak berniat untuk kembali jatuh cinta pada Dimas.
Ataukah mungkin selama ini aku tidak pernah bisa melepaskan perasaanku padanya?
Rasa sesak ini semakin terasa mencekik ketika aku memutuskan untuk tetap mandi dan berharap air dingin akan membuat pikiranku yang mungkin sedang keliru menjadi jernih tapi justru pantulan tubuhku di cermin membuatku merasa semakin kesakitan apalagi setelah melihat jejak kemerahan di leherku.
"Tidak boleh, aku tidak boleh menjadi lemah lagi! Aku tidak akan kalah lagi kali ini!"
Dengan menelan bulat-bulat rasa sakit itu aku mencoba untuk tersenyum, wajahku yang menyedihkan tidak akan membuatku menghentikan langkahku apalagi aku sudah menemukan jalannya.
Aku tidak akan berhenti sebelum aku berhasil menebus rasa sakit yang aku rasakan selama ini karena mereka.
***
Aku melangkah dengan penuh percaya diri memasuki lobi perusahaan tempatku bekerja. Aku sadar banyak yang sedang menggunjing penampilanku yang memakai rok span di atas lutut dan blues dengan potongan leher berbentuk v sehingga kissmark di leherku terlihat dengan jelas tapi aku memang sengaja melakukannya. Apalagi tujuannya jika bukan untuk membuat Dimas semakin marah padaku.
Dan tidak perlu menunggu waktu lama saat Dimas menarik ku tanpa perduli kami menjadi pusat perhatian sekarang sementara aku berpura-pura pasrah tapi ketika kami sudah berada di dalam lift dan lift telah terkunci rapat tentunya aku langsung menarik tangan ku dari genggaman tangan Dimas yang menyakitkan.
"Apa maksudmu?" Dimas menatapku dengan tajam dan penuh amarah namun aku membalasnya dengan senyuman seakan aku tidak mengerti apa yang dia maksud sehingga Dimas terlihat semakin marah dan langsung mendorong tubuhku hingga punggungku membentur dinding lift.
Rasanya sangat sakit tapi aku harus menahan rasa sakit itu dengan tetap berusaha tenang.
"Kenapa kamu memposting foto sebuah cincin yang bukan milik mu?"
"Cincin yang mana?"
"Berhentilah bermain-main dengan kata-kata mu!"
Aku kembali tersenyum, "Oh maksud mu cincin yang kamu berikan untuk ku semalam?"
"Aku tidak pernah memberikannya kepada mu!"
Suara Dimas tertahan, rahangnya telah mengeras dan sejujurnya aku takut jika Dimas akan bersikap kasar kepadaku tapi aku tidak boleh kalah lagi seperti semalam.
Aku berdiri tegak untuk mengurangi intimidasi yang Dimas berikan kepadaku.
"Jadi kamu ingin aku mengembalikannya? Apa itu untuk Wendy?"
"Kamu tidak berhak bertanya apapun kepadaku." Semakin Dimas bicara semakin terlihat jika kemarahannya bertambah setiap detiknya sehingga aku tidak kuasa menahan tawaku membuat Dimas semakin mengunci pergerakan ku dengan sorot matanya yang setajam sebuah belati beracun yang sudah membuatku gentar namun dengan sengaja aku menyentuh leherku agar pandangannya bisa tertuju pada cincin miliknya yang kini sudah berada di jariku serta jejak kissmark miliknya yang masih terlihat dengan sangat jelas di leherku, aku memang sengaja memakai cincin ini untuk menarik perhatian Dimas karena dengan begitu dia akan pelan-pelan terkait denganku seperti semalam sehingga Wendy mencurigai kami memiliki hubungan gelap dan semoga saja mereka lekas berpisah agar aku bisa segera pergi dari tempat ini dan memulai hidup baru karena dendam ku terbalaskan.
Tapi bukannya terfokus pada cincin yang aku pakai, Dimas malah menurunkan tanganku dari leherku dan mendekatkan wajahnya ke leherku sehingga aku harus menahan nafasku karena wajah Dimas sangat dekat dengan leherku sehingga aku bisa merasakan deru nafasnya yang hangat menerpa tengkuk ku.
"Kenapa kamu tidak menutupi leher mu?" Tanya Dimas yang sepertinya lupa tentang cincin yang sebelumnya menjadi permasalahannya.
"Ada apa dengan leherku?" Tanya Ku yang dengan sengaja mendongakkan kepalaku agar leher jenjang ku semakin jelas terlihat.
"Jangan berpura-pura tidak tahu!"
"Dimas, aku memang tidak tahu!"
Sepertinya Dimas mulai kembali kesal, ia kemudian mengambil sapu tangannya dari dalam sakunya.
"Dengar ini, semalam aku hanya bermain-main dengan mu..." Ucap Dimas sambil mengikat sapu tangannya di leherku dan menutupi banyak kissmark disana.
....