Chereads / Exorcist / Chapter 1 - Chapter 00: Kucing Hitam

Exorcist

🇮🇩Iqbalaarp
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 11.4k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Chapter 00: Kucing Hitam

Aku adalah seorang anak pertama dari keluarga Akatsuki. Keluarga kami menjalankan bisnis kedai ramen. Meskipun tidak besar, tapi setidaknya ramen buatan kami disukai penduduk sekitar.

Hari ini adalah hari yang cerah, sangat cocok dengan namanya dalam bahasa Inggris. Sunday, yang artinya hari matahari. Sudahlah jangan dipedulikan.

Di hari minggu ini, biasanya banyak pelanggan yang datang ke kedai keluarga kami. Aku harus membantu pekerjaan ayahku, bukan karena apa-apa, tapi itu adalah kewajiban ku sebagai seorang anak.

Ibuku sudah meninggal 3 tahun yang lalu. Waktu itu aku sangat merasa terpukul mendengar kabar kalau ibuku meninggal.

"Kosuge, Kosuge."

Ayahku memanggilku, aku harus segera menemuinya. Begini-begini aku ini orang yang berbakti kepada orang tuaku.

"Ada apa?"

"Hari ini target penjualan kita adalah 1000 porsi ramen!!!"

"Banyak sekali, memangnya ada acara apa?"

"Tidak ada apa-apa, itu cuma kata-kata supaya kita semangat dalam berbisnis."

"Ketika tidak ada pelanggan, itu malah menjatuhkan semangat."

"Tapi, kita harus terus semangat. Cepat panggil Narasawa, Oshino, dan Nakako."

Aku pun memanggil adik-adikku. Keluargaku memang ramai, ditambah oleh ayah yang penuh semangat. Membuat keluarga ini tidak pernah merasa kelelahan.

"Kosuge cepat bersihkan mejanya, Narasawa jangan main game terus cepet sapu-sapu. Oshino dan Nakako bantu ayah mempersiapkan bahan-bahan untuk ramen."

3 jam kemudian...

"Sepertinya target penjualan kita diturunkan saja."

"Jangan Kosuge, jika kamu sudah terjatuh di awal kamu tidak akan bisa bangkit lagi."

"Berhenti bicara ngawur... sudah 3 jam masih belum ada yang beli."

"Meskipun begitu kamu tetap jangan mengeluh, jika kamu mengeluh kamu bukan anakku."

"Ehh... kenapa begitu, meskipun kamu bilang begitu itu tidak akan mengubah fakta kalau aku anakmu."

"Oshino.... Kosuge jahat.... dia membuat ayah gendok."

Beberapa saat setelah itu, ada seseorang yang menelepon.

"Nakako, cepat angkat teleponnya."

Nakako pun mengangkat teleponnya.

"Halo, selamat siang. Ini Kedai Ramen Akatsuki, mau pesan apa?"

"Aku memesan 20 Shoyu Ramen, dan 10 Miso Ramen."

"Terimakasih telah memesan ditempat kami, silahkan sebutkan alamat anda."

Nakano pun mencatat alamatnya, dan memberikannya kepada ayah.

"Semuanya semangat, kita mendapatkan pesanan.... kita akan bertarung melawan waktu. Pokoknya selesaikan secepat mungkin."

Karena semua anggota keluarga ikut bekerja, ditambah dengan faktor kebiasaan, kita bisa menyelesaikannya dengan cepat.

"Bagus!!! sudah selesai. Kosuge cepat antarkan ini."

"Kok harus aku."

"Kamu kan laki-laki, jadi kamu yang antar."

"Narasawa kan laki-laki juga."

"Apa kamu tidak malu, jika adik kamu yang menjadi kakakmu."

"Ahh... baiklah aku akan mengantarkannya."

Aku pun mengambil sepeda yang biasa kupakai untuk mengantarkan pesanan. Aku pun langsung melaju dengan sangat cepat.

Aku pun sudah selesai mengantarkan pesanannya. Sekarang tinggal kembali ke kedai. Sekarang aku mengkayuh sepeda dengan lebih santai daripada tadi.

Setelahku pikir-pikir, jika aku terlalu lama ayah bisa marah padaku. Aku pun langsung mengkayuh sepeda secepat mungkin.

Aku ngebut, tapi mendadak aku merasakan seperti menabrak sesuatu. Saatku lihat ternyata aku menabrak kucing hitam.

Aku langsung mengambil kucing itu.

"Wah, maaf yah tuan kucing. Ehh... sepertinya kamu betina. Maaf yah nona kucing. Kakimu terluka ya, sebagai gantinya aku akan merawatmu. Tenang saja di tempatku banyak sekali makanan."

"Meoww."

Aku pun langsung kembali ke kedai.

Saatku sudah sampai, semua anggota keluargaku terlihat sedang kelelahan.

"Aku pulang."

"Pulang??? aku kira kamu tidak akan pulang."

"Ehh... kenapa kalian terlihat sangat kecapean?"

"Ini semua gara-gara kamu yang lama mengantarkan pesanan. Hahahaha."

Ayahku tertawa sambil memukulku.

"Dari mana saja kamu?"

"Ehh... aku cuma mengantarkan pesanan, terus aku tadi gak sengaja nabrak kucing hitam."

"Gitu aja sampai 2 jam. Tapi, yang aku khawatirkan bukan itu anakku. Aku turut berduka cita."

"Ehh... emangnya kenapa?"

"Apa kamu tidak tahu? banyak orang yang bilang kalau kamu nabrak kucing hitam, kamu bakalan sial."

"Yang benar???"

"Masa kamu tidak percaya, pokoknya jaga kucing itu sebaik mungkin. Tapi, lihat saja kamu pasti bakalan sial."

"Kok ngatain yang buruk, gak sayang anak ya?"

"Aku nggak sayang kamu, sayangku hanya untuk mendiang ibumu. Kalau begitu cepat bersihkan mangkuk yang ada disana."

Aku pun mengambil semua mangkuk bekas pelanggan.

"Nakako ini mangkuknya, cepat bersihkan."

"Bawa kesini kak."

Aku pun berjalan menuju Nakako. Tapi tiba-tiba aku kepeleset. Ayah pun datang menghampiriku.

"Kamu tidak apa-apa, Kosuge? benarkan yang dikatakan ayah kamu bakalan sial."

"Ini gak ada sangkut pautnya sama hal itu. Aku tetap tidak percaya dengan mitos."

Oshino mengobati lukaku, dalam hal mengobati Oshino nomor satu. Dia bercita-cita menjadi seorang dokter.

"Terimakasih Oshino."

"Santai saja kak."

Aku pun jadi penunggu telepon, luka ditangani lumayan terasa sakit. Kucing hitam yang kubawa tadi datang menghampiriku, dan duduk di pangkuanku.

"Meoww, meoww."

Dia seolah berbicara padaku, dan mengatakan "sekarang kita samaan."

Aku sedikit jengkel dengan kelakuannya itu. Tiba-tiba ada yang menelepon.

"Disini Kedai Ramen Akatsuki, mau pesan apa?"

"Ehh... pelayanannya buruk. Apa disitu ada Yoshino?"

"Yoshino? siapa itu Yoshino? sepertinya salah sambung.... ku tutup ya."

"Tunggu dulu, jangan galak dong. Aku tidak salah sambung, Yoshino itu nama kucing hitam yang sedang ada di pangkuanmu."

"Kok kamu tahu ada kucing di pangkuanku."

"Ya sudah, kalo dia ada disitu. Selamat malam, Kosuge."

"Kok kamu tau nam--"

Orang itu pun mematikan teleponnya. Dan ayahku menghampiriku.

"Apa ada pesanan? padahal ini sudah malam, tadinya aku mau tutup."

"Bukan orang yang memesan, dia hanya menanyakan kabar kucing hitam ini."

"Mungkin itu hanya telepon iseng."

"Kalo iseng, mana mungkin dia tahu namaku."

"Mungkin temanmu, kamu itu harus berpikir optimis, anakku."

"Tapi suaranya, suara bapak-bapak."

"Jangan-jangan itu arwah penasaran. Mungkin ini disebabkan oleh kucing hitam itu."

"Ehh... bukannya tadi kamu yang bilang aku harus optimis."

"Kalo ini beda lagi."

Beberapa saat setelah itu, tiba-tiba ada sesuatu yang besar yang mendobrak pintu kedai.

Nakako terkejut dan ia langsung melompat kearahku.

"Kakak, apa itu? apa godz*lla menginvasi kedai ramen kita."

"Tenang saja monster yang datang kesini bukan monster seperti di film-film."

"Terus kita harus bagaimana?"

"Disaat kita begini, satu-satunya yang harus kita andalkan adalah ayah kita tercinta, dan juga tentunya kucing ini yang mengundang masalah. Tenang saja, jika kucing ini kabur aku akan memandikan dia, sampaindia kedinginan. Kucing itu kan takut air, dia pasti akan menderita."

Kami berempat pun memandang ayah.

"Kenapa kalian memandangku, orang tua itu harus dilindungi, dan yang harus melindungi itu adalah anak pertama."

Kucing hitam yang berada di pangkuanku melompat kearah tangga.

"Kenapa harus aku? kenapa kucing itu kabur, apa dia tidak mau bertanggung jawab."

Para adik-adikku mendorong aku kearah monster itu.

"Baiklah aku, akan melawannya. Narasawa lemparkan wajan padaku."

"Buat apa?"

"Pokoknya lempar aja sini."

Narasawa pun melemparkan wajan kearahku, dan aku menangkapnya.

"Sekarang lawan aku, monster gohonom... aku adalah sang kapten."

Monster itu memukul kearahku, tapi aku menahannya dengan wajan yang aku pegang. Tapi, wajannya terbelah.

"Duh... sial, ternyata monster ini bertenaga manusia super. Sekarang aku bakal jadi makan malamnya."

Aku pun berlari kearah anggota keluargaku, tapi mereka melempari ku dengan barang-barang sambil mengatakan, "Cepat lawan sana, kamu kan hebat. Jangan mendekat."

Tiba-tiba dari atas tangga turun seorang perempuan yang mengenakan seragam sekolah adikku sambil membawa katana.

"Siapa itu? sejak kapan dia ada diatas? dan kenapa dia memakai seragam adikku."

Ayahku pun berteriak.

"Dia pencuri pakaian."