Seseorang mengetuk kaca jendela mobilku. Aku tahu pasti siapa dia, maka aku tak menoleh dan terus menatapi kedua boneka rajut buatan Oma yang ada di kedua tanganku. Dia membuka pintu di sebelahku dan menyandarkan tubuh di pintu, tapi dia hanya diam.
Biasanya aku akan menyambutnya, menyalami dan mencium tangannya. Sebagai bukti baktiku untuknya, tapi aku sedang tak berselera walau hanya menoleh untuk menatapnya. Aku tahu dia sedang menatapku sambil berpikir dalam dan matang. Aku tahu dia sedang sengaja memberiku ruang untuk sendiri. Aku pun tahu dia menungguku memberikan reaksi.
Aku tidak memberinya pesan atau telepon sejak tadi pagi. Aku tak tahu bagaimana harus memberitahunya tentang keputusan Opa. Terlebih, aku masih belum rela.