Aku berbaring di bantal milikku sendiri yang terasa dingin. Aku membalikkan tubuh membelakangi Astro karena tak ingin menatapnya.
Menatapi dinding kamar yang bercat maroon justru membuatku merasa lebih buruk. Sepertinya benar aku bersikap begitu tega padanya. Bagaimana tidak? Coba lihat semua yang sudah dia lakukan untukku.
Aku menghela napas dan memejamkan mata. Ada bulir air hangat lolos dari selanya. Dadaku terasa sesak dan yang bisa kulakukan hanya meremas ujung bantal untuk menahan isak yang mungkin keluar.
Kenapa aku menjadi begitu membingungkan? Aku bahkan tak tahu apa yang kuinginkan.
Di depan mataku sekarang hanya ada kelebatan saat Astro mengenggamku menuju meja di tengah pantai, dengan tatapan yang tenang dan mantap. Juga bibirnya saat kami bercumbu di tengah senja setelah kami menikah.