"Ini mangganya beberapa hari lagi bisa dipetik." ujar Astro.
Aku sedang menyandarkan tubuh pada dinding pembatas yang mengarah ke jalan raya. Kami sedang berada di atap workshop karena senja terlihat lebih jelas dari sini, tapi ucapan Astro membuatku mengalihkan tatapan.
Dia benar. Ada buah-buah mangga yang hampir matang di dua pot besar.
"Biarin aja di situ. Biar nanti Putri yang petik." ujarku sambil mengalihkan tatapan kembali ke matahari yang menggantung rendah di kejauhan.
Harus kuakui, aku lebih suka melihat senja di Gili Meno. Senja di sana cantik sekali. Terlebih, di sana adalah tempat kami menikah.
"Honey." aku memanggil Astro dan memberinya isyarat untuk mendekat padaku.
Astro menghampiriku. Dia memelukku dari belakang dan mengecup puncak kepalaku. Dia benar-benar tahu cara membuatku merasa nyaman.