Menatap kamar peningalan Bunda yang selama bertahun-tahun ini kupakai membuatku merasa hampa. Aku selalu berusaha merasakan keberadaan Bunda bersamaku di kamar ini, tapi sekarang aku harus berpisah dengannya.
Aku tahu ini konyol sekali, tapi terasa seperti ada beban berat yang menekan dadaku. Ini terasa mengganggu.
Sebetulnya aku sudah mengepak semua barang yang akan kubawa ke Surabaya dan membawanya bersamaku sejak berangkat ke rumah Astro sebelum resepsi pernikahan kami yang berantakan. Namun aku mengepak barang-barang tambahan.
Aku menghela napas saat mengingat ada novel pemberian Kak Liana yang kusembunyikan di belakang lemari. Mungkin akan lebih baik jika aku akan membawanya dan kubuang di bandara.
"Ngapain kamu?" Astro bertanya tepat saat aku baru saja menarik buku dari sela lemari dan dinding.
Sial, kenapa dia harus datang di saat seperti ini?