Aku terbangun dengan napas memburu dan keringat yang membasahi seluruh tubuh. Denada dan Mayang sedang memperhatikanku dengan tatapan khawatir saat aku membuka mata.
Aku menutup wajah dengan kedua tangan. Sosok Astro yang terluka dengan banyak darah di kursi pesawat masih terbayang jelas di depan mataku.
"Kamu mimpi buruk lagi?" Mayang bertanya sambil mengelus punggungku.
Entah bagaimana aku harus menjawabnya. Aku sudah berjanji pada mereka untuk melupakan Astro sementara waktu, tapi sosok Astro yang terluka itu menghantui mimpiku lagi.
Denada mencoba melepas tangan yang menutupi wajahku, "Itu cuma mimpi, Faza."
Aku membiarkan Denada melepas tangan dari wajahku. Aku menatap kedua sahabatku bergantian. Aku berharap tak melihat sosok Astro yang terluka lagi, tapi sepertinya mataku basah.
"Aku ga tau kenapa aku mimpi itu lagi." ujarku sambil mengelap pipi yang basah dengan punggung tangan.
"Ga pa-pa. Itu cuma mimpi." ujar Mayang.