"Kamu beneran ga mau makan?" Mayang bertanya padaku.
Aku dan Denada sudah sampai di rumah Mayang satu jam yang lalu. Rumah Mayang adalah rumah peninggalan kakeknya. Bangunannya sudah sedikit tua seperti rumah Opa, tapi bangunannya lebih luas, dengan halaman luas dan sebuah pohon belimbing besar di teras tengah rumahnya. Sekarang kami sedang duduk di kursi kayu panjang di bawah pohon belimbing besar tersebut.
Aku menatapi dahan yang bergerak oleh semilir angin yang lembut. Mungkin akan lebih baik jika aku menjadi angin saja. Aku bisa pergi ke manapun aku menginginkannya.
"Faza." ujar Denada sambil menepuk lenganku.
Aku hanya menggumam untuk menanggapi.
"Kamu yakin ga mau makan siang?"
"Aku ga laper." ujarku sambil mengalihkan tatapan ke arah kedua sahabatku.
Denada dan Mayang saling bertatapan. Aku tahu mereka khawatir padaku. Aku pun tahu seharusnya aku lebih bisa menjaga sikap.