"Sendirian?"
Aku menoleh dan mendapati Zen sedang mengendarai motornya yang dijalankan dengan perlahan agar bisa menyamai kayuhan sepedaku. Aku baru saja pulang dari makam untuk mengunjungi keluargaku, "Kamu mau ke rumah?"
"Iya. Mau main catur sama opa."
Aku mengangguk tanda mengerti. Aku tak tahu harus membahas apa lagi dengannya.
"Kamu dari mana?"
"Dari makam."
"Ooh, kamu ... dapet salam dari kak Liana."
"Tolong salamin balik."
Zen mengangguk, lalu kami melaju bersisian dalam diam. Sebetulnya aku bisa saja memintanya ke rumah lebih dulu karena dia mengendarai motor, tapi sepertinya aku sedang membutuhkan seseorang untuk menemaniku saat ini.
"Kamu ga nyuruh aku duluan?" Zen bertanya, seolah tahu apa yang sedang kupikirkan.
"Kamu bisa duluan kalau mau."
"Mumpung kamu ga protes, aku mau nemenin."
Aku menoleh padanya dan mendapati senyum terkembang di bibirnya, "Aku ga lagi ngasih kamu kesempatan, Zen."