Nadira tahu ini semua tidak akan semudah yang dibayangkannya. Jalan untuk mencapai tujuannya akan terjal dan banyak dengan masalah. Tapi, malam ini Nadira memutuskan untuk mencobanya. Tidak seperti dirinya yang memilih untuk menghindar dan pergi begitu saja.
Jadi, ketika dia memutuskan untuk mengajak ketiga pria Sebastian itu, disitulah dia mencoba untuk memulai perjuangannya.
Benar apa yang dikatakannya tadi ketika pertanyaan apakah dia marah atau tidak kepada Danny muncul. Awalnya marah, sangat marah sampai ingin menampar Danny. Tapi setelah pikiran dan hatinya lebih tenang, Nadira memutuskan untuk mengiklaskannya. Maksudnya tidak marah lagi.
Malah, Nadira bisa mengambil hikmah dari apa yang terjadi tadi pagi itu. Sebuah fakta mencengangkan bahwa seorang Daniel Sebastian ternyata juga menyukainya. Iya, Nadira sudah lama mengakui kalau dia jatuh hati kepada duda beranak dua itu. Hanya kurang pengakuan dari sang duda saja, tapi kini sudah dia ungkapkan.
Mereka berempat menikmati malam yang indah di tepi pantai sembari menikmati api unggun dan makan malam. Memang terlalu malam untuk makan malam di jam 9 malam, tapi mereka tidak keberatan. Bahkan merasa kalau malam ini begitu berarti bagi mereka semua.
Ali dan Alex yang sepertinya terlalu bahagia dengan apa yang terjadi hari ini tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Nadira. Setelah selesai makan malam, mereka berempat berkumpul dan bercerita apa saja. Melepas rindu karena sudah beberapa bulan tidak bertemu.
"You look so tan." Alex berkata sembari menatap Nadira.
"Too much sun, I think."
Bule memang memiliki sudut pandang yang berbeda dengan orang Indonesia. Kulit Nadira yang terlihat semakin coklat karena lebih banyak berkatifitas di luar ruangan terlihat mengesankan dimata bule. Berbeda dengan Nadiem yang mengomentari kulit Nadira yang semakin kusam.
"I love it. Tan skin." perkataan Danny sontak membuat mereka semua melihat kearahnya.
"Why?" tanya Danny, ketika dia merasa ucapannya sebelum ini terlihat aneh.
"Sejak kapan Dad suka tan skin?" tanya Alex curiga, tak lupa dengan menyipitkan matanya.
Danny yang tidak bisa menjawab pertanyaan putranya itu langsung menarik sang anak dan memeluknya erat, seperti sedang judo. Alex langsung berteriak dan meronta agar dilepaskan sang ayah. Bahkan dia tidak segan meminta bantuan sang kakak. Tentu saja Ali dengan sigap membantu adiknya.
Tak lama kemudian, mereka bertiga sudah bergulat tidak jelas. Nadira hanya menyaksikan pemandangan itu dengan perasaan yang penuh kebahagiaan. Rasanya memang inilah yang seharusnya terjadi. Mereka tertawa dan bergurau layaknya keluarga yang sebenarnya.
Lepas dari cengkraman ayahnya, Ali dan Alex langsung melarikan diri. Kalau menurut pandangan Nadira, sepertinya dua remaja itu ingin memberikan waktu bagi dirinya dan Danny untuk berbicara. Ya, mereka berdua memang perlu berbicara empat mata.
"Maaf untuk tadi pagi. Mereka berdua mencecar dan mencibirku." cerita Danny. Matanya tidak bisa lepas dari Nadira.
"It's okay. Toh aku sudah bilang kalau aku akan menganggap nggak mendengarkan hal itu."
Lalu hening. Ini hal yang sangat dibenci Nadira. Padahal mereka bukan anak kecil lagi, yang seolah baru tahu bagaimana rasanya pacaran.
"Marry me. Kita mulai hidup yang baru bersama. Itu keinginan kami bertiga. You wanna join us?" Danny mengulurkan tangannya.
Untuk sesaat Nadira merasa ragu. Tiba-tiba saja dia memikirkan Nadiem yang sampai saat ini belum ingin berkeluarga. Kalau Nadira menerima lamaran Danny, tentu dia akan mendahului Nadiem menikah. Memang tidak ada aturan yang melarang, tapi Nadira merasa tidak enak dengan sang kakak.
"You should give her a ring, Dad." omel Alex.
Ali dengan sigap meraih tangan kiri Nadira dan memasukkan sebuah cincin ke jari manisnya. Sebuah cincin yang terbuat dari bunga rumput kering yang terlihat sangat cantik.
"Will you marry my Dad? Being our Mom."
Tidak ada kalimat yang lebih indah ketimbang kalimat yang baru saja diucapkan oleh Ali. Remaja yang selalu diam dan memperhatikan sekitarnya, tapi dia juga sosok kakak yang penyayang dan melindungi anggota keluarganya.
Air mata bahagia menetes di mata Nadira. Tidak ada kata yang bisa mengungapkan betapa bahagianya dia saat ini. Dikelilingi oleh orang-orang yang sayang kepadanya.
"This tears mean yes." Alex memeluk Nadira dengan erat.
Ali dan Danny lalu bergabung memeluk Nadira. Membuat tubuh mungilnya tidak terlihat.
***
Siapa yang sangka, kalau pelarian Nadira akhirnya harus berakhir. Berbarengan dengan berakhirnya liburan ketiga pria itu. Sekarang, dia tengah berada di atas awan, menuju ke rumahnya yang sudah beberapa bulan dia tinggalkan.
Setelah menerima lamaran Danny semalam, Nadira memutuskan untuk ikut mereka pulang ke kota asal mereka. Talita yang diberitahu tentang kabar itu merasa bahagia dan sedih disaat yang bersamaan.
"Aku nggak pernah nyangka, kamu akan jadi ibu dari dua remaja ganteng itu." ucap Talita sembari membantu Nadira berkemas. "Nanti, kalau anakku perempuan, kita jodohin ya?"
Nadira langsung saja mendengus sebal ke arah sahabatnya itu. "Aku nggak mau punya besan yang pecicilan dan nyablak."
"Aku janji akan berubah. Janji." Talita langsung menaruh tangan kirinya di dada dan tangan kanan yang terangkat.
"Let's see." jawab Nadira jahil.
Penerbangan satu jam terasa cepat. Lebih cepat lagi ketika Danny mengantarkannya ke rumah.
Begitu pintu mobil di buka, Nadira bisa melihat Ibu yang sedang merawat tanamannya. Padahal ini sudah siang dan panas matahari semakin menyengat.
"Nadira." Ibu langsung menyongsong putrinya yang akhirnya pulang ke rumah. Melupakan tanamannya.
"Nadira kangen Ibu." Nadira memeluk ibunya dengan erat.
Karena ini hari Minggu, otomatis semua anggota keluarga Nadira ada di rumah. Termasuk Nadiem yang hari ini tidak bekerja. Ayah dan Nadiem langsung keluar begitu mendengar Ibu menyebut nama Nadira.
Dengan canggung Nadira memperkenalkan rombongan yang mengantarnya pulang. Sebenarnya anggota keluarga Nadira sudah mengenal si kembar, karena mereka sering bertemu dengan si kembar dulu ketika Nadira masih menjadi guru mereka. Berbeda dengan Danny yang memang jarang terlihat.
"Kedatangan kami kemari ingin meminta ijin untuk meminang Nadira." terlihat Danny yang gugup karena menjadi pusat perhatian.
"Nggak boleh." perkataan Nadiem mengalihkan perhatian semua orang dari Danny.
"Why?" tanya Ali dengan waspada.
"Kami kan katamu tadi? Memangnya kalian bertiga mau nikahin adikku?" Nadira akhirnya menyadari bahwa apa yang dikatakan kakaknya hanyalah lelucon.
"Kami akan menyerahkan keputusan itu kepada Nadira. Kalau memang dia menyetujuinya, segera siapkan pernikahannya." ucap ayah Nadira.
Belum menikah ketika umurmu sudah menginjak 30 tahun bukanlah hal yang mudah disini. Banyak orang yang akan memberi cap diri sebagai perempuan yang tidak laku dan hal negatif lainnya. Jadi, ketika ada pria yang melamar putrinya, ayah Nadira langsung menerimanya.
Bukan tidak berarti Ayah Nadira tidak memeriksa latar belakang calon suami Nadira. Karena sejatinya beliau sudah mencari informasi tentang ayah si kembar sejak dulu, ketika Nadira masih menjadi guru dan belum dekat dengan Danny. Ayah Nadira hanya ingin memastikan anak gadisnya mendapatkan suami yang menyayangi keluarganya.
Siang itu, pertemuan dua keluarga berjalan dengan lancar. Nadiem yang akan di dahului Nadira merasa tidak keberatan. Dan tanggal pernikahan sudah ditetapkan hanya dalam sekali musyawarah.