Gelap, tidak ada apa-apa yang bisa dilihat oleh Likyter. Di dalam hatinya, dia benar-benar kesal karena tidak bisa membunuh monster itu atau menyelamatkan orang tuanya. Padahal dia baru saja memutuskan untuk menjadi petualang, tapi sebelum tujuan itu tercapai dia sudah mati terlebih dahulu. Berkat itu, dia berpikir takdir itu sangat lucu sekali. Saking lucunya, dia sampai-sampai merasa ingin tertawa tapi juga kesal.
"Aku sudah mati, ya…?" ucapnya dalam hati. "Si- Tunggu, kenapa rasanya lembut sekali?" Likyter merasakan sesuatu yang lembut sedang dia genggam, karena tadi dia mencengkram kesal.
"Kyaaaaa!!"
Seketika, Likyter merasakan sesatu yang keras menabrak perutnya. Setelah itu, dia merasakan sakit di kepala bagian belakang. "Adududuh…" Likyter pun bangun, sambil mengusap kepala belakangnya. "Ternyata walau sudah mati aku bisa sa…kit…"
Kalimat Likyter terhenti karena bukan kegelapan lagi yang dilihat setelah membuka mata, melainkan seorang gadis yang sedang duduk memeluk dadanya yang cukup besar. Gadis itu berambut coklat panjang, memakai setelan berwarna putih berpaduan merah dengan roknya panjang di bagian depannya terbelah memperlihatkan rok berwarna putih pendek, memakai stocking putih selutut, memakai pita merah di kepalanya, dan iris matanya coklat.
"Dasar… mesum…" ucap gadis itu yang masih memeluk dadanya.
Likyter yang mendapatkan pernyataan itu, dan melihat tingkah gadis itu mengerti satu hal. Kalau tadi, Likyter tanpa sengaja mengenggam dada seorang gadis yang asing… ditambah ukurannya cukup besar dan lembut. Mengingat kembali sensasinya, membuat pikiran Likyter kacau.
"Awas!!" teriak gadis itu tiba-tiba.
Likyter tersadar dari pikiran kacau, dan refleks melihat arahan mata terkejut gadis itu yang tertuju ke atas kepalanya. Ternyata, sebuah tangan besar siap menghantam Likyter. Dengan cepat, Likyter langsung berguling untuk menghindar. Tangan besar itu menghantam keras aspal yang tadi diduduki oleh Likyter.
"Aku masih hidup?" gumam Likyter bingung. "Dan tadi aku mendapatkan berkah?" lanjutnya bingung.
Wajar saja Likyter bingung, karena tadi dia menganggap dirinya mati dan ternyata mendapatkan sebuah berkah yaitu merasakan surga di tangannya. Selain itu, tadi dia bisa menghindari hantaman tangan monster itu, padahal telat sedikit saja nyawanya akan melayang.
Monster itu pun berlari ke arah Likyter sambil mengangkat tangan kanannya, setelah sampai di Likyter dia mengayunkan tangannya secara horizontal. Lagi-lagi Likyter berhasil menghindarinya dengan berguling ke kanan tepat waktu. Likyter langsung bangun dan menjauh dari monster itu.
"Hei, pakai ini!" teriak seseorang yang terdengar dari samping Likyter.
Likyter langsung melihat orang itu, ternyata gadis yang tadi. "Eh, sejak kapan kau ada di sampingku?!" kaget Likyter. "Oh iya, aku minta maaf! I-Itu ti-"
"Sudahlah, jangan meminta maaf dulu! Sekarang kau harus pakai pedang ini untuk mengalahkan monster itu!"
"Pedang? Di mana?" Likyter pun melihat sekitar gadis itu. "Bahkan, kau tidak memegang sebuah pedang melainkan benda bulat pipih aneh itu."
Gadis itu langsung menangkap tangan Likyter, membuka kepalan tangan Likyter, lalu menaruh benda bulat pipih aneh itu di telapak tangan Likyter. Tentu Likyter hanya bisa diam membiarkan gadis itu melakukannya, dan sekarang Likyter sedang memperhatikan benda bulat pipih itu dengan bingung. Di sisi lain, gadis itu sekarang sedang memainkan handphonenya.
"Hmm… apakah ini pe- waaa!" Pertanyaan Likyter terpotong karena tiba-tiba dia merasakan beban yang berat sekali di atas telapak tangannya. Saat berhasil menyeimbangan tubuhnya, sekaligus menahan beban di atas telapak tangannya. Likyter melihat sebuah pedang besar berwarna hitam di atas telapak tangannya, bersama dengan benda aneh bulat pipih yang berada di atas pedang hitam itu. "Ke-Kenapa tiba-tiba ada pedang di tanganku?!" respon Likyter.
"Nanti aku jelaskan." Gadis itu mengambil kembali benda bulat pipih itu. "Sekarang cepat kalahkan monster itu. Aku akan membantumu dari belakang." Gadis itu pun berjalan menjauhi Likyter.
Likyter masih kebingungan, bukitnya dia masih berdiri diam melihat ke arah pedang hitam itu, tanpa dia ketahui monster itu sedang berjalan dengan perlahan siap menyerangnnya lagi. Entah menyadari atau memang tanpa sengaja, Likyter melihat ke arah monster itu dengan tatapan tajam. Entah takut atau karena ketahuan, monster itu langsung diam.
"Sepertinya, takdir memang benar-benar lucu." Likyter langsung memegang gagang pedang itu, dengan kedua tangannya. Kemudian, Likyter mengarahkan mata pedangnya ke arah monster itu. "Akan kukalahkan kau, dan aku akan menjadi seorang petualang!!"
Monster yang mendengar pernyataan Likyter atau memang ingin, langsung lari ke arah Likyter. Setelah di depan Likyter, dengan jarak cukup jauh, monster itu mengayunkan tangan kananya. Dengan refleks, Likyter menangkis tangan kanan monster itu dengan pedang yang baru dia dapatkan. Berhasil tertangkis, membuat monster itu mundur sedikit, dan pertahanan tubuh monster itu terbuka. Likyter langsung mengayunkan pedang itu untuk menyayat badan monster itu, tapi langsung ditangkis oleh pukulan tangan kiri. Namun, sayangnya entah karena kekuatan ayunan monster itu lemah atau kekuatan ayunan Likyter lebih kuat, tangan monster itu terpental membuatnya sedikit mundur lagi.
Kesempatan ini diambil oleh Likyter dengan menusukkan pedangnya tepat ke tengah tubuh monster itu, tapi anehnya pedang itu tidak menembus tubuh monster yang tidak dilapisi oleh batu keras. "Oh iya, tadi aku rasa pedang ini ujungnya tidak tajam…" gumam Likyter.
Monster itu langsung menangkis keras pedang Likyter yang menempel di tubuhnya, selanjutnya pukulan depan diluncurkan. Likyter refleks menjadikan pedangnya sebagai perisai, akibatnya Likyter terhempas sedikit jauh. Saat tubuh Likyter hendak mendarat ke bawah, Likyter memposisikan tubuhnya menyamping agar kepala belakangnya tidak membentur.
Likyter pun langsung bangun, sambil melihat baik-baik pedang yang dia pegang. Ternyata, ujung pedang itu tidak lancip melainkan persegi, tepatnya pedangnya berbentuk persegi panjang. "Ternyata tidak lancip!"
Monster itu kembali berlari ke arah Likyter, bersiap mengayunkan tangan kanannya. Saat monster itu mengangkat tinggi-tinggi tangan kanannya untuk diayunkan menyerang, Likyter langsung berlari sambil membungkukkan badannya untuk melewati monster itu dari samping. Saat berada di samping monster itu, Likyter mengayunkan pedangnya ke atas, berhasil membuat luka sayatan di ketiak monster itu.
Luka itu cukup besar sampai membuat banyak darah keluar. Monster itu langsung berteriak kesakitan, dan langsung memutarkan tubuhnya sambil mengayunkan tangan kirinya ke samping. Karena tadi Likyter harus diam di belakang monster itu, akibat berat pedang itu setelah diayunkan tinggi-tinggi. Pukulan monster itu berhasil membuat Likyter terhempas ke samping cukup jauh dan mendapatkan luka memar di lengan atas kanan.
"Adududuhh…" Likyter berdiri sedikit kesulitan karena mendapatkan serangan tadi, dan harus mengangkat pedang yang berat. "Pedang ini masih terlalu berat bagiku…"
"Hei!!" teriak seseorang. Likyter langsung melihat ke arah orang itu, ternyata teriakkan tadi berasal dari gadis tadi. "Tekan tombol di bawah gagang pedang, lalu cabut pedangnya ke samping!"
"Heh, tombol di bawah gagang." Likyter memutar pedangnya ke depan, melihat bagian bawah pedang, ternyata ada tombol berwarna merah kecil. Likyter langsung menekan tombol itu. "Lalu cabut ke samping." Kemudian pedangnya ditarik seperti merobek menjadi dua bagian. Ternyata, bagian tengah pedang itu membelah dan menjadi dua pedang. "Woww, ternyata bisa menjadi dua?!"
Bersamaan dengan kagetnya Likyter, ternyata monster itu sudah ada di depan Likyter bersiap mengayunkan tangan kirinya. Tentu Likyter secara refleks langsung mengayunkan kedua pedangnya menangkis serangan monster itu. Berhasil tertangkis, tapi pedang yang dipegang oleh tangan kanan Likyter harus terlepas akibat rasa sakit yang menjalar di lengan kanan atas. Walau begitu, Likyter terus mengayunkan pedang yang dipegang di tangan kiri, untuk menyayat tubuh monster itu. Beberapa ayunan yang berhasil membuat luka sayat dapat diluncurkan oleh Likyter. Monster itu pun mundur beberapa langkah dengan kesakitan.
Tiba-tiba, lengan kanan atas Likyter dikelilingi oleh cahaya berwarna hijau. Setelah cahaya hijau itu menghilang, rasa sakit di lengan kanan atas Likyter tidak terasa seperti tidak pernah mendapatkan luka itu. Likyter ingin mencari tahu kenapa hal itu bisa terjadi, tapi tingkah monster yang tiba-tiba meloncat tinggi membuat Likyter harus fokus ke pertarungan lagi. Likyter langsung bersiaga dengan memegang gagang pedang yang di tangan kiri, menjadi dengan kedua tangan.
Monster tadi sekarang sedang meluncur siap menginjak tubuh Likyter dari atas, tentu Likyter langsung meloncat jauh ke belakang. Monster itu menginjak pijakan sampai sedikit hancur, lalu kembali meloncat lagi. Tapi kali ini monster itu meloncat ke depan menuju Likyter dengan cepat. Refleks, Likyter langsung meloncat ke samping kanan sambil mengayunkan pedangnya ke samping. Berhasil menyayat tubuh samping monster itu, bersamaan kaki Likyter tertabrak tubuh monster itu saat meloncat ke samping membuatnya harus mendarat dengan berputar.
Monster itu mendarat dengan tubuh bagian depan terlebih dahulu, dan mendapatkan luka sayatan besar yang membuatnya harus mengeluarkan banyak sekali darah. Likyter pun bangkit kembali dengan keadaan siaga, kalau-kalau monster itu bangkit lagi. Tapi, beberapa saat Likyter bersiaga dengan keadaan napas terengah-engah dan tubuh sedikit gemetar akibat menahan keseimbangan tubuh karena sedang lelah. Monster itu tidak bangun juga. Likyter yang tahu artinya kalau monster itu sudah mati, langsung melepaskan pedangnya dari genggaman kedua tangannya. Kemudian, dia membungkukkan badannya sambil memegang kedua lututnya.
Di sisi lain, gadis itu berlari mendekati Likyter. "Akan kusembuhkan kau," ucapnya.
Likyter melihat ke arah gadis itu, ternyata gadis itu memegang tongkat besi berwarna biru dengan sebuah bola kristal biru menempel di ujung atas. "Ternyata kau seorang penyihir… yang tadi menyembuhkanku…" ucap Likyter sambil terengah-engah. "Kalau begitu… sembuhkan kedua orangtu- Awas!!" Likyter langsung meloncat menangkap tubuh gadis itu.
Tadi, seekor monster serigala menerjang ke arah gadis itu. Kalau saja Likyter tidak meloncat menangkap gadis itu, mungkin saja sekarang gadis itu sudah dicabik-cabik oleh monster serigala itu. "Te-Terima kasih…" ucap gadis itu. Sekarang mereka berdua sedang duduk memperhatikan monster serigala itu yang sedang tersenyum memperlihatkan giginya yang runcing-runcing berjejer rapih.
"Yah… sama-sama," ucap Likyter sambil berdiri. "Nah, hanya satu saja aku rasa masih ku-" Kalimat Likyter terhenti karena dari samping kanannya terdengar suara geraman yang sama seperti monster serigala di depannya.
Ternyata, setelah Likyter melihat ke sumber suara geraman itu, dapat dilihat ada satu lagi monster serigala… tidak, dua… tidak, tiga… Tepatnya, Likyter sudah dikepung oleh monster serigala berbulu merah tubuh bagian atasnya dan bawahnya hitam keputihan. Likyter hanya bisa menantap mereka semua bergantian dengan tajam, berharap monster-monster itu tidak menyerangnya. Walau sebenarnya, Likyter sudah tahu inilah akhir darinya… tepatnya akhir dari dia bersama dengan gadis yang baru dia kenal itu.
*DOR DOR DOR
Bersamaan dengan suara letusan kecil itu, beberapa monster serigala yang mengepung dari samping dan belakang tubuhnya memuncratkan darah dan berakhir dengan kematian. Selain itu, tiba-tiba seorang berzirah merah memegang pedang besar berlari melewati Likyter. Orang berzirah itu menebas semua monster-monster serigala itu tanpa ampun.
Setelah semua monster serigala itu terbantai, orang berzirah merah itu menghampiri Likyter. Dia adalah seorang pria berambut abu-abu gelap panjang diikat ekor kuda, wajahnya yang terlihat dewasa dihiasi oleh jenggot tipis beserta kumis tipis. Pria itu sudah ada di depan Likyter, dia memberikan senyuman hangat.
"Kalian sudah aman," ucapnya. "Sekarang kalian segeralah pergi ke tempat pengungsian."
Likyter tidak mengucapkan satu patah kata pun, tapi langsung menjatuhkan diri, lalu terbaring terlentang. "Hah… lelahnya…" leganya dalam hati. Selanjutnya, Likyter tertawa kecil untuk takdirnya yang lucu ini.
***
Keesokan harinya, di pagi hari. Semua monster yang menyerang desa sudah dimusnahkan oleh beberapa petualang dan petugas penjaga keamanan berzirah merah. Semua warga yang selamat membersihkan kekacauan yang dibuat oleh monster-monster itu, sedangkan yang terluka masih dirawat. Dan… yang meninggal, dikuburkan diiringi oleh tangisan dari orang terdekat terutama keluarga.
Ayah dan ibu Likyter, sekarang sudah sembuh dari luka akibat serangan monster. Mereka berdua sedang duduk melihat ke arah Likyter yang sedang bersujud. "Apa yang kau katakan tadi?!" bentak ayah Likyter.
"Aku mohon, aku ingin menjadi seorang petualang! Biarkan aku menjadi seorang petualang, karena itulah yang kuinginkan!!" jawab Likyter. "Aku mohon, izinkan aku menjadi seorang petualang, ayah, ibu!!"
Tentu ayah Likyter yang mendengar pernyataan tadi memasang wajah kesal, sedangkan ibu Likyter tersenyum kecil. "Kau sudah memutuskannya, Likyter," ucap ibunya. "Maka, raihlah keinginanmu itu dengan sungguh-sungguh."
"Aku tidak peduli lagi!! Lakukan saja apa yang kau inginkan, aku tidak peduli!!" jawab keras ayahnya. "Aku sudah lelah memarahimu!! Keluarlah, jangan pernah kembali lagi!!"
Likyter perlahan mengangkat kepalanya, wajahnya memancarkan kesenang yang luar biasa. "Te-Terima kasih banyak, ayah, ibu!"
Ibu Likyter pun berjalan menghampiri Likyter dengan mata berkaca-kaca, lalu memeluk Likyter dengan penuh kasih sayang. "Hati-hati, Likyter. Jangan lupa sekali-kali hubungi kami."
"Baik, ibu." Likyter memeluk ibunya dengan penuh kasih sayang juga.
Setelah beberapa saat mereka saling berpelukan, sambil mengeluarkan air mata. Likyter pun berdiri untuk menghampiri ayahnya yang masih duduk di sofa. "Sudahlah, cepat pergi!! Aku tidak mau melihat wajahmu!!" bentak ayahnya membuat Likyter tidak jadi mendekatinya.
Walau mendapatkan jawaban kasar seperti itu, Likyter tetap senang dan tidak membenci ayahnya. Likyter pun berjalan menuju pintu keluar, memulai catatan baru Likyter sebagai seorang petualang. Tapi, sebelum itu dia mendapatkan ciuman di pipi dari ibunya. Setelah itu, baru dia berjalan menuju pintu.
"Jadilah kuat untuk melindungi hal yang baik, Likyter."
Likyter langsung berbalik badan setelah mendengar kalimat itu, menatap ke arah ayahnya yang sudah membuang muka dengan melipatkan kedua tangannya di depan dada. Sebuah senyuman kecil terukir di wajah Likyter, walau tidak terlalu jelas tapi dia yakin kalimat itu berasal dari ayahnya. Likyter pun kembali berbalik badan, kemudian keluar dari ruangan.
Selesai berkemas, Likyter pun berjalan keluar rumah. Saat keluar, dia melihat dua temannya yaitu Basch dan Lucy. Likyter berjalan mendekati mereka. "Kenapa kalian ada di sini?" tanya Likyter.
"Tentu saja untuk memberikan salam perpisahan, memangnya tidak boleh?" balas Basch.
"Kita sudah dengar keputusanmu dari kedua orangtuamu, bahkan semua teman-teman sekelas pun tahu," lanjut Lucy.
"Begitu, ya… Aku senang mendengarnya."
"Kalau begitu, cepatlah kau pergi. Jadilah kuat, jangan sampai menangis atau lari saat menghadapi monster… apalagi kalau yang kecil dan lemah."
"Tidak akan, harga diriku pasti jatuh kalau melakukan hal itu, Basch."
"Makanlah dengan teratur, istirahatlah dengan teratur, jangan memaksakan diri, dan paling penting teruslah latih kemampuanmu supaya menjadi lebih kuat lagi."
"Hei, Lucy. Kau seperti istrinya saja."
"A-A-Aku bukan istrinya!! A-Aku hanya mengingatkan Likyter saja, bukan dalam arti kasih sayang tapi sebagai teman!!"
"Hahahah, terima kasih, kalian berdua. Aku pasti akan menjadi petualang yang kuat, tunggu saja kabarnya." Likyter pun memberikan senyuman kepada mereka.
Basch dan Lucy ikut tersenyum, karena melihat Likyter yang bersemangat ini. Kemudian, Basch pun pergi meninggalkan Likyter bersama dengan Lucy. Tapi, baru beberapa langkah, Lucy tiba-tiba berbalik dan berlari ke arah Likyter. Saat di dekat Likyter, Lucy langsung mencium pipi Likyter.
Likyter tentu saja hanya bisa diam terkejut, sedangkan Lucy sedikit menundukkan kepalanya dan bertingkah malu-malu. "I-Itu adalah jimat untuk keselamatanmu, jadi tetaplah hidup… Likyter…" Setelah itu, Lucy pun berlari meninggalkan Likyter.
"Ternyata kau itu pria hidung belang!" bentak seseorang.
Likyter pun berbalik badan, ternyata bentakan itu berasal dari gadis yang sebelumnya pernah menolong Likyter. "Hei, kenapa tiba-tiba kau menyebutku begitu?" heran Likyter. "Oh iya, terima kasih banyak, berkatmu aku selamat dan aku bisa memutuskan tekadku menjadi seorang petualang. Sekarang, aku akan pergi untuk menjadi petualang yang kuat! Selamat tinggal." Likyter pun berjalan meninggalkan gadis itu.
Tapi, langkah Likyter terhenti karena gadis itu memegang lengan Likyter. "Tunggu dulu, kita harus membeli dulu persediaan makan nanti."
"Hah, kita? Apa maksudmu?"
"Tentu saja karena persediaan makannya sudah habis, nanti kita akan makan apa kalau tidak ada persediaan makan?"
"Tunggu, yang kutanyakan adalah makna 'kita', bukan masalah makanan."
"Hah… tentu saja kau dan aku, memangnya siapa lagi?"
Likyter terdiam, dia mengedipkan matanya berulang-ulang dengan cepat. "Ma-Maksudmu kau dan aku berpetualangan bersama?!"
"Tentu saja, memangnya kau berpikir apa? Kau kan sudah menjadi anggota party-ku."
"Tunggu-tunggu, sejak kapan aku menjadi anggota party-mu? Dan kenapa juga aku harus ikut denganmu?"
"Sejak aku bertemu denganmu, kau sudah resmi menjadi anggota party-ku," balas gadis itu. "Selain itu, kau… memegang dadaku, kau harus bertanggung jawab…" lanjutnya pelan.
"Hah, apa yang kau katakan tadi?"
"Pokoknya, kau harus bertanggung jawab!"
"Heh, apa maksudmu?!"
"Nanti aku jelaskan rincinya, sekarang kau harus ikut aku membeli persediaan makanan!" Gadis itu pun menarik Likyter.
Likyter hanya bisa pasrah saja dibawa oleh gadis itu, tapi walau begitu dia senang berpetualangnya tidak sendiri. Dengan begini, Likyter sudah mendapatkan teman seperjuang… dengan cara yang aneh, tepatnya dengan takdir yang lucu.