Di hutan penuh dengan pepohonan yang daunnya berguguran, mengakibatkan seluruh pijakan penuh dengan daun-daun berwarna coklat. Likyter menceritakan kesalahpahaman yang terjadi antara dirinya dengan Lucid, sambil menyingkirkan daun-daun di sekitar bawah pohon mencari sesuatu.
"Jadi begitu ceritanya," paham Prila setelah mendengar penjelasan Likyter.
"Syukurlah kalau kau paham…" senang Likyter mengusap bagian kepala yang terkena peluru karet Prila. "Jadi, apa yang kita lakukan di sini?"
"Kau ini pura-pura hilang ingatan atau bodoh? Tentu saja kita di sini karena quest mencari sepuluh Jamur Matsutake."
"… Oh, aku baru ingat, hehehehe. Terus, di mana Alice dan Lucid?"
"Aduhh… Dasar lemah, hanya karena kutembak satu peluru karet saja kepalamu sudah bermasalah! Bagaimana bisa menjadi petualang yang kuat dan ketua yang baik?!" kesal Prila. "Padahal kau sendiri yang menyuruh kita berpencar agar lebih mudah mencari Jamur Matsutake!"
"Heheheh, aku lu- Ah, ini dia!" Likyter langsung mengambil Jamur Matsutake yang ditemukan di bawah pohon dan menyimpannya di Bag miliknya.
"Aku juga menemukannya." Prila memperlihatkan Jamur Matsutake yang dia temukan ke Likyter. "Bagaimana kalau kita ke tempat Alice dan Lucid? Mereka belum kembali juga."
"Eh, memangnya sudah lama sekali?" tanya Likyter bingung.
"Kau ini… benar-benar payah…"
Mereka berdua pun pergi ke tempat Alice dan Lucid berada, yaitu cukup jauh dari sisi kanan tempat mereka. Sesampainya di sana terlihat kedua gadis itu sedang merangkak menyingkirkan daun-daun untuk mencari Jamur Matsutake, di sekitar bawah pohon.
Tapi tiba-tiba ada ulat jatuh dari atas pohon, mengenai pundak Alice. Spontan Alice terkejut dan langsung meloncat ke belakang dengan ekpresi geli. Mendengar teriakan kecil Alice, Lucid mengalihkan perhatiannya. Dia melihat Alice duduk dengan tubuh gemetar dan mata yang ditutup karena ketakutan.
"Ihhhh, ulattt!!!" teriak Alice jijik. "Menyingkir!!"
Lucid menghampiri Alice, lalu mengambil ulat itu tanpa merasa jijik sedikit pun. Kemudian dia menyimpannya di sisi cukup jauh dari pohon.
"Te-Terima kasih…"
"Apa kau menyukai kupu-kupu?" tanya Lucid.
"Su-Suka…"
"Kalau begitu seharusnya kau suka ulat juga. Tapi kenapa kau merasa jijik dengan ulat? Padahal ulat adalah kupu-kupu yang belum bermetamorfosis."
"Ha-Habisnya… ulat terlihat begitu menjijikan, apalagi ulat bulu. Ihhhh!"
"Aku benar-benar tidak mengerti. Kau ini perempuan yang aneh… tidak, bahkan mungkin manusia yang aneh."
Alice yang mendapatkan pernyataan itu langsung terdiam kaku, bagaikan dirinya mendapatkan tusukan puluhan pedang yang mengenai seluruh tubuhnya di tempat. Kemudian Prila menghampiri Alice untuk menghiburnya.
"Dasar kau ini, bisakah menjaga sifatmu yang terlalu blak-blakkan?" tanya Likyter.
"Aku memang seperti ini, aku tidak akan mengubahnya. Kalau kalian tidak suka dengan sifatku dan semua bagian diriku, sebaiknya kalian menjauh dan jangan pernah dekat denganku."
"Ti-Tidak bisa!" protes Alice tiba-tiba. "Aku…Aku ingin berteman denganmu, Lucid!"
"Jangan memaksakan diri. Kau ingin berteman denganku pasti hanya saat awalnya saja, tapi karena sudah terlanjur berpikiran begitu jadinya akan memalukan menyerah setelah mengetahui sifatku ini. Jadinya kau pura-pura tetap ingin berteman de-"
"Tentu saja tidak!" protes Alice memotong kalimat Lucid. "Aku memang benar-benar i-"
Kalimat Alice terhenti karena tiba-tiba terdengar suara teriakkan dari sisi lain. Mereka berempat langsung melihat ke arah suara itu, dapat dilihat ada lima monster kecil jauh dari tempat mereka. Monster itu seperti monyet kecil, hanya saja kepalanya mirip dengan hyena.
"A-Apa itu?" tanya Likyter dengan tatapan jijik.
"Mereka adalah Pimo. Monster gabungan dari monyet, hyena, da-"
"Oke, aku akan membunuh mereka!" Likyter langsung berlari sambil mencabut pedang dari punggungnya.
"Hei, jangan langsung menyerang mereka!" peringat Prila dengan teriak.
Tapi Likyter tidak menghiraukannya, malah sekarang dia sudah di depan kelima monster itu. Saat mengayunkan untuk membunuh salah satunya, monster-monster itu langsung pergi menjauh. Tentu Likyter langsung mengejar tiga yang berlari bersamaan ke samping, tepatnya ke pohon. Sesampainya di sana, ketiga monster itu menaiki pohon tersebut.
"Hei, jangan kabur!" kesal Likyter.
"Likyter, di sampingmu!"
Spontan Likyter melihat sisi kanannya. Satu Pimo yang mulutnya terbuka lebar dengan ekpresi menyeramkan sambil membentangkan lebar-lebar kedua tangannya memperlihatkan selaput besar dari ketiak sampai pinggangnya. Selaput besar itu membuat Pimo terlihat seperti pesawat yang hendak mendarat untuk menyerang Likyter. Tapi untungnya Likyter berhasil menghindar dengan meloncat ke belakang cukup jauh.
Tapi, Likyter tidak bisa bernapas lega, karena satu Pimo yang berada di atas pohon depan melakukan hal yang sama untuk menyerang Likyter. Spontan Likyter meloncat ke samping, tapi dia tidak menyadari kalau di sisi arah meloncatnya satu Pimo siap menyergap. Untungnya berkat tembakan pistol Prila yang tepat mengenai kepala, langsung membuat Pimo itu mati seketika dan jatuh bersimbah darah.
"Terima kasih, Prila!"
"Tetap fokus!" balas Prila. "Aku akan membantumu dari belakang dan melindungi mereka!"
"Oke!"
Likyter melihat ke arah dua Pimo yang berjalan mendekatinya sambil memberikan teriakkan kecil untuk menakuti Likyter. Sedikit berdampak, tapi Likyter masih bisa fokus melihat ke kedua monster itu dan sekeliling kalau ada yang menyerang dengan pedang yang sudah siap untuk menyerang.
Satu Pimo yang berada di depan langsung meloncat untuk menerkam Likyter. Langsung saja disambut oleh tebasan yang membuat kepalanya buntung. Bersamaan dengan itu, satu lagi juga meloncat untuk menerkam. Untungnya karena Likyter cepat mencabut pedang satu lagi sambil meloncat ke belakang sedikit, jadi dia sempat menebas secara vertikal Pimo yang hampir mencakar wajahnya. Walau tidak terbelah menjadi dua, Pimo itu terjatuh bersimbah darah dan perlahan mati.
Kemudian satu Pimo terbang siap menerkam Likyter, langsung saja disambut oleh tebasan horizontal dari pedang kiri Likyter. Tapi sayangnya, Pimo itu tidak tertebas dan malah menempel di pedang. Tentu Likyter kaget melihat itu dan langsung menusuknya dengan pedang kanan. Tapi sebelum sempat tertusuk, Pimo satu lagi terbang ke arah Likyter. Jadi Likyter memutuskan untuk melemparkan pedang kirinya jauh-jauh dan memegang pedang kananya dengan kedua tangan, lalu menebas keras Pimo yang terbang itu sampai badannya terpisah dan memuncratkan banyak darah.
Tidak mempedulikan badannya terkena cipratan darah Pimo, Likyter langsung melihat ke arah lemparan pedang kirinya dengan siaga. Setelah melihat pedangnya yang tergeletak dengan di atasnya mayat Pimo yang sudah bersimbah darah akibat tembakan Prila, Likyter menurunkan pedangnya.
"Aku harus segera membersihkan darahnya atau nanti pedangku berubah warna," gumam Likyter. "Terima kasih lagi, Prila," ucap Likyter melihat Prila.
"A-A-Aku tidak akan senang dengan rasa terima kasihmu, hmph!" balas Prila malu.
"Awas, Alice!" peringat Likyter sambil berlari ke arah Alice.
Prila yang mendengar itu spontan memutarkan badannya untuk melihat Alice. Ternyata satu Pimo terjun ke arah Alice dari atas, siap menerkam kepala atas Alice. Saat Prila hendak menodongkan pistol ke arah Pimo itu, tiba-tiba Lucid mendorong Alice sampai tersungkur. Lalu, Pimo yang sudah terlanjur terjun langsung dipukul Lucid dengan keras, sampai-sampai Pimo itu terhempas cukup jauh dan akhirnya menabrak pohon. Mereka bertiga terkejut melihat itu, terutama Alice yang tadi didorong cukup keras oleh Lucid.
"Te-Terima kasih, Lucid…" ucap Alice sambil menenangkan diri.
"Kau hebat sekali, Lucid," puji Likyter yang sudah ada di dekat mereka. "Kau bisa menghempaskan Pimo sejauh itu, hanya dengan tangan kosong. Kau sangat kuat sekali!" lanjutnya.
"Reflekmu cepat juga," tambah Prila. "Terima kasih sudah menolong Alice."
"Aku hanya melakukan apa yang baru saja ingin aku lakukan," balas Lucid datar. "Itu terjadi be-" Lucid menghentikan kalimatnya dan tiba-tiba berlari meninggalkan mereka bertiga.
"Ah, aku akan mengejarnya!" ucap Likyter tersadar melihat kepergian Lucid. "Kalian urus sisanya, ya!" Likyter pun lari mengejar Lucid.
Lucid terus berlari, begitu juga Likyter yang berada jauh di belakang. Lucid memasuki kembali desa Yi. Terus berlari di rute menuju villa dia tinggal. Saat hampir sampai di depan pintu, Likyter berhasil memegang lengan Lucid dan menghentikannya.
"Hah… hah… hah… akhirnya bisa terkejar…" ucap Likyter. "Kenapa tiba-tiba kau lari?"
"Tadi aku mendapatkan ingatanku lagi, jadi aku harus segera melihat itu. Apakah benar sudah tidak ada."
"Melihat apa?"
Lucid tidak menjawab, tapi dia mengalihkan pandangannya ke belakang Likyter dengan tajam. Terheran melihat itu, Likyter berbalik badan untuk melihat apa yang dilihat Lucid. Dua sosok berjubah hitam dengan tudung yang menutupi wajah mereka dapat dilihat, sedang berdiri di depan gerbang dapat dilihat Likyter. Gara-gara terlalu fokus melihat sosok itu, Lucid berhasil terlepas dari Likyter dan memasuki villa.
Likyter membiarkan Lucid pergi dan kembali melihat dua sosok itu. "Siapa kalian?"
"Sebelum itu, apakah kau adalah Penkun?" tanya salah satunya.
"Penkun? Namaku Likyter, seorang petualang."
"Jadi dia hanya seorang petualang," ucap satunya lagi. "Selain itu, dia juga pemula."
Mata Likyter terbelalak, karena sosok yang menyatakan dia seorang pemula sudah di depan mata dan pedang berigi-rigi yang dipegangnya sudah di depan leher. Tentu Likyter terkejut dan mundur ke belakang, sampai terjatuh ke tanah.
"Se-Sejak kapan…?" kaget Likyter
"Aku yang akan masuk dan mencarinya," ucap teman sosok itu. "Kau urus pemula ini, tapi jangan sampai dibunuh.
"Hah… kalau kau bukan wakil ketua, aku tidak akan menuruti perintahmu. Lagipula, aku tidak mau membunuh seorang pemula."
Sosok itu pergi untuk memasuki villa itu. Likyter pun berdiri dan berlari ke arah sosok itu untuk dicegah, tapi sosok yang memegang pedang rigi-rigi sudah di dekat Likyter dan menendang perutnya. Akibatnya, Likyter tersungkur.
"Aku sarankan kau duduk manis sampai kami selesai mengerjakan tugas kami," saran sosok itu.
Likyter perlahan bangkit, dengan tatapan tajam ke arah sosok itu. "Kalau aku menolak, bagaimana?" tanya Likyter sedikit gemetar.
"Hmm… yah, aku akan mencegahmu untuk masuk ke villa itu. Tapi tenang, aku tidak akan membunuhmu. Paling beberapa tulangmu patah atau seluruh tubuhmu memar," jawab enteng sosok itu.
Likyter menghunuskan pedangnya, lalu menyerang sosok itu dengan mengayunkan pedangnya secara vertikal. Sosok itu menghadap kanan, membuat pedang Likyter terlewat di depannya. Kemudian Likyter mengayunkan pedangnya secara horizontal, namun lagi-lagi dihindari dengan mudah dengan meloncat ke belakang. Likyter kembali menyerang, kali ini seluruh kekuatannya dikerahkan agar ayunan pedangnya cepat dan kuat. Namun, serangan itu dengan mudahnya ditahan oleh pedang sosok itu, tanpa perlu mengeluarkan banyak tenaga.
"Apa ini serangan terbaikmu? Kau benar-benar tidak cocok menjadi petualang, sebaiknya berhenti saja dan diam di rumah bersama orangtuamu."
"Diam!" kesal Likyter sambil meluncurkan tendangan ke depan.
Entah sengaja atau sebuah keajaiban, tendangan Likyter berhasil mengenai perut sosok itu dan membuatnya terdorong cukup jauh. Sosok itu memegang perutnya sambil menundukkan kepalanya, lalu dia mengangkat kembali kepalanya dengan cepat. Akibatnya, tudungnya terlepas dan memperlihatkan rambut kuning pendek dengan iris mata biru cerah. Dari wajahnya, dia seorang laki-laki.
"Lumayan, tapi masih belum cukup pantas menjadi petualang."
"Diam!" Dengan penuh amarah, Likyter berlari dan menyerang pria itu. Ayunan pedang yang datang dari atas, siap menebas kepala pria itu.
*Tring
Pedang Likyter terlempar cukup jauh ke samping, akibat tangkisan pedang pria itu. Kemudian, pria itu menendang perut Likyter. Akibatnya Likyter terdorong ke belakang cukup jauh.
Belum Likyter mengangkat kepala untuk melihat ke arah pria itu, sebuah pukulan tepat ke pipi kananya datang. Disambung pukulan ke pipi kiri, perut, pipi kiri lagi, dan tendangan tepat di wajah yang mengakibatkan Likyter tersungkur ke belakang.
Dengan posisi terlentang, Likyter memegang wajahnya yang terasa sakit sekali. Tiba-tiba, rasa sakit datang di dadanya, tepatnya sesuatu yang keras menindih dadanya. Ternyata itu ulah kaki pria itu, dia menekan dada Likyter dengan kuat sekali. Likyter pun memegang kaki pria itu dan berusaha melepasakan dari dadanya.
"Bagaimana, apa kau akan berhenti menjadi petualang?" tanya pria itu. "Aku sudah berbaik hati memberikan saran yang terbaik untukmu, seharusnya kau melakukannya. Ini demi kebaikanmu," lanjutnya dengan nada mengejek.
"Tidak akan per- AAAA!!" teriak Likyter karena pria itu semakin menekankan dadanya.
"Ckckckck, bukan itu jawaban yang tepat. Tapi terima saja saranku."
"Hei, hentikan," ucap sosok temannya yang sudah ada di dekat mereka. "Kita pergi."
"Eh, di mana 'itu'?" heran pria itu.
"Sepertinya kita sudah didahului. Jadi kita harus segera pergi."
"Jadi kita terlambat." Pria itu melihat Likyter dengan senyuman kecil. "Ingat baik-baik saranku ini, ya." Pria itu melepaskan kakinya dari dada Likyter.
Mereka berdua pun pergi, setelah pria itu menutupi kepalanya dengan tudung. Lalu, perlahan Likyter bangkit. Tadinya Likyter ingin mengejar dua orang itu, tapi dia ingat kalau Lucid ada di dalam villa. Jadi, keputusannya adalah memasuki villa dengan tergesa-gesa dan sisa kekuatan yang ada.
Sayangnya, Likyter tidak menemukan Lucid walau sudah menelusuri seluruh ruangan baik di lantai dasar atau lantai atas. Tapi, dia menemukan sebuah pintu di lantai yang terbuka lebar, di ruangan setelah dapur. Likyter memutuskan untuk memasuki pintu itu.
Sebuah lorong sempit yang cukup gelap yang panjang sekali, itulah ruangan yang dimasuki Likyter. Dia berlari terus ke depan, sampai akhirnya menemukan pintu besi yang terbuka lebar. Setelah memasukinya, sebuah ruangan besar yang kosong kecuali sebuah altar kecil dan sosok gadis bergaun tergeletak di dekat altar itu.
"Lucid!" Likyter berlari mendekati Lucid yang sudah tergeletak dengan posisi tengkurap. Setelah sampai, Likyter membantu Lucid untuk duduk bersandar di altar.
Beberapa saat kemudian, Lucid siuman. Setelah matanya terbuka sepenuhnya, dia melirik ke segela penjuru ruangan. Terakhir, dia melihat Likyter yang penuh dengan memar dan kotor sedang di depannya.
"Apa kau baik-baik saja, Lucid?" cemas Likyter.
"Aku baik-baik saja…" jawab Lucid datar.
"Apa pria berjubah itu melakukan sesuatu kepadamu?"
"Pria berjubah? Oh, maksudmu kedua pria yang tadi ada di gerbang. Memangnya mereka berhasil memasuki villa ini?"
"I-Iya, tepatnya salah satunya. Satunya lagi… menghalangiku."
"Aku tidak ingat, soalnya aku sudah pingsan setelah melihat di atas altar sudah tidak ada lagi potongan peta tempat pusaka."
"Potongan peta tempat pusaka? Apa itu?"
"Tentu saja itu adalah salah satu potongan sebuah peta yang menunjukkan pusaka terhebat dan berbahaya," kesal Lucid.
"Be-Begitu, ya… heheheh. Tunggu, kau bi-" Kalimat terkejut Likyter terhenti karena handphonenya bergetar. Ternyata ada panggilan dari Alice.
(Likyter, kau di mana?)
"Aku ada di ruangan… sepertinya di ruang bawah tanah."
(Eh, di mana itu?)
***
Sekarang mereka semua ada di perpustakaan. Alice sudah memberikan sihir penyembuh kepada Likyter dan Lucid. Semua yang terjadi sudah diceritakan kepada mereka berdua. Selanjutnya, Lucid akan memberitahukan suatu hal, yaitu jati dirinya.
"Aku adalah salah satu Penkun, yaitu makhluk yang bertugas menjaga salah satu potongan peta tempat pusaka yang terhebat dan berbahaya," jelas Lucid. "Alasan aku kehilangan ingatan itu karena aku diserang oleh sekelompok bernama Hiir."
"Tunggu, memangnya pusaka yang dimaksud pusaka apa?" sela Likyter.
"Aku sebagai Penkun tidak diberitahu potongan peta pusaka apa yang dijaga, jadi aku tidak tahu itu. Tapi akan kuberitahu beberapa jenis pusaka yang kuketahui. Ada pusaka senjata terkuat, pusaka pistol pengendali waktu, pusaka roh terkuat, pusaka kegelapan terkuat, dan pusaka makhluk terkuat."
"Memangnya ada berapa potongan peta pusaka?" tanya Prila.
"Aku pun tidak diberitahu hal itu."
"Kau tahu di mana saja letaknya?" tanya Likyter.
"Tidak." Tiba-tiba Lucid berdiri. "Kalian sebaiknya segera pergi dari villa ini, karena aku akan pergi mengambil potongan peta pusaka itu kembali."
"Tidak, kami akan ikut denganmu," balas Likyter.
"Tidak boleh. Kalian tidak perlu terlibat dengan masalahku."
"Lagipula kita tidak ada tujuan, benar kan, teman-teman?"
"Hm, aku ingin membantu dan lebih mengenal Lucid," jawab Alice.
"Kalau aku sih ikut-ikut saja, tapi bukan berarti aku merasa ingin lebih dekat denganmu. Jangan salah paham!" jawab Prila dengan mode tsundere.
Lucid melihat ekpresi ketiga orang itu. Walau berbeda-beda, tapi Lucid merasakan ada rasa keseriusan dalam ucapan mereka.
"Hah… kalian memang keras kepala. Apa karena Likyter yang merupakan ketua memiliki sifat keras kepala, jadinya anak buahnya pun ikut keras kepala?" heran Lucid.
"Hei-hei, jangan menyebut mereka anak buah. Mereka adalah teman-temanku. Begitu juga denganmu."
"Aku tidak pernah bilang ingin berteman denganmu, atau kalian. Tapi, kurasa akan lebih mudah mencari potongan peta pusaka yang kujaga, kalau aku ikut bersama kalian."
"Jadi…" Alice memasang wajah penuh harapan.
"Baiklah, kalian boleh membantuku dan aku akan bergabung dengan party kalian. Tapi hanya sampai potongan yang kujaga didapatkan kembali. Setelah itu aku akan keluar dari party kalian. Ingat itu."
Mereka bertiga menunjukkan wajah senang. "Kalau begitu, kami mohon bantuannya, Lucid," ucap Likyter sambil mengulurkan tangannya.
Lucid melihat uluran tangan Likyter. Walau bibirnya tidak tersenyum, tapi sebenarnya Lucid merasa bahagia. Sudah sejak lama, dia tidak memiliki seseorang yang dekat dengannya untuk diajak bicara, sejak kedua orangtua angkatnya meninggal. Bagaikan dirinya yang selalu berada di ruangan yang gelap, kini menemukan secercah cahaya.
"Bukankah seharusnya aku yang mengatakan itu?" Lucid menerima uluran tangan Likyter. "Mohon bantuannya, Ketua, dan kalian berdua."