Chapter 295 - Kelopak Mata Kiri Terus Berkedut

Sekarang kehidupan sedikit damai di keluarga Qiao, mengapa perlu meminjam uang? Benar saja, Qiao Tua benar. Ding Jiayi sudah terbiasa dengan menghamburkan uang.

Saat memikirkan itu, ekspresi tetangga berubah. "Ding Jiayi, Qiao Tua memiliki dua anak perempuan. Tidak mudah untuk menafkahi keluarga berempat. Sebagai istrinya, Kamu harus belajar berhemat dalam mengelola rumah tangga, mencari lebih banyak pendapatan, dan mengurangi pengeluaran untuk meringankan beban Qiao Tua. Namun, Kamu hanya tertarik menghabiskan uang hasil jerih payahnya. Tidak heran jika Qiao tua bersikap seperti itu. Ding Jiayi, Aku tidak tahu harus berkata apa tentangmu."

Lagi pula, tikus yang merepotkan ini tidak ada hubungannya dengannya. Tidak peduli apapun, Dia tidak akan meminjamkan uang kepada Ding Jiayi.

Tetangga itu tidak peduli bahwa Ding Jiayi marah. Dia menutup pintu setelah menyelesaikan apa yang Dia katakan.

____

Ding Jiayi benar-benar bingung. Dia berjalan kembali ke rumah dan duduk di kursi.

"Bu, itu cepat. Apakah Ibu sudah meminjam uang? Berikan padaku sekarang. Aku harus memberikannya kepada Guru Cen besok." Qiao Zijin terkejut melihat Ding Jiayi. Ini masih pagi dan Ibunya sudah berhasil meminjam uang. Terakhir kali, ketika Dia keluar meminjam uang, Dia kembali lebih lambat daripada hari ini. "Bu, di mana uangnya?"

"Tidak ada uang." Ding Jiayi menghela nafas.

"Tidak ada uang? Bagaimana itu bisa terjadi? Apakah Ibu tidak meminjam uang? Itu tidak mungkin. Ibu selalu mengatakan kepadaku bahwa ketika Ayah menjadi tentara, Dia memiliki hubungan yang baik dengan teman-temannya. Bukankah Ibu berhasil meminjam uang sebelumnya? Mengapa Ibu tidak bisa meminjam kali ini? Aku tidak percaya. Bu, apakah Ibu sengaja melakukannya?" Mungkinkah Ibunya ingin mengulur waktu dan sengaja tidak meminjam uang, berharap polisi akan mengembalikan uang jaminan kepada Guru Cen secara langsung?

"Disengaja? Zijin, apa yang telah Ibu lakukan dengan sengaja? Sebagai Ibumu, Aku telah memberikan segalanya padamu dan Aku menganggapmu sebagai Putriku yang berharga. Aku mencoba memenuhi setiap permintaanmu. Zijin, mengapa Kamu mengatakan kata-kata seperti itu? Apakah Kamu masih memiliki hati nurani?"

Ding Jiayi telah berjalan sepanjang hari, menahan hinaan dan perlakuan dingin orang lain. Ketika Dia kembali ke rumah, Qiao Zijin berprasangka buruk padanya, mengatakan bahwa Dia sengaja melakukannya. Ini lebih menyakitkan daripada kata-kata penolakan yang Dia dengar sebelumnya.

"Aku ... Aku tidak bermaksud begitu," kata Qiao Zijin dengan hati yang bersalah. "Aku cemas. Bagaimanapun, Guru Cen adalah guru wali kelasku dan Aku berada di kelasnya. Aku tidak boleh menyinggung perasaannya. Jika Aku menyinggung Guru Cen karena uang itu, Aku akan menjalani kehidupan yang sulit di sekolah. Apalagi uang itu memang miliknya. Kita harus mengembalikannya padanya."

"Zijin, bahkan jika Kamu cemas, Kamu tidak bisa membuat pernyataan menyakitkan seperti itu. Ibu memperlakukanmu jauh lebih baik daripada gadis sial itu. Karena ini, Ayahmu marah padaku. Kamu mungkin menyarankanku untuk memperlakukan gadis sial itu dengan lebih baik, tetapi Ibu tahu bahwa jika Ibu melakukan itu, Kamu tidak akan senang dengan Ibu. Bukankah Ibu melakukan semua ini untukmu?" Ding Jiayi melampiaskan semua frustrasinya pada Qiao Zijin.

"Aku ..." Qiao Zijin kehilangan kata-kata. Pembicaraan itu sepele. Dia tidak benar-benar bersungguh-sungguh ketika Dia mengatakan kepada Ibunya untuk lebih baik kepada Qiao Nan. Dia tahu selama ini bahwa Ding Jiayi tidak akan melakukannya juga. Namun, Dia mengira itu karena Ibunya membenci Qiao Nan. Dia tidak pernah tahu bahwa Ibunya memperhatikan perasaannya.

____

"Bu, jangan marah. Aku salah. Aku tidak bersungguh-sungguh. Tapi sekarang seperti ini ... Bu, apa yang harus Kita lakukan selanjutnya? Aku harus menjawab apa kepada Guru Cen. Sebelumnya, ketika Kita pergi ke kantor polisi, Guru Cen sudah tidak senang denganku. Jika Aku tidak mengembalikan uang jaminan kepadanya, Aku tidak ingin pergi ke sekolah lagi."

Ding Jiayi memasang wajah cemberut, "Ibu juga tidak berdaya. Ibu menghabiskan semua uang di rumah untuk mendaftarkanmu ke SMA yang berafiliasi dengan Universitas Renmin di China. Ibu tidak tahu di mana Ayahmu sekarang dan Ibu kehilangan pekerjaan. Kita bahkan mungkin tidak memiliki uang untuk makanan kiyta bulan depan, apalagi mengembalikan uang jaminan kepada gurumu. Ibu…"

Ding Jiayi tidak bisa mengerti bagaimana keluarga yang awalnya bahagia berakhir seperti ini. Dia sangat miskin sehingga diya mungkin harus kelaparan.

"Jangan khawatir, pasti ada jalan. Bu, pikirkan lagi. Dari siapa lagi Kita dapat meminjam uang? Pasti ada seseorang yang mau meminjamkan uang kepada Kita." Meskipun Qiao Zijin meyakinkan Ding Jiayi, mengatakan kepadanya untuk tidak khawatir, sebenarnya, Qiao Zijin seperti kucing di atap seng yang panas.

"Biarkan Ibu berpikir tentang." Ding Jiayi berpikir keras tetapi Dia tidak bisa memikirkan siapa pun yang akan meminjamkan uang kepada Mereka. "Percuma saja. Kali ini, Ayahmu benar-benar kejam."

"Apa hubungannya ini dengan Ayah?"

"Kalau bukan karena Ayahmu, apakah Ibu akan kesulitan meminjam uang? Dia tidak hanya bersembunyi dari Kita bahwa Dia pindah ke tempat baru, tetapi Dia juga pergi ke tetangga ketika Aku sedang sakit beberapa hari yang lalu dan mengatakan kepada Mereka bahwa Aku tidak pandai mengelola rumah tangga dan bahwa Aku boros, mengingatkan Mereka tidak meminjamkan uang padaku. Jelas-jelas, Ayahmu datang ke komplek saat Aku sakit, tetapi Dia bahkan tidak repot-repot mampir untuk memeriksa bagaimana keadaanku. Bahkan jika Aku mati di rumah, Dia tidak akan tahu."

Ding Jiayi merasa bahwa Dia telah menjalani hidup yang bernasib buruk dan sengsara. Dia jatuh sakit dan terserang demam semua karena Qiao Dongliang, namun Dia begitu tidak berperasaan padanya.

"Bagaimana bisa Ayah melakukan itu? Dia akan melibatkan Kita. Tidakkah Ayah tahu bahwa Ibu menghabiskan semua uang untukku? Selain itu, Kita tidak menghambur-hamburkan uang tetapi membelanjakannya dengan bijak." Qiao Zijin marah. Jadi ternyata Ayahnya adalah alasan mengapa Mereka tidak bisa meminjam uang.

"Bu, Ibu harus bertanya-tanya lagi. Aku tidak percaya bahwa Ayah tidak perlu uang untuk pindah rumah. Ibu, Kita harus menemukan cara untuk menemukan Ayah. Ibu adalah istrinya. Ayah seharusnya menjadi orang yang menyelamatkan Ibu ketika Ibu dibawa ke kantor polisi. Meskipun Guru Cen membantu menyelamatkan Ibu, ia tetap harus membayar uang jaminan!"

Qiao Zijin memutuskan bahwa Qiao Dongliang harus bertanggung jawab atas semua yang terjadi.

"Di mana Kita bisa menemukan Ayahmu? Bagaimana Kita mulai mencari?" Itu lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.

"Aku punya ide!"

_____

"Selamat pagi, Ayah." di pagi akhir pekan, ketika Qiao Nan baru saja bangun, Dia melihat bahwa Qiao Dongliang sudah menyiapkan sarapan.

"Selamat pagi, Nan Nan. kemari dan makan bubur." Qiao Dongliang akhirnya memiliki hari-hari damai tanpa Ding Jiayi di sekitarnya untuk membuat masalah.

Qiao Nan duduk dan mengambil bubur. Dia memperhatikan bahwa Qiao Dongliang terus menggosok matanya. "Ayah, apa yang terjadi? Apa yang salah dengan mata Ayah? "

"Ayah tidak tahu. Hari ini, kelopak mata kiri Ayah terus berkedut. Ayah merasa sangat tidak nyaman." Dengan itu, Qiao Dongliang tidak bisa menahan diri untuk tidak menggosok matanya lagi. Sayangnya, itu tidak meringankan situasi.

***