"Apa untungnya buat kamu?" tanya L.
Ari Wicaksana tertawa pelan. "Kamu hari ini banyak bicara tidak seperti biasanya."
"Saya cuma penasaran. Ternyata kamu banyak tahu juga soal keluarga Pradana. Saya pikir otak kamu isinya pencitraan aja," sahut L.
"Sebelum saya mendekati orang, saya selalu memeriksanya terlebih dahulu," timpal Ari Wicaksana.
"Kalau begitu, apa yang kamu tahu tentang saya?" tantang L.
"Kamu mau saya bilang apa? Latar belakang kamu terlalu bagus untuk saya abaikan. Karena itu, saya memilih kamu untuk jadi Sekretaris saya. Terlebih lagi, kamu itu berani. Pada saat wawancara, cuma kamu yang berani menatap saya. Kandidat yang lain, mereka lebih banyak menunduk. Ternyata pilihan saya tidak salah. Kamu memang terbaik," terang Ari Wicaksana.
Ia lalu meletakkan tangannya di paha L dan kembali berbicara padanya. "Bukan hanya hebat dalam soal pekerjaan, kamu juga hebat dalam hal lain."