Pak Ardan mengetuk kaca mobil Bara untuk membangunkan Bara yang masih tertidur di dalamnya. Bara yang mendengar suara ketukan menurunkan lengan yang menutupi matanya dan menoleh ke arah kaca di sebelahnya. Pak Ardan sedang berdiri di luar sambil menunjukkan dua buah kantung plastik yang ada di tangannya. Bara kemudian menurunkan kaca mobilnya.
"Ayo, kamu keluar dulu, kita sarapan," seru Pak Ardan.
Bara mengucek-ucek matanya dan kembali menutup kaca mobilnya. Bara kemudian keluar dari mobilnya. Udara dingin langsung menyambut begitu Bara melangkah keluar. Secara refleks Bara merapatkan jaket yang dikenakannya dan mendekap kedua tangan di depan dadanya. Bara mengikuti Pak Ardan yang melangkah menuju pos keamanan. Di sana ada beberapa warga lokal yang sedang duduk santai sambil menikmati teh hangat.
"Jadi ini si Bara yang dulu itu?" tanya salah seorang warga yang ada di sana begitu Bara bergabung dengan mereka.
Bara terheran dengan salah seorang warga yang mengenalinya.
"Dulu saya yang gendong kamu waktu kamu lagi disembunyiin sama Istrinya Ardan," terang warga tersebut.
Bara semakin keheranan dengan perkataan orang tersebut.
"Dia ngga bakal ingat kamu, Jo. Waktu itu kan dia ngga sadar." Pak Ardan menyadari keheranan Bara dan mencoba menjelaskannya pada orang yang sedang berbicara pada bara.
"Yah, yang penting waktu itu kamu selamat, sekarang udah segede gini." Tarjo menepuk-nepuk lengan Bara. Bara hanya tersenyum sambil menganggukan kepalanya.
Bara menatap Pak Ardan dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Iya, ada yang belum saya ceritakan semalam, setelah sarapan saya beri tahu kamu. Kebetulan ketemu Tarjo disini, dia juga salah satu yang ikut membantu waktu itu." Pak ardan membukakan bungkusan sarapan untuk Bara dan menyorongkannya ke hadapan Bara.
"Ini tehnya." Tarjo menuangkan teh dari ketel yang ada ditengah-tengah mereka ke dalam gelas dan memberikannya pada Bara. Uap teh panas menguar di udara dan mengeluarkan aroma teh yang menyegarkan.
Bara segera mengambil teh hangat yang baru saja dituang Tarjo dan meminumnya. Setelah selesai meminum tehnya, Bara segera memakan sarapan yang sudah dibelikan oleh Pak Ardan. Pak Ardan makan sambil mengobrol dengan Tarjo, sementara Bara lebih banyak mendengarkan. Bara merasa Pak Ardan menjadi sedikit berbeda setelah mereka tiba disini.
"Selesai sarapan, kalian istirahat dulu saja di tempat saya." Tarjo menawarkan Pak Ardan dan Bara untuk beristirahat dikediamannya.
"Ngga usah, Jo. Nanti ngerepotin keluarga kamu." Pak Ardan mencoba menolak secara halus.
"Ngerepotin apa sih, Dan," ujar Tarjo.
"Saya sama Bara mau pergi dulu, nanti siang kita mampir," terang Pak Ardan.
"Oh gitu, ya udah atuh, nanti siang saya tungguin disini. Makan siang di rumah saya, kita ngabotram."
"Siap itu sih," seru Pak Ardan sambil mengacungkan satu jempolnya.
Selepas sarapan, Pak Ardan dan Bara segera menuju sungai tempat pertama kali Pak Ardan menemukan Bara. Sepanjang perjalanan, Pak Ardan menceritakan tentang upaya istrinya untuk menyelamatkan Bara dari orang yang ingin menghabisi Bara. Pak Ardan juga bercerita kala itu orang tersebut memerintahkan dirinya untuk menghabisi Bara dan mengancam akan menghabisi nyawa Istrinya jika Pak Ardan tidak melaksanakan perintahnya.
"Saya minta maaf, karena waktu itu saya mencoba untuk membunuh kamu," sesal Pak Ardan.
"Ngga ada yang perlu dimaafin, Pak. Bapak melakukan itu juga karena mereka mengancam Bapak."
"Saya juga minta maaf karena saya sudah bersikap kasar sama kamu selama ini."
"Kita semua sama-sama melewati waktu yang berat, Pak. Saya juga minta maaf, Pak, karena konflik di keluarga saya, Bapak sama Ibu jadi ikut terseret ke dalam konflik ini."
"Kembali ke sini membuat hati saya tenang."
Pak Ardan memandang keluar jendela, memandangi kampung halaman Istrinya. Dirinya merasa seperti berada di dalam dekapan Istri terkasihnya, terasa begitu tenang dan nyaman.
"Maaf saya sudah mengecewakan kamu, Dek." Pak Ardan membatin.
***
Setelah berkendara kurang lebih tiga puluh menit, akhirnya Bara dan Pak Ardan tiba di sungai tempat Pak Ardan dahulu menemukan Bara. Pak Ardan memandangi sungai yang dahulu menjadi tempatnya mencari nafkah bersama Sang Istri. Sungai itu telah banyak berubah. Airnya sudah tidak sejernih dahulu. Sekilas Pak Ardan seperti melihat bayangan dirinya dan Istrinya di sungai tersebut.
"Dulu kami menemukan kamu disini, luka di kepala kamu cukup parah waktu itu," kenang Pak Ardan pada Bara.
Bara memperhatikan sekelilingnya.
"Gimana gue bisa hanyut sampai ke sini?" Batin Bara.
Bara kemudian mengeluarkan ponselnya dan membuka berita tentang kecelakaan orang tuanya.
"Pak, Bapak tahu tempat ini di mana?" Tanya Bara.
Bara menunjukkan potongan berita tentang lokasi kejadian kecelakaan orang tuanya pada Pak Ardan.
Pak Ardan membaca sekilas berita yang ditunjukkan Bara.
"Jalan ini agak jauh dari sini, kita harus naik lagi," terang Pak Ardan.
"Antar saya kesini, Pak," pinta Bara pada Pak Ardan.
Mereka kemudian kembali berkendara menuju lokasi yang ditunjukkan Bara pada Pak Ardan. Tidak butuh waktu lama sampai akhirnya Bara dan Pak Ardan tiba di lokasi kecelakaan yang merenggut kedua orang tua Bara sepuluh tahun yang lalu. Bara memperhatikan sekeliling area tersebut.
"Lari, Bara!"
Samar-samar Bara seperti mendengar suara yang menyuruhnya untuk berlari. Bara menoleh meencari sumber suara tersebut. Tidak mungkin itu suara Pak Ardan, karena yang Bara dengar jelas-jelas suara perempuan. Bara berjalan menyusuri sebuah jalan setapak yang berada tidak jauh dari area tersebut. Ketika sedang berjalan seorang diri, bara melihat seorang anak laki-laki yang berjalan melewatinya.
"Hei!" Bara mencoba memanggil anak tersebut karena anak tersebut terlihat seperti sedang ketakutan.
Anak itu tidak menanggapi panggilan Bara dan tetap berjalan menjauh. Bara mengejar anak tersebut sampai akhirnya mereka tiba di sebuah jembatan. Bara melihat anak itu berhenti dipinggir jembatan dengan wajah ketakutan. Ketika hendak menghampiri anak tersebut, tiba-tiba muncul seorang pria yang menghampirinya. Raut wajah anak itu berubah ketika pria tersebut menghampirinya.
"Bara." Pria tersebut memanggil nama anak laki-laki tersebut.
Berbarengan dengan itu, Pak Ardan juga memanggil Bara yang sedang berdiri sendiri di pinggir jembatan. Bara menoleh kebingungan ke arah Pak Ardan yang memanggilnya. Bara kemudian kembali menoleh ke arah di mana anak kecil yang tadi diikutinya sedang berdiri.
"Ngapain kamu tiba-tiba jalan sendiri ke sini? Saya panggil-panggil kamu ngga nyahut."
"Saya tadi ngikutin anak kecil, Pak. Barusan saya lihat anak kecil di situ." Bara menunjuk ke arah anak kecil tadi berdiri.
"Anak kecil apa? wong kamu tiba-tiba ngeluyur sendirian."
"Saya serius, Pak. Tadi ada anak kecil di situ."
"Coba kamu lihat sekeliling kamu. Ngga ada anak kecil, jelas-jelas kamu jalan sendiri sampai ke sini."
Bara kemudian memperhatikan sekelilingnya. Benar yang dikatakan Pak Ardan, tidak ada anak kecil satu pun disekitarnya. Wajah Bara terlihat kebingungan.
"Percaya kamu sekarang kalau ngga ada anak kecil daritadi?"
Bara yang kebingungan menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal dan menganggukkan kepalanya untuk menyetujui pernyataan Pak Ardan bahwa tidak ada siapa pun di sana kecuali dirinya dan Pak Ardan.
"Ya sudah kita kembali saja ke mobil." Pak Ardan meminta Bara untuk segera kembali ke mobil.
"Saya jadi merinding gara-gara kamu bilang lihat anak kecil," ujar Pak Ardan sambil menoleh ke kiri dan ke kanan.
Bara menuruti perintah Pak Ardan untuk kembali ke mobil. Ketika sedang berjalan menuju mobil Bara yang diparkirkan di pinggir jalan, tiba-tiba langkah Bara terhuyung. Dengan sigap Pak Ardan memegangi lengan Bara.
"Kamu ngga apa-apa?" Tanya Pak Ardan begitu menangkap lengan Bara.
"Ngga apa-apa, Pak."
"Jalan kamu sempoyongan begitu."
"Cuma tiba-tiba pusing aja, Pak," ucap Bara.
Pak Ardan kemudian memegangi lengan Bara sepanjang mereka berjalan sampai ke mobil Bara.
"Mana kunci mobil kamu?" Tanya Pak Ardan begitu mereka tiba di depan mobil Bara.
Bara merogoh sakunya dan mengeluarkan kunci mobilnya. Bara menekan tombol untuk membuka mobilnya. Pak Ardan kemudian membantu membukakan pintu penumpang untuk Bara.
Bara langsung masuk ke mobilnya dan duduk di kursi penumpang. Bara langsung menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi yang empuk sambil terus memijat kepalanya. Sedangkan Pak Ardan masuk ke dalam mobil dan duduk di belakang kemudi.
"Kamu ada obat ngga?" Pak Ardan kembali bertanya pada Bara.
Bara menggeleng pelan.
"Kamu sering pusing begini?"
Bara hanya menggumam menjawab pertanyaan Pak Ardan.
"Ya sudah kamu istirahat saja, kita numpang istirahat sebentar di rumah tarjo."
Bara hanya mengangguk pelan dan kemudian memejamkan matanya.
***
Bayangan seorang anak laki-laki yang ketakutan muncul di kepalanya. Bara bisa merasakan ketakutan sekaligus keputusasaan yang dialami anak tersebut. Dari kejauhan bara menyaksikan anak kecil tersebut sedang terbaring di tepi jembatan sementara seorang pria dewasa menindihnya sambil mencengkeram lehernya. Anak kecil itu memegang lengan pria yang mencekik lehernya sambil menangis memohon minta dilepaskan.
Dengan sisa kekuatan yang dimiliki, anak tersebut menggapai sebuah batu dan menghantamkan batu tersebut ke kepala pria yang mencekiknya. Pria itu refleks melepaskan cengkramannya pada anak tersebut dan memegangi kepalanya yang berdarah akibat hantaman batu. Tidak membuang kesempatan, anak tersebut mendorong pria yang menindih tubuhnya hingga terjatuh ke samping.
Melihat anak kecil itu berhasil memukulnya dengan sebongkah batu, membuat pria tersebut naik pitam dan hendak menindih kembali tubuh anak tersebut yang masih terbaring disebelahnya. Namun usahanya tersebut gagal karena anak kecil tersebut segera berguling ke untuk menghindarinya. Tanpa disadari anak itu berguling sampai ke bibir jembatan dan secara tidak sengaja terjatuh kedalam sungai.
"Anak bodoh." Pria tersebut menyeringai ketika melihat anak kecil itu terjatuh ke dalam sungai yang gelap.
-----
Bara terbangun dengan tubuh bersimbah peluh dan napas yang terengah.
"Yakin kamu ngga apa-apa?" Pak Ardan menatap bara khawatir.
"Rasanya kaya mau mati," sahut Bara dengan napas terengah.
"Kamu mimpi apa sampai kaya mau mati begitu?"
Bara mencoba kembali mengatur napasnya agar kembali tenang. Setelah tenang, Bara bercerita mengenai mimpi yang barusan dialaminya pada Pak Ardan.
"kamu yakin itu cuma mimpi?" Tanya Pak Ardan ketika Bara selesai bercerita.
Bara terdiam dan memikirkan pertanyaan yang diajukan Pak Ardan.
"Jangan-jangan itu ingatan lama kamu sebelum jatuh ke sungai sampai akhirnya terdampar dan saya temukan," terang Pak Ardan.
"Kamu ingat wajah pria yang mencekik anak kecil itu?" Pak Ardan kembali bertanya.
"Saya kurang begitu jelas lihatnya, Pak."
"Lalu apalagi yang kamu lihat atau kamu dengar?"
"Samar-samar saya dengar suara ledakan petasan."
Bara terdiam sejenak.
Bara dan Pak Ardan kemudian menoleh bersamaan.
"Jangan-jangan saya takut sama suara petasan gara-gara kejadian itu," timpal bara.
"Baru saya mau ngomong begitu," sahut Pak Ardan.
"Baguslah, sedikit-sedikit sudah ada yang bisa kamu ingat," lanjut Pak Ardan.
Wajah Bara seketika berbinar-binar seperti anak kecil yang diberikan permen. Bara semakin bersemangat. Kedatangannya ke tempat dimana dia pertama kali ditemukan Pak Ardan tidak sia-sia.
"Nah, kita sudah sampai," ujar Pak Ardan ketika sudah melihat pagar balai desa dari kejauhan.
Ketika akan berbelok memasuki pelataran balai desa, wajah Pak Ardan mendadak berubah pucat ketika melihat orang yang ada di pos jaga. Seketika itu juga pak ardan menginjak pedal rem.
"Ada apa, Pak?" Tanya bara.
"Dia!" Pak Ardan menunjuk orang yang ada di pos jaga dengan wajah ketakutan.
"Dia siapa, Pak?" Bara memandang ke arah yang di tunjuk Pak Ardan.
Pak Ardan tidak menjawab pertanyaan Bara dan berpikir untuk segera menjauh dari balai desa. Namun ketika pak ardan sedang berusaha untuk mundur, mobil yang mereka tumpangi menabrak sesuatu di belakangnya. Pak Ardan dan Bara menoleh ke belakang. Ternyata sudah ada sebuah mobil yang menghadang di belakang mereka. Orang-orang di dalam mobil tersebut turun dan menghampiri mobil mereka.
"Biar saya aja yang turun, Pak." Bara melepaskan sabuk pengamannya dan hendak turun dari mobil.
Pak Ardan segera mencegah Bara.
"Kamu di sini saja, apa pun yang terjadi kamu jangan keluar, pergi sejauh yang kamu bisa," ujar Pak Ardan dengan sedikit panik.
Pak Ardan kemudian segera turun dari mobil. Orang-orang tersebut segera mengerumuni Pak Ardan, termasuk seseorang yang tadi Pak Ardan lihat sedang duduk di pos jaga.
Ucapan yang baru saja diucapkan Pak Ardan terngiang-ngiang di kepala Bara. Bara merasa pernah mendengar ucapan yang serupa dengan yang tadi diucapkan Pak Ardan. Bara mengawasi Pak Ardan dari dalam mobil. Ada empat orang yang mengerumuni Pak Ardan.
Tiba-tiba salah satu di antara mereka memukul Pak Ardan. Bara hendak keluar dari dalam mobil begitu melihat Pak Ardan dipukul, namun Pak Ardan menoleh ke arah Bara dan menggelengkan kepalanya. Pak Ardan kembali menerima pukulan dan kali ini membuat Pak Ardan tersungkur ke tanah.
"Kali ini gue ngga bakal lari kemana-mana." Bara meyakinkan dirinya.Bara kemudian keluar dari dalam mobil.
"Woi!" teriak Bara sambil menuju orang-orang yang mengerumuni Pak Ardan.
Orang-orang tersebut segera menoleh ke arah Bara.
Seseorang kemudian memberi isyarat untuk menyerang Bara. Orang-orang tersebut berbalik arah dan langsung menyerang Bara. Dengan sigap bara menghindari pukulan yang di arahkan padanya. Bara tidak segan melayangkan tinjunya ke orang-orang yang menyerangnya. Namun karena lawannya berjumlah tiga orang, tidak jarang Bara menerima beberapa pukulan.
"Stop, atau gue bunuh dia," ancam seorang pria sambil mengacungkan sebuah pisau ke leher Pak Ardan.
Bara menghentikan perlawanannya. Pada kesempatan itu seseorang menendang kaki Bara dan membuat Bara jatuh berlutut di tanah. Melihat Bara sudah berlutut di tanah, orang yang lain dengan sigap memiting lengan Bara agar Bara tidak lagi melawan.
"Berhenti!" teriak Bang Ojal yang tiba-tiba datang.
"Siapa yang nyuruh kalian bergerak sebelum gue datang?" Bang ojal berjalan dengan santai ke arah orang-orang yang menyerang Bara dan menempeleng kepala mereka. Mau tidak mau mereka menjauh dari Bara. Bang Ojal kemudian mendekati orang yang menodongkan pisaunya ke leher Pak Ardan. Bang Ojal sudah melayangkan tangannya hendak menempeleng orang tersebut, melihat Bang Ojal sudah melayangkan tangannya, orang tersebut segera melepaskan pak ardan.
"Ampun, Bang!"
"Sejak kapan lu berani bertindak tanpa perintah dari gue?" bentak Bang Ojal.
"Maaf bang, gue kebawa emosi pas liat dia," ucap orang tersebut sambil melirik ke arah Pak Ardan. Dirinya merasa dendam pada Pak Ardan karena dahulu Pak Ardan sudah berhasil mengelabuinya.
"Bawa mereka, kita selesaikan ditempat lain." Bang Ojal memerintahkan untuk membawa Bara dan Pak Ardan menjauh dari tempat tersebut.
Orang-orang tersebut segera menuruti perintah Bang Ojal. Mereka mengikat Bara dan Pak Ardan lalu membawa keduanya kedalam mobil. Setelah itu mereka bergegas pergi meninggalkan area depan balai desa dan menuju sebuah gudang tua yang ada di pinggiran desa.
***
Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist musik yang saya putar selama menulis Bara.
Karya asli hanya tersedia di Platform Webnovel.