Perjalanan panjang yang harus ku tempuh demi bertemu sanak saudara di kota orang. Alamat yang kubawa hanya sebuah foto dan alamat rumah. Bekal makanan hanya cukup untuk sekali makanpun harus diirit irit sampai Jakarta nanti. Ketakutanku pada dunia luar memang besar tapi keberanianku terhadap kekerasan akan selalu aku tegakkan. Tak terasa air mataku berlinang dan membasahi pipi mengingat tindakan ibu tiriku yang hanya bersikap manis depan ayahku. Dimana hati nuraninya? Apakah karena aku gadis biasa dan tidak secantik dirinya? Akan kuhapuskan semuanya dari ingatanku dan memulai kehidupan baru. Aku tau pasti keluarga di Jakarta akan susah mengenali diriku dan aku pasti menyusahkan mereka, terlebih mereka dengar ceeita tentang sikap ibu tiriku. "Penumpang yang saya hormati. Untuk info istirahat di rest area adalah...". "Dek, kamu kok kayak lesu gitu, belum makan ya?ini mbak kasih makanan dimakan ya". Mbak Sari memotong pembicaraan pak kondektur. "Ndak usah mbak, Gk usah". Kataku. "Dek, sebenarnya kamu ngopo to dek? Kamu terlihat lemas dan matamu seperti sembab, kamu menangis? You Cry, Kenawhy?". Tanya mbak Sari sambil menghiburku. "Jadi tuh gini mbak"....
"Aku itu, kabur dari rumah, karena ibu tiriku selalu bertindak kejam kepada aku. ibu tiriku selalu memukuli aku, selalu menamparku,ia juga tak segan menghina aku namun, karena aku menghormatinya jadi aku tidak berani mengatakan ini kepada ayahku. Ceritaku ini seperti cerita bawang merah bawang putih namun, bawang merah belum lahir ke dunia. Sekarang aku berniat untuk bertemu sanak saudara ku yang merantau di Jakarta. dia adalah budheku, kakak dari ibuku. Nama budeku itu adalah bude Mayang dan ini adalah alamat nya dan juga ini beserta fotonya, apakah Mbak Sari tahu dimana keberadaan budhe Mayang?". Tanyaku. "ya ampun nduk,kasihan sekali kamu seharusnya usia kamu itu usia yang mendapatkan kasih sayang dan perhatian double dari orang tua. (Menggelengkan kepalanya) sek kosek, ndelok alamatnya nduk, kalau dari alamatnya sih Mbak Sari tahu dimana tempatnya tapi kalau orangnya Mbak Sari lupa lupa ingat". Jawab mbak Sari. "Alhamdulillah ya Allah". Ucapku. kebetulan yang sangat luar biasa dalam hidupku. Ini salah satu keajaiban yang aku temukan setelah aku terbebas dari kekangan ibu tiriku. Karena perasaan yang sangat bahagia tak terasa kantuk mulai menyerang diriku. Aku pun menyiapkan beberapa baju yang sudah aku lipat untuk menjadi sebuah bantal, lalu aku menyandarkan diriku di jendela bus dan menatap perjalanan, yang akan panjang yang harus aku lewati. "dek dek ayo bangun kita sudah sampai di peristirahatan peristirahatan ini cuma dua kali ayo bangun dek". Mbak Sari membangunkan aku."Huaaaa iya Mbak Sari, tunggu sebentar aku merapikan kursiku dulu". Berhentilah kami di sebuah pom bensin yang cukup banyak pedagang nya dan juga cukup besar tempatnya. Mbak Sari Mbak Sari pun mengajakku untuk makan di salah satu warung yang berjejer di pom bensin tersebut. Awalnya aku menolak karena aku tidak memiliki uang lebih dan uang tersebut rencananya akan aku gunakan untuk keperluan nanti saat aku bertemu dengan bude Mayang. tetapi karena melihat kondisiku yang cukup lesu Mbak Sari pun mengatakan "Sudahlah dek tidak usah pikirkan bagaimana ke membayarnya. Mbak Sari mendapatkan gaji yang cukup besar dari pak bos jadi Mbak Sari bisa membagikannya kepada orang lain. Hitung-hitung kan ada amalnya juga". "Ya sudah Mbak kalau begitu, aku akan mengikuti Mbak tapi lain kali jangan seperti ini ya Mbak. Aku jadi merepotkan". Jawabku. Mbak Sari pun mengangguk-anggukkan kepalanya dan sampailah kami berdua di sebuah warung makan yang cukup banyak pengunjungnya. Warung makan tersebut menjual berbagai masakan jawa dan sunda yang salah satunya adalah masakan favorit ibuku. "Mbak Sari, boleh tidak aku pilih nasi Gudeg?. Makanan ini kesukaan ibuku mbak Sari. Ibu juga paling senang kalau masak ini di rumah". Tanyaku. "Boleh kok dek, kamu pilih apa saja tidak apa apa. Tetapi jangan kebanyakan ya". Jawab mbak Sari.
Hampir 15 menit kami berada di rumah makan tersebut. Tetapi tetap saja yang aku lihat sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis. "Aku mungkin kurang beruntung tetapi aku akan mencoba untuk menerima semuanya. Maafkan aku ayah, ibu, aku harus kabur dari rumah. Aku sudah tidak tahan dengan kelakuan ibu tiri. Maafkan aku". Gumam dalam hatiku. "dek, ayo, sudah selesai kan? ayo kita ke bus takutnya sebentar lagi sudah berangkat dan kita ditinggal. Kalau masih lapar, Mbak Sari bungkusin ya mau ndak?". Tanya mbak Sari. "Tidak usah Mbak tidak apa apa. Aku sudah kenyang. Terima kasih ya Mbak Sari. Mbak Sari sudah mentraktir saya, terima kasih banyak Mbak. Kalau tidak ada mbak mungkin saya sudah kelaparan sekali dari tadi". Jawabku. Mbak Sari pun menjawab ku dengan hanya menganggukan kepala sembari tersenyum. sebenarnya aku adalah orang yang cukup beruntung baru bertemu dengan satu orang yang belum aku kenal dekat. Beliau sudah cukup membantuku dan mau mengantarkanku, mendampingi hingga ke Jakarta, padahal aku hanya gadis desa dengan rambut kepangan yang menjadi ciri khas ku.