Chereads / Impian Menembus Awan / Chapter 4 - Bertemu

Chapter 4 - Bertemu

Perjalanan pun dilanjutkan. "Beberapa jam pun telah terlewati hingga hari pun semakin gelap, rasanya aku tak sabar bertemu dengan sanak saudara ku Jakarta, nanti membayangkan betapa indahnya keluarga yang ada disana. Mbak Sari pun mengatakan bila aku harus menginap di kontrakannya dahulu, baru dia membantuku mencari bude Mayang. Betapa senangnya hatiku terlepas dari semuanya. Menghirup udara bebas, tetapi yang paling aku sayangi, mengapa ayahku tidak mencariku. Seharian aku pergi keluar dari rumah, tidak ada satupun keluargaku yang mencariku entah ibu tiriku ataupun ayahku. Aku merasa diriku hanya sia-sia berada di dekat mereka. Namun aku tetap bersyukur. Terima kasih Ya Allah, terima kasih atas semua karunia-Mu". gumam dalam hati kecil Ririn sembari menghela nafas. kantuk pun mulai menyerang diriku aku tertidur di bahu Mbak Sari yang lembut. Kupandang di sekitarku betapa lelah dan penat mereka ,ingin bertemu keluarga, bekerja dan yang lainnya. Indahnya yang aku alami sekarang.

"Dek, dek Ririn, ayo bangun kita sudah sampai di terminal, ayo bangun dek supaya kita cepat sampai ke kontrakan mbak. Ayo dek bangun". Mbak Sari membangunkan aku. "Aduh, huaaa(menguap), iya Mbak, aku ngantuk banget. Tadi waktu di perjalanan, aku hanya tidur sebentar saja". Kataku. "Yaa sudah ayo kita cepat pulang agar kamu dan Mbak bisa istirahat bersama dikontrakkan. Kebetulan kontrakan Mbak tidak jauh dari terminal. Ayo dek besok pagi biar kamu lebih fresh, lebih sehat dan lebih semangat untuk mencari budemu hehe". Mbak Sari menyemangati aku. "Makasih banyak ya Mbak Sari, Mbak Sari itu udah kayak malaikat penjaga hati yang kayak di ftv-ftv itu loh" . Aku memuji Mbak Sari. "Iiih.., kamu bisa aja, Mbak Sari kan jadi malu dengernya, lagi pula kan kamu kan sudah cerita sama Mbak Sari kalau kamu sering dipukul sama ibu tirimu, padahal kan kamu anak piatu. Mbak Sari ngerasain sendiri kok yang kamu alami sekarang, jadi Mbak Sari ndak mau denger yang gitu gitu lagi". Kata Mbak Sari. Aku pun kebingungan dengan kata-kata Mbak Sari yang merasakan sendiri apa yang aku alami apakah Mbak Sari adalah korban kekerasan dari ibu tiri juga. Lalu kami pun disuruh kondektur untuk turun karena kami terlalu lama dan mengobrol, setelah kami turun Mbak Sari pun mencarikan kendaraan untuk membawa barang-barang dan juga kami berdua. Mbak Sari mengatakan "Kontrakannya memang tidak jauh, tetapi bawaan Mbak Sari cukup banyak dek, dan Mbak Sari tidak mau menyusahkan kamu, rencananya sih Mbak Sari mau nelpon temen Mbak Sari, cuman nggak tahu kenapa kebetulan pas waktu naik bus temen Mbak Sari kecelakaan jadi ya begini deh. Mbak sari harus cari kendaraan lain". " Duuh malah aku yang merasa ngerepotin Mbak Sari, soalnya kan aku udah cerita tentang aku, curhat lah istilah gaul nya sekarang dan Mbak Sari juga udah mentraktir aku makan tadi, aku kan jadi nggak enak sama Mbak Sari, malah Mbak Sari masih aja nolongin aku". Jawabku "Duh, kamu ini, Mbak Sari tolong kamu itu ikhlas, malah Mbak Sari ngerasa Mbak Sari lagi menyantuni seorang anak piatu itu loh dek". Kata Mbak Sari. Aku pun tersenyum, aku teringat dengan kata-kata Mbak Sari yang berada di bus tadi. "Mbak Sari maaf ya aku nanyanya jadi begini, Mbak sebenarnya Mbak tuh juga korban kekerasan ibu tiri atau mbak seorang anak yatim-piatu? maaf lho Mbak kata-kata aku jadi menyinggung, karena kan siapa tahu aku bisa meringankan perasaan Mbak." tanyaku.

"Iya dek jadi gini ceritanya dulu saat Mbak Sari umur 17 tahun Mbak Sari itu diusir sama bapak. Alasannya karena bapak waktu itu sedang mabuk-mabukan dan ibu udah kewalahan sama sikap bapak. Bapak pun sering bawa perempuan lain ke dalam rumah bahkan 2 dari perempuan itu ada yang sedang mengandung, waktu itu Mbak Sari jadi kesel jadi sebel keluarga yang dulunya harmonis baik-baik saja dan tidak pernah yang namanya terusik kena gosip lah, bisa jadi hancur berantakan gara-gara minuman beralkohol. Akhirnya ibu pun menceraikan bapak. Sebenarnya Mbak Sari disuruh ikut sama bapak, menurut pengadilan agama saat itu karena saudara Mbak Sari banyak dan harus dibagi 2 tapi Mbak Sari nggak mau ikut bapak. Mbak Sari pun memutuskan kabur dari rumah. 1 hari sebelum kabur bapak bawa perempuan dan perempuan itu merokok. Mbak Sari langsung gambar perempuan itu, memang sih sebenarnya nggak boleh menampar orang yang lebih tua, tapi Mbak Sari sangat sangat sangat kesal sangat sebel sama bapak dan perempuan itu. Tega-teganya setelah perceraian bukannya bapak insyaf dan kembali ke jalan yang benar untuk mengurus anak-anaknya, menafkahi putra-putrinya, dia malah bawa perempuan lain dan memberikan uang nafkah tersebut ke perempuan itu. Mbak Sari kan jadi kesel, akhirnya bapak pun marah, bapak ngusir Mbak Sari. Tapi sebelum bapak ngusir bapak nelpon ibu agar disuruh ke rumah bapak, bapak sama ibu pun berantem hebat dan nggak sangka aja ibu pun langsung kena darah tinggi. Karena kaget perempuan yang bejat itu sama bapak bopong ibu ke rumah sakit. Mbak Sari nggak ikut ,Mbak Sari nggak mau melihat berantem-berantem mereka lagi, jadi saat mereka membawa ibu ke rumah sakit. Mbak Sari langsung kemas-kemas barang, enggak banyak bawa bawaan Mbak Sari. Waktu itu Mbak Sari bilang sama adiknya Mbak Sari, jaga diri baik-baik jaga rumah juga baik-baik waktu itu. Yang tinggal sama bapak ada Mbak Sari 1 kakak Mbak Sari dan satu adik Mbak Sari dan yang di ibu ada 4 sebenarnya. Mbak Sari pengen ikut ibu tapi ibu melarang karena takut bapak marah-marah, ya sudah Mbak Sari ikutin aja kata kata ibu dan kebetulan banget ada sebuah mobil pick-up yang menuju ke Jakarta karena plat nomornya B, jadi Mbak Sari pun mohon sama bapak sopir itu buat ngangkut Mbak Sari ke Jakarta dan mobil pick up itu isinya kayak box box barang dan Mbak saya harus himpit himpitan sama barang, tapi nggak papa lah Mbak Sari akhirnya kabur, sama kayak cerita kamu cuman bedanya ibu Mbak Sari masih ada sedangkan ibumu sudah tiada. Mbak Sari sangat bersyukur karena kedua orang tua Mbak Sari masih hidup dan sekarang mereka sudah berpisah tapi mereka masih menjalani kehidupan yang baik dan harmonis Mbak Sari tetap memberikan uang kepada mereka dan di Jogja adalah rumahnya ibu Mbak Sari, kalau rumah bapak Mbak Sari itu udah di Semarang, cuman tahun ini Mbak Sari nggak ke sana karena uang Mbak Sari belum cukup. Jadi cuma lewat video call aja. Bapak Mbak Sari memaafkan sikap Mbak Sari dulu setelah 4 tahun yang lalu. Begitu ceritanya dek". Kata Mbak Sari. "ah Mbak aku nggak nyangka lo ternyata cerita Mbak Sari itu lebih pahit daripada aku. Aku kira cuma aku aja pasti aku nggak akan kuat menerima kenyataan bapak bolak-balik bawa perempuan padahal masih ada ibu dan aku juga nggak punya kakak sama adik, aku anak tunggal dan waktu itu aja ibu tiri aku sayang banget sama aku". Kataku Mbak Sari pun mengatakan "kita punya nasib yang sama ya de".

Tiba-tiba dari arah belakang terdapat motor kebut-kebutan di jalan yang mengganggu pendengaran aku dan juga Mbak Sari, aku sudah tidak terkejut lagi di malam yang cukup larut terdapat kebisingan motor-motor yang ternyata ditumpangi oleh beberapa pemuda pemudi. Pemuda tersebut kelihatannya masih dibawah umur, dari mereka berpakaian dan juga tingkah laku mereka yang labil. "ih nyebelin banget sih malam-malam gini pada naik motor buat kebisingan begitu, kebut-kebutan lagi mbak. Di Jogja, di tempat aku, jarang ada yang kayak gini. Malah bunyiin motor tengah malam aja sudah disamperin sama pak RT. Ganggu warga". Kataku. Mbak Sari pun menjawab "Ya ampun dek berbanding terbalik sama tempat Mbak Sari. Kan adek tahu bapak Mbak Sari tuh suka bawa cewek lah, nggak jauh dari sana itu kayak ada bangunan yang isinya cewek sama cowok yang kelakuannya suka mabuk-mabukan, tapi sekarang udah ditutup karena didemo sama warga. Jadinya ditutup deh". Tiba-tiba dari arah belakang ada, seseorang yang mengatakan "Woi, minggir woy, nutupin jalan lo". Tiba-tiba motor tersebut jatuh, ternyata motor tersebut tertinggal dari kawanan kebut-kebutannya. "Dasar perempuan udah tengah malam, sendirian, nggak bener lu berdua". Katanya seraya membuka helm yang ada pada kepalanya. "Punya mulut tuh dijaga ya, saya ini dari kampung. Kamu ya, yang tengah malam ngapain kebut-kebutan, ganggu warga aja. Bikin kebisingan udah mana masih muda lagi, heran aku sama anak zaman sekarang. Bukannya belajar yang bener malah bikin kerusuhan". Kata Mbak Sari. "Enak aja lo, gua nih juga belajar. Belajar jadi pemotor yang handal, lagian dari kampung sok-sokan. Makanya kalau tahu di sini bising, lu cari dong kendaraan, ojek online ada ma bro ada juga taksi online, ngapain lu jalan, nggak punya duit ya?".Ejeknya. "Tutup mulut kamu, masih muda aja udah songong, gimana udah gede? Bisa bisa orang tua kamu dilawan. Jangan-jangan di rumah juga gitu ya, orang tuanya dilawan".Sindirku. Pemuda itu ternyata memandangiku dengan penuh tatapan. membuat aku menjadi gelisah. Aku pun berbisik kepada Mbak Sari. "Mbak aku takut ya sama mas-mas itu, masa dia ngeliatin aku sampai segitunya sih. Ih kan aku jadi gelisah Mbak, aku takut ". "Manis banget sih lu, kepang 2, tapi gayalu kampungan, sayang selera gua ga kampungan kayak lu". Ejeknya. Aku pun berceloteh. "Dasar, masih muda, masih ikut mama sama bapak aja gayanya selangit. Minta uang aja ngemis-ngemis kayak pengemis". " Sudah dek, sudah biarin aja. Biasa anak jaman sekarang dah biarin aja lagi". Mbak Sari pun menenangkanku. Kami pun melanjutkan perjalanan pulang ke kontrakan Mbak Sari. Kami pun melewati gang kecil dan lagi lagi gangguan menghalangi kami melewati gang tersebut. "Cewek,.. dari mana sih tengah malam gini. Gimana kalau gabung sama abang nih. Nanti abang ajak ke tempat bagus". Goda seorang pemuda. "Sembarang, di lakban dulu lambemu, aku ini baru dari kampung. Ada juga kamu goda goda aku dan adik aku". Marah Mbak Sari. "Galak banget sih Mbak sama abang.. Nanti bentar lagi bakal ada 10 orang yang lewat sini kan lumayan tuh ini baru ada saya doang, udahlah ikut abang aja ayo". Goda pemuda itu. "Mendingan kamu istirahat sana, tidur udah malam gini, mas mas bukan nyari kerja yang bener buat bantu orang tua malah jadi orang pengangguran kayak begini sih. Mau jadi apa bangsa ini kalau mas itu ada 100, 100.000, 100.000.000 bangkrut kali". Sindirku. "Anak kecil ngomong sembarangan aja sih, nantangin apa?".Tanyanya dengan Nada membentak. "Kamu juga mas mas. Emang bener apa yang dikatakan sama Ririn. Kamu udah dewasakaan, nyari kerja, dari zaman aku jadi pembantu di sana, kamu tuh kerjaannya nongkrong aja. Enggak pernah tuh badan kamu dipakaikan baju jas atau baju tukang tukang bangunan ataupun pekerja-pekerja lainnya. Bajunya ini lagi, ini lagi, hidupmu mau dibawa kemana nanti".Tegas Mbak Sari. "Lu berdua berani banget nyeramahin, gua belum tahu siapa gua lu ya!?". Tanyanya dengan nada sombong. "Kalau saya tahu situ siapa, terus saya bisa jadi pengusaha gitu? tidak mungkin kan?". Sindirku. "Dasar kep*r*t lu, mak gua aja, gua bentak. Apalagi lu". Dengusnya. Kami pun pergi meninggalkan pemuda itu dan melanjutkan perjalanan kami menuju kontrakan Mbak Sari sesampainya di sana Aku melihat kearah jam sudah pukul 23.05. Aku menjadi sangat takut karena saat kami menuju kontrakan banyak sekali gangguan dan halangan. Aku sangat takut aku tidak bisa bertemu dengan bude Mayang, pikiranku menjadi kacau. perasaan gelisah ini pun diketahui Mbak Sari. Mbak Sari pun mengatakan "Dek nggak usah takut kamu tuh ya cuma di godain doang kok, mereka nggak akan pernah ngejar-ngejar kamu. Dan kalau kamu nggak nakal, keluar malam-malam, apalagi jam segini nih kamu enggak kan diapa-apain sama mereka kok". perkataan Mbak Sari menenangkanku dan kegelisahan yang terus-terusan menghantui diriku pun mulai memudar. Setelah Mbak Sari dan aku rapi-rapi kami pun bersiap untuk tidur. Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam, Mbak Sari pun mengatakan "Dek kamu tidur aja, yakin deh besok Mbak Sari janji akan temenin kamu nemuin bude Mayang. Mbak Sari kalau udah janji ya pasti pasti pasti harus ditepatin. Itu ajaran dari ibu sama bapak Mbak Sari tahunan deh besok aja ntar kamu nggak jadi tidur tidur ya dek ya iya mbak makasih banyak ya Mbak aku jadi ngerepotin Mbak terus iya sama-sama aku pun meletakkan bantalku agar nyaman. Kontrakan yang hanya panjangnya hanya 8 * 10 meter ini cukup luas untuk aku dan Mbak Sari. Mbak Sari cukup beruntung tinggal di tempat nyaman dan aman walaupun harus jauh dari orang tua. Mbak Sari menjadi orang yang mandiri, dia tidak mengikuti aliran modern walaupun ia tinggal di tempat yang sudah cukup modern. Mbak Sari adalah orang yang baru kukenal dan terbilang yang belum pernah aku kenal, tapi entah kenapa timbul rasa sayang dalam diriku kepada Mbak Sari. Mbak Sari mempunyai perilaku yang cukup baik bagiku walaupun ia sangat marah dan tidak mengeluarkan kata-kata kasarnya. Entah kenapa Mbak Sari mengingatkanku pada sosok almarhumah ibu, tidak pernah marah dan tidak sungkan menolong orang lain ini. Aku sangat beruntung bertemu dengan Mbak Sari, dia adalah orang yang membuat aku menjadi ingat akan petuah ibu, jadilah orang yang baik dan jadilah orang yang tulus. Mbak Sari, Aku sangat sayang sama Mbak Sari, kalau nanti aku jadi orang yang sukses Mbak Sari akan jadi orang pertama yang akan aku cari dan aku banggakan didepan orang-orang. Nanti dimana Aku tidak akan pernah melupakan perjalanan bersama Mbak Sari. Terima kasih banyak Mbak Sari tidak terasa air mataku berlinang lagi karena mengingat sosok Mbak Sari yang sangat baik padaku.

Kukuruyuuuuuk, bunyi ayam jantan milik tetangga Mbak Sari pun berkokok membangunkan aku. Wajah lelah Mbak Sari tidak bisa ditutupi, aku pun berniat untuk memasak sarapan pagi untuk Mbak Sari dan aku pun melihat bahan-bahan di dapur. Bahan-bahan yang ada hanya untuk membuat nasi goreng telur mata sapi tetapi aku harus tetap membuatkanya untuk mengucapkan rasa terima kasihku untuk Mbak Sari. Setelah 20 menit aku meracik bumbu-bumbunya dan memasak nasi goreng, aku pun membangunkan Mbak Sari. "Mbak bangun, Mbak aku udah siapin nasi goreng spesial telur mata sapi khusus buat Mbak Sari. Mbak Sari bangun dong". Kataku. "Aduh dek, ngantuk banget. Nanti aja ya 10 menit lagi deh". Jawab Mbak Sari. "Aduh mbak ini tuh udah pagi udah jam 7 loh. Mbak bangun dong Mbak. Ayo bangun". Sahutku. "Iya iya, mbak bangun deh, kamu nih ya, mending gak usah buatin sarapan kamukan baru aja dari kampung. Harusnya nih Mbak Sari yang beliin kamu sarapan malah jadi kamu kan yang bikinin. Yaudah dimakan tapi sama kamu ya". Ajak Mbak Sari. "Iya deh Mbak, aku makan sama Mbak Sari. Kita makan bareng-bareng". Jawabku. Setelah sarapan aku dan Mbak Sari pun bergegas untuk mandi dan melanjutkan misiku yaitu mencari bude Mayang. Setelah bersiap-siap, kami pun berangkat menuju alamat yang tertera di kertas yang aku bawa dari Jogja. "Mbak tuh yakin banget deh rumahnya tuh di sekitar sini. Ini tuh alamatnya pas banget di sekitar sini, karena gak jauh dari alamat ini. Iya alamatnya majikan mbak, makanya Mbak hafal sama daerah daerah sini. Jangan ragu ya dek". Mbak Sari meyakinkanku. "Ya mbak, yakin kok Mbak, aku percaya kok sama Mbak Sari, aku yakin kok kalau Mbak Sari udah bilang ini pasti aku ikutin hehehe". Tawaku. "Sudah ayo kita kesana". Jelas Mbak Sari. Setelah beberapa menit berjalan, kamipun sampai di rumah sederhana, bangunannya sudah cukup lama tapi tidak terlalu tua, pagar besar hitam dan terpampang nyata jelas alamat yang ditulis di kertas yang aku bawa. "Nih bener Mbak Sari, di sini duh Alhamdulillah banget, aku seneng banget Mbak bisa kesini. Sudah kita panggil bude Mayang". Ucapku dengan penuh semangat. "Iya dek, sebentar ya, Mbak Sari panggil. Assalamualaikum ibu Mayang… Assalamualaikum ibu Mayang... Permisi". Teriak Mbak Sari. Tak berselang lama. "Iya sebentar". Sahut dari dalam rumah. "Iya siapa ya? Mbak ini siapa ya?". Tanya pemilik rumah. "Saya Mbak Sari dan apa benar pemilik rumah ini adalah ibu Mayang?". Tanya Mbak Sari dengan nada halus. "Iya benar saya sendiri ada apa ya Mbak?". Tanya kembali pemilik rumah tersebut. "Ini saya mengantarkan adik bernama Rinjani katanya alamat ini cocok dengan kakak dari ibunya ya itu ibu Mayang. Apa benar ini salah satu anggota keluarganya?". Tanya Mbak Sari. "Rinjani? (Wajahnya berubah menjadi terkejut) ya ampun Ririn, bude udah lama nggak ke Jogja. Bude kangen banget sama Ririn. Ririn darimana aja? ya ampun kok bisa sampai ke sini loh. Bude tuh sebenernya pengen jemput kamu karena itu wasiat dari ibumu. Ya ampun Mbak Sari terima kasih banyak ya mbak, sudah mau mengantarkan Ririn sampai ke rumah saya. Tadinya sih pengen jemput Ririn di Jogja tapi suami saya belum bisa berangkat karena banyak sekali pekerjaan. Kamu nyusul sendiri kesini? Ya ampun, oh ya, masuk dulu yuk, masuk Mbak Sari, Ririn, Ayo masuk dulu". Sambut bude Mayang dengan penuh kegirangan dan rasa haru. Setelah masuk, di dalam akupun tidak asing dengan sebuah motor yang terparkir. Rumahnya memang cukup luas tapi aku sangat jelas ingat tentang sebuah motor yang jatuh di belakangku, tapi aku ragu-ragu. Hampir semua motor yang memiliki gambar ataupun bentuk yang sama itu banyak sekali. Aku pun melupakan motor tersebut, kami pun disuruh duduk oleh bude Mayang. Bude Mayangpun memulai pembicaraan kami. "Kamu tuh sendiri dek kesini? Ya ampun Ririn, bude tuh jadi merasa bersalah kalau kamu datang sendiri ke sini. Maafin bude ya dek, bude jadi bikin kamu pergi jauh dari Jogja. Harusnya kamu sama bude malah sama Mbak Sari jadi ngerepotin Mbak Sari deh maaf ya Mbak. "Tidak apa-apa kok Bu malah saya seneng banget, karena ada teman perjalanan, teman senasib pula hehehe, ibu belum tau ya masalahnya Ririn?" .Tanya Mbak Sari. Bude pun menjawab "Masalah apa dek, Bude tidak tau, coba ceritakan semuanya". Akupun mulai bercerita banyak mulai dari masalahku dengan ibu tiriku, perjalananku, hingga bertemu dengan pemuda nakal yang menggodaku. Budepun menangis karena merasa ini kesalahannya, lalu aku pun berkata "Bude itu bukan salah bude, lagipula kan Ririn juga nggak tahu bude bakal jemput Ririn. Jadi Ririn juga main kabur aja bude". Jawabku. Aku dan bude pun berpelukan. Lalu tiba-tiba datanglah pemuda yang sama persis dengan pemuda yang menggodaku waktu ia jatuh kemarin malam. "Assalamualaikum Bu. Loh dia kan perempuan yang ngata-ngatain gua nih. Eh lu mau ngadu ya? Kok lu bisa tahu sih rumah gua?". Tanyanya keheranan. "Eh kamu sembarangan aja ngomongnya. Ini saudara kamu, sepupu kamu, ini Ririn anaknya adiknya ibu. Kamu ini main lu gua lu gua aja sih kayak sama orang lain, sama teman-temanmu yang brandal itu. Mulai sekarang motor itu ibu sita. Ibu udah denger semuanya dari mulut Ririn. Ririn ini anaknya cukup jujur dan polos, tidak seperti kamu yang kelayapan tengah malam. Pantesan aja ya, pintu kamar kamu tuh dikunci kalau malam minggu, ternyata ini toh kerjaan kamu, kapan le kamu sadar, sekarang kamu bawa barang-barang Ririn, masukkan ke kamar kamu, sekarang kamar itu adalah kamar Ririn juga. Ibu akan membuat sekat antara kamar kamu sama kamar Ririn. Jadi kamu tidak akan bisa mengunci kamarmu dari dalam lagi". Tegas bude Mayang. "Kamar udah Rangga hias bu, jadi buat cewek mah nggak bagus deh, ya jadi Ririn taruh di kamar pembantu aja, warna nya pas, sama Mbok pas banget". Cemooh pemuda itu. "Enak aja kamu ya, udah nakal masih aja mau berbuat banyak, denger ya ibu sudah mengatakan ini dan tidak bisa diganggu gugat, silahkan kamu bereskan barang-barang kamu, pindahkan sebagian banyak ke gudang atau kamu pilih tidur di gudang. Pilihan ada di kamu, silahkan dipilih!". Tegas bude Mayang. "Ini gak adil buat Rangga, gara-gara perempuan itu datang dari kampung, tengah malam dijalan, lu bikin gue susah, dasar akhhh". Berangnya. Laki-laki itu pun berlari menuju kamar miliknya dan membanting pintu sangat kencang, hingga membuat dua anak laki-laki bude keluar. "Ada apa sih Bu? kok si Rangga marah-marah sih. Beberapa minggu ini loh dia sering marah-marah enggak jelas? PMS kali dia, hehe".Seloroh salah satu anak bude Mayang. "Eh ada tamu toh, cantik lagi, siapa sih namanya". Goda salah satu anak bude Mayanh dengan nada bercanda. "Ririn kenalin, ibu punya 4 anak laki-laki yang pertama namanya Dimas Widayaka, dia udah SMA kelas 3, yang ini Abimanyu Wibisana, dia kelas 2 SMA ,yang tadi marah marah Rangga Bimasena, dia kelas 1 SMA sama kayaknya seperti kamu deh Rin, dan yang terakhir adalah Satria Mahardika, dia itu anak angkat bude, dia kelas 1 SMA juga sama kayak kamu. Sekarang dia sedang ada kegiatan di komunitasnya". Papar bude Mayang, lagi-lagi ada tatapan dari kedua anak bude Mayang yang membuat aku menjadi malu dan berseri-seri. "Aku nggak sangka loh bude, bude punya anak yang cukup baik dan juga cakep,.. perilakunya, hehe, sebelumnya maafin Ririn ya bude kalau Ririn bakal nyusahin bude di sini". Sahutku. "Iya ndok, nggak apa-apa malah bude yang jadinya merasa bersalah karena bikin kamu jadi kayak begini". Budepun menjawab. Lalu bude memelukku. Semuanya tersenyum dan terharu melihatku dan bude.