Chereads / MENJADI KELINCI PERCOBAAN DEWI DI DUNIA LAIN / Chapter 5 - EPISODE KEEMPAT: AWAL KEHIDUPAN BARUKU

Chapter 5 - EPISODE KEEMPAT: AWAL KEHIDUPAN BARUKU

"Nah, Nao. Pilihlah pakaian yang kamu suka."

"A-Apa tidak apa-apa Nao yang memilihnya, Tuan?" tanya Nao dengan ekpresi ragu-ragu.

"Tentu saja. Kamu kan yang akan memakai pakaiannya. Jadi, pilih sesukamu."

Setelah membeli tas selendang untuk menyimpan uangku, kami pun pergi ke toko pakaian. Rencananya aku akan membelikan pakaianku serta pakaian untuk Nao. Mau itu pakaian sehari-hari ataupun tidur.

Soal tas selendang. Tas ini hampir mirip seperti tas selendang yang pernah kulihat di duniaku. Bahannya sendiri terbuat dari kulit yang katanya adalah kulit sapi berwarna coklat. Lalu, ada batu magnet yang cukup kuat berfungsi sebagai penutupnya. Jadi, aku harus sedikit mengeluarkan tenaga untuk bisa membukanya. Kemudian, bagian dalamnya ada tempat yang luas sehingga aku bisa menyimpan beberapa benda yang cukup besar serta dua saku yang kugunakan sebagai menyimpan koin-koin yang merupakan mata uang dunia ini.

"Tuan, apa Tuan menyukai ini?"

Nao pun mengangkat dua benda yang mungkin satu set pakaian. Satu adalah rok coklat tua pendek dan satu lagi adalah baju polos berwarna cream yang sama dengan rambutnya dengan bagian lengan serta badan pendek sehingga aku berpikir kalau dia memakai itu maka penampilannya akan terbuka dengan mengekspos perut mungilnya yang langsing serta kemulusan seluruh lengan dan kakinya.

Tentu saja kalau ditanya apakah aku suka atau tidak, maka jawabannya adalah suka. Tapi, mana mungkin aku mengatakan itu. Apalagi dengan alasan aku suka karena pakaian itu bisa membuat Nao menjadi seksi.

"Ke-Kenapa kamu malah menanyakan apakah aku suka atau tidak?" kagetku. "Sudah kubilang, kan. Pilih yang sesuai dengan yang kamu suka."

"Itu…" gumam Noe dengan kedua daun telinga rubahnya mengatup dan kepala ditundukkan. "Nao tidak pernah memakai pakaian lain selain pakaian ini dan seragam pelayan… Jadi, Nao tidak tahu harus memilih yang mana…" lanjutnya dengan nada seolah bersalah.

Sepertinya memang benar kalau umumnya seorang budak itu tidak diperlakukan secara 'baik'. Padahal aku melihat kalau beberapa budak Axli terlihat baik-baik saja sehingga aku berpikir mereka diperlakukan baik. Tapi, ternyata tidak baik secara menyeluruh.

Yah, kurasa aku tahu kenapa Axli memperlakukan budak-budaknya cukup baik. Karena dia hanya menjaga agar budak-budaknya tetap dalam keadaan sehat dan baik-baik saja, sehingga bisa dijual dengan harga yang tinggi. Kalau saja dia bukan pedagang budak dan seseorang yang memiliki budak, pasti budaknya tidak akan terlihat sehat.

"Karena Nao bingung, jadi Nao memutuskan untuk memilih pakaian yang membuat Tuan senang. Lalu, Nao pernah mendengar kalau yang bisa membuat seorang laki-laki senang adalah pakaian yang terbuka… Jadi, Nao memilih ini…"

Mendengar jawabannya itu, daripada membantah kebenaran kalau aku sebenarnya suka dengan menyuruhnya jangan memilih itu atau kalimat aku tidak suka itu. Aku memilih untuk meletakkan tanganku di atas kepalanya dan mengelus dengan lembut kepalanya sambil memberikan kalimat yang membuatnya tenang.

"Terima kasih karena sudah memikirkanku, Nao. Kalau begitu, kita pilih sama-sama, ya."

"Hm~" balasnya yang sudah terlihat tidak sedih lagi sambil menganggukan kepala pelan.

Kami pun memilih pakaian kami secara bersama-sama untuk bisa saling memberikan penilaian agar bisa diterima oleh kami berdua. Sehingga kami pun menghabiskan sekitar dua puluh koin perak untuk membeli semua pakaian, beserta pakaian dalam.

Untung saja aku sudah mendapatkan informasi tentang nilai mata uang yang ada di dunia ini. Sehingga aku bisa sedikit terbantu dalam pembayaran atau mengukur apakah harga barang tersebut terbilang mahal atau tidak.

10 Koin Batu = 1 Koin Perunggu.

100 Koin Batu = 1 Koin Perak = 10 Koin Perunggu.

1.000 Koin Batu = 1 Koin Emas = 10 Koin Perak = 100 Koin Perunggu.

100.000 Koin Batu = 1 Koin Platinum = 100 Koin Emas = 1.000 Koin Perak = 10.000 Koin Perunggu.

Sepertinya informasi tentang harga mata uang di dunia ini yang kudapatkan dari Axli adalah benar. Buktinya, seluruh pakaian serta pakaian dalam yang kami beli kira-kira seharga tujuh puluh empat koin perunggu dan ditambah harga tas lima puluh koin perunggu, maka totalnya seratus dua puluh empat koin perunggu. Jadi, aku sudah mengeluarkan uang sebanyak satu koin emas, dua koin perak, dan empat puluh koin batu.

Setelah itu, aku memutuskan untuk segera mencari penginapan agar bisa menyimpan semua belanjaan kami. Langsung saja aku pergi ke tempat penginapan yang direkomendasikan oleh Axli dan untungnya saat kami pergi ke toko ini, kami sudah melewatinya jadi tidak perlu susah-susah mencarinya.

Sesampainya di sana, aku langsung memesan satu kamar dan mengatakan kalau Nao adalah budak pemuasku. Setelah membayar dua puluh dua koin perunggu untuk menginap ditambah makan pagi dan malam selama dua bulan itu.

Kemudian, selesai menyimpan semua belanjaan kami. Aku berencana untuk mendaftarkan kami ke guild sebagai Petualang. Karena aku sempat menanyakan sedikit tentang pekerjaan yang berhubungan dengan memburu monster.

Namun, sebelum itu, aku pergi ke pandai besi untuk membeli perlatan bertempur. Karena Axli juga memberikan rekomendasi, aku rela jauh-jauh untuk pergi ke toko itu dan sesampainya di sana. Aku mendapatkan kejutan.

"Apa-apaan dengan sampah ini!"

Teriakkan seseorang yang terdengar sangat marah itu diiringin oleh suara benda jatuh yang terdengar sangat keras sekali. Untungnya lantainya bukanlah besi, jadi tidak nyaring.

Berkat itu, aku dan Nao beserta orang-orang yang ada di toko secara spontan melihat ke arah keributan itu. Dapat dilihat ada seorang pria berzirah kulit sedang memarahi seorang pria tua berjenggot lebat berbadan pendek yang kuketahui adalah ciri khas dwarf dengan sebuah pedang patah tergeletak di depannya.

"Kau bilang pedang ini sangat kuat sekali! Bahkan tidak akan patah walau terkena serangan Golem!"

"Itu bukan pedang buatanku," bantah dwarf itu dengan tenang dan menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Jelas-jelas aku beli pedang ini di toko ini! Mana mungkin bukan buatanmu!" bantah pria itu dengan suara yang sangat keras dan menghentakkan kakinya ke lantai.

Walau begitu, dwarf itu terus saja membela diri dengan sikap yang tenang seolah intimidasi dari pria itu bukanlah apa-apa. Sedangkan pria itu, masih tetap saja marah-marah tanpa mempedulikan pita suaranya yang mungkin saja rusak.

Pertengkaran mereka terus berlangsung hingga seorang wanita dengan rambut panjang pirang serta daun telinga lancip datang. Sepertinya berkat kecantikannya serta keanggunannya, membuat pria itu berhenti marah-marah dan terpana kepadanya.

"Mohon maaf, Tuan Pelanggan," ujar wanita itu dengan lemah lembut. "Bolehkah saya mendengar masalah Anda?"

"I-Itu… Pe-Pedang saya pa-patah…" balas pria itu tergagap.

"Mohon maaf sekali lagi, Tuan Pelanggan. Apakah benar pedang itu adalah pedang yang kami buat?" potong wanita itu dengan lancar serta menggunakan nada yang lemah lembut.

"A-Aku baru ingat ada keperluan! Aku pergi dulu!"

Kemudian, pria itu pun keluar dari toko begitu saja dan para kerumunan yang menonton langsung membubarkan diri. Sedangkan aku, secara kebetulan mata kami bertemu sehingga aku pun diam di tempat.

"Maaf atas keributan tadi, Tuan," ujar wanita elf itu.

"Tidak masalah."

"Apakah Anda perlu bantuan?" tawar wanita elf itu dengan ramah. "Saya bisa membantu Anda dengan memberikan rekomendasi senjata serta armor yang Anda butuhkan, bila Tuan masih bingung ingin menggunakan apa saja."

Sementara wanita elf ini menawariku bantuan. Pria dwarf itu pergi begitu saja, tanpa mengatakan sepatah katapun dan tidak melihat ke arahku seolah tidak tertarik dengan pelanggan sepertiku.

"Maaf atas sikap suamiku, Tuan," ujar wanita elf itu. "Suamiku bukan orang yang tidak ramah, hanya saja karena selalu mendapatkan orang yang melakukan hal itu. Dia menjadi kurang ramah."

Tunggu dulu! Suaminya?!

Setahuku bangsa dwarf dan elf itu tidak pernah akur. Tapi kenapa ini bisa menjadi sepasang suami istri!

Dan lagi… bagaimana bisa dwarf yang…

Ah, tidak… Itu tidaklah penting. Aku tidak perlu mempermasalahkan hal itu…

"Eh, sering?" tanyaku untuk mengalihkan pemikiranku.

"Benar. Tapi percayalah, apa yang dikeluhkan oleh mereka tidak benar adanya. Saya bisa menjamin kualitas semua barang di toko ini. Walau itu adalah barang paling murah di toko ini."

Kalau saja aku adalah pelanggan yang kebetulan mampir kemari, pasti tidak akan percaya begitu saja. Tapi karena ini rekomendasi dari orang yang sudah kubayar mahal, pasti bisa dipercaya.

Kemudian, kami pun dipandu oleh wanita elf ini memilih beberapa keperluan bertempur kami. Mulai dari armor kulit, pedang, belati, dan lainnya. Kami benar-benar diberikan rekomendasi serta penjelasan yang membuat kami yakin untuk memilih barang tersebut.

Hasilnya, aku membeli armor kulit yang menutupi dada, sarung lengan, serta sepatu kulit. Untuk senjatanya, aku memilih pedang tangan satu, seperti yang direkomendasikan oleh wanita elf ini.

Sedangkan Nao menggunakan dua belati, sesuai dengan kemampuannya. Untuk armornya, hampir sama denganku.

Setelah membayar semuanya, yang memakan dua Koin Emas serta tiga Koin Perak. Kami pun pergi ke Guild untuk mendaftarkan diri, yang jaraknya tidak terlalu jauh dari toko itu.

Saat sampai di sebuah bangunan yang cukup besar yang merupakan Guild dan memasukinya. Aku bisa melihat cukup banyak orang yang membawa senjata atau berpakaian layaknya para petualang. Ada yang sedang melihat papan yang dipenuhi kertas, saling mengobrol di atas kursi ditemani minuman keras dan makanan, berlalu-lalang, dan mengantri ke meja resepsionis.

Seketika, jantungku berdetak dengan cepat karena merasa senang serta gugup. Senang akhirnya bisa mengalami hal yang sangat kuinginkan, yaitu menjadi seorang Petualang. Untuk gugupnya, karena ada beberapa orang yang memperhatikan kedatangan kami, apalagi kebanyakan yang memperhatikan kami adalah pria-pria yang terlihat sangar.

Dengan berusaha tidak mempedulikan hal itu, aku bersama Nao berjalan menuju meja resepsionis atau tepatnya ikut mengantri di barisan yang terlihat lebih sedikit. Dan setelah beberapa saat menunggu, akhirnya giliran kami.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya sang resepsionis wanita dengan ramah.

"Saya ingin mendaftarkan diri menjadi Petualang," jawabku yang sedikit gugup.

"Mohon tunggu sebentar, saya akan membawa berkas untuk persyaratan mendaftarkan diri menjadi Petualang baru."

Kemudian, sang resepsionis itu pun pergi ke belakang dan untungnya kepergiannya tidak lama. Saat kembali, sebuah kertas serta pena bulu yang berada di dalam kotak tinta dibawa olehnya.

"Silahkan diisi biodata Anda dan sertakan darah Anda di bawahnya," ujar resepsionis itu sambil menyerahkan kertas, pena bulu, dan pisau kecil.

Aku pun mengisi kertas itu, walau sedikit kewalahan karena tidak biasa menggunakan pena bulu. Terkadang tintanya ketebalan, terlalu tipis, dan malah menetes ke kertasnya. Untungnya, itu tidak menjadi sebuah masalah dan akhirnya selesai. Tinggal menyayat jariku dan menempelkan jarinya ke bagian bawah kertas.

Setelah beberapa kali menelan ludah dengan tangan gemetar, aku pun berhasil menyayat kecil jari telunjuk kananku dan darah pun keluar sedikit dengan rasa sakit yang tidak terlalu sakit. Langsung saja aku tempelkan ke tempatnya.

"Terima kasih sudah mendaftar. Biayanya sepuluh Koin Perunggu."

Langsung saja aku membayarnya dan resepsionis wanita itu pergi ke belakang lagi, setelah mengatakan untuk menunggu kedatangan kartu identitas petualangku.

Oh iya, Nao yang merupakan budak, tidak bisa mendaftarkan diri sebagai Petualang. Maka dari itu, tadi aku mendaftar sendiri.

Walau begitu, Nao masih bisa mengikuti kegiatan menjadi Petualang. Namun, tidak akan dipromosikan, naik pangkat, dan tidak dapat menyimpan uang hasil menyelesaikan quest atau mendapatkan hadiahnya walau sudah menyelesaikannya.

Setelah menunggu beberapa saat, sang resepsionis wanita itu kembali dengan sebuah kartu berwarna coklat serta buku kecil.

"Ini kartu serta buku tabungan Anda, Tuan," ujarnya dengan ramah. "Mohon bantuannya untuk ke depannya, Tuan," lanjutnya dengan diakhiri senyuman indah.

"Terima kasih," balasku sambil membawa kedua benda itu.

Kartu ini merupakan kartu identitas Petualang-ku. Isinya hanya nama sendiri, nama asal guild mendaftar yang terisi nama Tuird, serta peringkatku yang tertera F. Sedangkan buku tabungan ini, halaman depannya identitasku dan halaman selanjutnya hingga akhir list jumlah uang yang ditabungkan serta tanggal dan tanda tangan sebagai buktinya.

Yah, sayangnya, di dunia ini tidak ada kristal atau apapun yang bisa membuat seseorang menjadi tahu tentang kekuatannya seperti yang biasa aku baca atau nonton di anime. Jadi, aku pun tidak tahu apakah aku bisa pakai sihir atau tidak.

Menurut informasi Axli, di dunia ini memang ada sihir dan bahkan semua orang memiliki energi sihir atau disebut Mana. Namun, tidak semua orang bisa mengendalikan sihir.

Walau begitu, untungnya untuk menjadi Petualang tidak harus bisa mengendalikan sihir. Siapapun bisa mendaftarkan diri menjadi Petualang dan asal bukan seorang budak.

"Hei…"

Saat kami hendak untuk keluar dari guild, karena aku memutuskan untuk memulai pekerjaanku menjadi Petualang besok. Tiba-tiba ada seorang pria berbadan besar serta berkepala botak dengan pedang besar di punggung dan dua orang pria yang mungkin temannya di kedua sisinya menghadang jalan kami.

"Kau… Petualang baru, ya?" tanya pria itu dengan nada berat dan terasa mengitimidasi.

Aku hanya menjawab dengan anggukkan saja. Dengan kondisi was-was karena merasa akan terjadi hal yang tidak beres.

Aku jadi teringat dengan anime kulihat atau cerita yang pernah kubaca. Pasti MC yang baru saja menjadi Petualang akan diejek dan ditantang, mirip mau ngeospek. Artinya, aku harus berurusan dengan mereka.

Kalau saja aku memiliki kekuatan yang besar seperti para MC di anime atau cerita, aku tidak akan merasa was-was atau takut. Tapi, aku ini tidaklah seperti itu, apalagi aku sebenarnya dikutuk dan bukan diberkahi.

"Kalau kau kesulitan atau ada hal yang ingin ditanyakan seputar quest, jangan ragu untuk menanyakannya kepada kami atau resepsionis."

Setelah mengatakan itu sambil memegang pundakku dengan satu tangan, pria itu beserta kedua temannya pergi melewatiku begitu saja.

Butuh beberapa detik untukku tersadar dengan apa yang terjadi. Padahal kupikir akan ada dialog seperti menyerahkan Nao kepada mereka agar aman atau pengejekkan kepadaku karena menjadi Petualang dengan penampilan yang terlihat lemah. Tapi, ternyata hanya begitu saja.

Yah, sudahlah. Yang penting aku tidak perlu menghadapi situasi yang merepotkan dan aku tidak boleh macam-macam di sini, walau tadi disambut cukup baik.

"Tuan, Tuan baik-baik saja?" tanya Nao yang terlihat cemas.

"Aku baik-baik saja," jawabku sebaik mungkin agar tidak membuatnya semakin cemas. "Ayo kita kembali ke penginapan."

Setelah Nao mengangguk dengan senyuman kecil yang terlihat ceria, kami pun keluar dari guild dan pergi ke penginapan untuk beristirahat.

Walau aku mendapatkan kutukan yang entah apa itu, tapi kuharap besok akan baik-baik saja.