Kedua mata rubah itu berwarna hitam jernih bagaikan sebuah kristal hitam. Sorot matanya menunjukkan betapa cerdiknya rubah itu. Saat ini rubah tersebut sedang mengamati Ye Chen dengan perasaan takut.
Sementara itu, Ye Chen dibuat terkesima saat tahu bahwa seekor rubah ternyata dapat mengeluarkan ekspresi layaknya manusia. Rubah itu benar-benar nampak indah di mata Ye Chen.
"Hei, siapa namamu?" Tanya Ye Chen secara tidak sadar. Ia kemudian bergumam. "Kenapa aku mengajak bicara seekor rubah?" Ia kembali menatap rubah itu lalu berkata, "Kamu bukan rubah yang ada dalam legenda itu, kan? Kamu hanya memiliki tiga ekor, bukan sembilan ekor."
Rubah itu tidak bersuara dan hanya mengangkat dua cakar kecilnya untuk menggaruk-garuk wajahnya lalu menatap remeh pada Ye Chen.
Hal itu membuat Ye Chen tertegun. Tingkah rubah itu begitu menyerupai seorang manusia. Ia jadi semakin penasaran dengan rubah ini, dalam hati ia berkata, "Jangan-jangan ia benar-benar siluman rubah?"
Ia memandangi rubah itu dan melihat ada darah yang terus mengalir dari kaki hewan itu. Ia pun bergegas mengambil kain kasa dan obat-obatan dari dalam lemari untuk mengobatinya.
"Entah siapa yang menggigitmu sampai seperti ini," ujar Ye Chen. "Mulai hari ini aku akan memanggilmu A Li."
Mata rubah itu bersinar dalam sekejap, seolah ia memahami perkataan Ye Chen barusan.
Ye Chen menghentikan pendarahan di kaki A Li dengan menggunakan obat-obatan lalu mengambil kain kasa untuk membalut luka tersebut.
Saat Ye Chen membalut lukanya, A Li sama sekali tidak bergerak dan nampak menurut.
Sebuah aroma wangi tiba-tiba menyerbak di ruangan itu. Hal itu membuat Ye Chen tertawa lalu berkata, "Kamu juga punya aroma tubuh? Melihat bulumu yang sangat bersih, kamu pasti salah satu bunga desa di tempatmu, kan?"
Pipi A Li memerah karena tersipu malu setelah mendengar ucapan Ye Chen barusan.
"Kamu juga bisa tersipu malu? Kamu bukan siluman rubah, kan? Oh ya, aku belum tahu kamu ini jantan atau betina!" Ye Chen berkata sembari mengangkat A Li.
A Li yang seolah mengerti dengan perkataan Ye Chen tiba-tiba meronta.
"Jangan bergerak, biarkan aku memastikan apakah kamu ini jantan atau betina. Eh, kenapa tidak ada?" Tangan kiri Ye Chen menekan A Li, tangan kanannya meraba-raba permukaan bulu Ye Chen yang tebal lalu dengan riang ia berkata, "Ketemu. Ternyata kamu betina ya."
Bulu seputih salju yang dimiliki A Li tiba-tiba memerah karena malu. Hal itu benar-benar membuatnya terlihat semakin indah. Namun rubah itu tidak berhenti meronta-ronta.
Ye Chen yang menyadari hal itu pun akhirnya memutuskan untuk melepaskan A Li.
"Apa yang kamu takutkan? Kamu siluman, sedangkan aku manusia. Aku tidak mungkin berbuat aneh-aneh padamu." Ye Chen tertawa saat melihat bulu-bulu A Li berdiri. Ia kemudian menjulurkan tangan seolah ingin menangkap A Li. "Jangan bergerak, nanti lukamu terbuka lagi." Sebuah ide buruk tiba-tiba terlintas di kepalanya. Kalau sampai rubah itu melakukan sesuatu pada Ye Chen, bukankah itu berarti bahwa rubah itu sama dengan siluman yang ada di dalam legenda? Hal itu membuat Ye Chen ngeri dan buru-buru menghapus pikiran itu.
Melihat Ye Chen mengulurkan tangan membuat A Li tiba-tiba menjatuhkan diri di atas kasur. Ia tidak ingin membiarkan Ye Chen menyentuhnya.
"Oke. Aku tadi hanya ingin memastikan kamu ini betina atau jantan, maafkan aku. Lain kali aku tidak akan seperti itu lagi." Ye Chen meminta maaf sambil tertawa. Ada sedikit perasaan aneh pada dirinya ketika ia sadar bahwa ia sedang meminta maaf pada seekor rubah.
Ye Chen tersenyum pasrah ketika melihat A Li tiba-tiba masuk ke dalam selimut. "Hari sudah larut, aku harus pergi makan. Lebih baik kamu tidur di sini saja. Aku akan kembali setelah makan."
Usai menyelesaikan kalimatnya, Ye Chen berdiri dan berjalan pergi meninggalkan rumah.
A Li mendongak ke arah pintu ketika bayangan Ye Chen sudah tidak lagi terlihat. Bola matanya yang berwarna hitam itu kembali bersinar dan dalam sekejap bulunya yang berwarna putih kembali merona.
Sesampainya Ye Chen di ruang makan, beberapa saudara seperguruan nampak menyapanya. Mereka yang semula sibuk melahap makanan tiba-tiba bergegas meninggalkan ruang makan. Hal itu membuat Ye Chen bertanya pada Ye Meng yang kebetulan juga sedang makan di sana. "Ye Meng, mereka kenapa?"
"Kak Ye Chen, setelah melihat kejadian di ruang tamu hari ini, mereka semua mengerti dan sangat marah. Mereka semua memutuskan untuk lebih giat berkultivasi agar dapat meningkatkan kekuatan. Aku sudah selesai makan, aku pergi dulu ke aula untuk berlatih kungfu. Sampai jumpa, Kak." Setelah menjawab pertanyaan Ye Chen, Ye Meng bergegas pergi.
Ye Chen terdiam kemudian membatin. "Kalau terus seperti ini, maka kita tidak perlu takut lagi kepada klan Yun."
Setelah itu Ye Chen mengambil makanan dan duduk untuk menikmati makanannya. Saat ini, tiba-tiba ia memikirkan A Li yang kelakuannya sangat mirip dengan manusia. "Entah A Li berasal dari mana, namun spiritualitasnya sangat tinggi." Hal itu tiba-tiba membuatnya bertanya-tanya. "Tidak mungkin A Li sudah pergi, kan?"
Setelah dipikir-dipikir, seharusnya A Li tidak mungkin dapat pergi jauh karena kakinya sedang terluka. Kalau sampai nekat pergi jauh, itu akan membahayakan diri sendiri. Tetapi bagaimana mungkin seekor rubah bisa berpikir sejauh itu? A Li tadi kelihatan sangat kesal, mungkin ia sengaja menunggu Ye Chen keluar untuk melarikan diri.
Memikirkan hal itu membuat Ye Chen jadi kehilangan nafsu makannya dan memutuskan untuk bergegas kembali ke rumahnya.
Ketika melintasi aula latihan, Ye Chen sedikit terkejut karena di sana masih ramai meskipun hari sudah cukup larut. Kejadian seperti ini benar-benar belum pernah terjadi sebelumnya.
Akan tetapi Ye Chen sedang tidak ingin berkultivasi untuk saat ini. Sekarang ia hanya ingin segera pulang ke rumah. Sesampainya di sana, ia langsung menuju ke kamar dan melihat ke arah ranjang untuk mencari-cari keberadaan A Li. Namun nihil, A Li tidak ada di sana. Hal itu ternyata membuat Ye Chen sangat kecewa.
Ia sama sekali tidak tahu ke mana perginya rubah itu. Pegunungan Lianyun sangat berbahaya, Ye Chen tidak mungkin pergi ke sana untuk mencarinya. Ye Chen menghela napas dan menjatuhkan pandangannya pada secarik kertas putih di atas meja.
Setelah melihatnya, Ye Chen pun tertawa sendiri. A Li sepertinya sengaja mencelupkan kakinya ke dalam tinta lalu mengecapkan cakarnya ke atas kertas putih itu seolah ingin meninggalkan pesan pada Ye Chen.
"Rubah itu ternyata bisa menulis?" Ye Chen membayangkan A Li sedang menarik secarik kertas putih lalu menggunakan cakarnya untuk menulis di atas kertas. Membayangkan hal itu membuat Ye Chen jadi tertawa sendiri.