Jovan tidak mempercayai apa yang ia lihat, sejak kapan negri ini mempunyai produk jam digital yang begitu cangih dan keren seperti itu. Ia berfikir, selama ia tinggal di jakarta dia tidak pernah melihat hal seperti ini sebelumnya dan tidak ada produk semacam itu. Dan jika pun benar ada mungkin di jakarta akan terlebih dahulu menjadi trend disana.
Apa aku bermimpi?
Jovan menghentikan langkah remaja yang terlihat seumuran dengannya, lalu ia menanyakan " Permisi mas, kalau boleh tahun ini dimana dan tahun berapa sekarang?." .
Orang tersebut memandang Johan dengan tatapan merendahkan, lalu ia menjawab " saat ini kamu berada di stasiun sasaksaat dan sekarang tahun 2022". "Apa? 2022, bagaimana mung..kin..". Lagi-lagi orang tersebut memandang jovan dengan tatapan merendahkan jovan, lalu ia pergi begitu saja meninggalkan jovan yang tengah berdiri diam kebingungan dengan apa yang terjadi padanya.
setelah ia tersadar, ia melihat sekeliling stasiun itu dan menanyakan kepada semua orang yang melintas di dekatkatnya. Menanyakan dari satu orang ke orang yang tengah berjalan disana. Mereka semua melihat jovan dengan tatapan aneh dan bahkan menganggapnya gila, karena jovan terus menerus menanyakan pertanyaan yang sama di setiap orang yang tengah lalu lalang disana.
" Apa kau telah melewati melewati lorong waktu sasaksaat?." Ucap seorang laki-laki tua yang tengah berdiri tidak jauh dari tempat jovan berdiri. Lantas Jovan yang mendengar ucapan itu ia menghentikan tingkahnya yang konyol tersebut. Jovan pernah mendengar bahwa ada Mitos terowongan sasaksaat bisa menghantarkan kamu kedunia yang berbeda dan danya orang-orang tertentu yang bisa melakukannya.
Jovan berbalik menghadap laki-laki tua itu "Apa... kau percaya padaku?" ucap Jovan dengan sangat hati-hati ia mengucapkan kalimat itu. Karena semua orang yang ia tanyai menganggap bahwa dia gila.
Betapa senangnya jovan, akhirnya ada yang percaya padanya ia tersenyum kepada lelaki tua itu dan berjalan mendekat kearahnya.
Mereka berdua tengah tenga terduduk di kursi yang ada disana dengan sebuah roti yang ada di tangan mereka,laki-laki tua itu menceritakan apa yang pernah ia ketahui duu bahwa sebuah terowongan bisa mengantarkan manusia ke dimensi yang berbeda dan salah satunya adalah terowongan sasaksaaat.
"Kau pasti berasal dari zaman sebelum ini kan."Jovan hanya mengangguk mendengar pertanyaan dari laki-laki tua itu dan memakan roti yang ada di tangannya. "Aku tau dari gaya pakaianmu yang terlihat tidak modis dan sangat lusuh." laki-laki tua itu ketika mengucapkan kata lusuh ia tertawa ringan dan melihat kearah Jovan.
Itu memang benar lihatlah pakaian Jovan dengan laki-laki tua ini. Jovan terlihat lusuh dan mirip seperti pakaian pengemis yang tengah duduk disana sedangkan laki-laki tua ini terlihat modis dan gayanya sangat keren. Jovan berfikir apakah bertambahnya usia manusia akan terlihat aneh seperti ini bahkan ia mengenakan pakaian yang seharusnya di gunakan oleh cucunya yang berusiadelapan belas tahun.
"Bagaimana aku kembali?." tiba-tiba saja Jovan bertanya kepada laki-laki tua itu. "Kenapa kau harus kembali bukankah saat ini sangat hebat dan cangih sebuanya serba praktis. maksudku kenapa kau kau kembali ke zaman yang menyusahkanmu." tanya mbah joko itu, dia adalah laki-laki tua yang mempercayai cerita Jovan.
"Aku tidak mungkin terus disini dengan keadaanku yang seperti ini?." dan dijawab anggukan oleh mbah joko tersebut seakan ia tau apa yang difikirkan Jovan ini. "Kau harus melakukan yang terbaik, suatu saat nanti kita akan bertemu lagi pada tahun yang sama seperti sekarang." mbah joko mengucapkan nya sambil tersenyum.
"Baiklah sampai nanti kau juga akan kembali bukan?." tanya mbah joko kepada jovan dan dijawab anggukan oleh jovan. Tidak lama setelah itu mba joko bangkit dari kursi yang sendari tadi ia duduki dan tidak lupa ia menepuk-nepuk pundak Jovan dengan pelan, sebagai tanda percakapan telah selesai.
Jovan akhirnya kembali ke Jakarta. Dengan mengambil rute yang sama seperti saat ia berangkat tadi. Jovan merasakan suasana yang berbeda setelah ia melewati terowongan sasaksaat itu, ia melihat semua penumpang kereta api terlihat berbeda. Mereka tidak sama seperti saat Jovan naik kereta sebelum melewati terowongan itu.