Cukup mahir kini Dayu mengendalikan Pleno. Mas Ajib pun sesekali melepaskan Pleno di bawah pengendalian Dayu dan teman-temannya. Siang itu lagi-lagi mereka bermain dengan Sudan dan Pleno. Fuad dan Joko mengendali Sudan sementara Dayu dan Merlin mengendali Pleno. Tujuan mereka adalah membawa gajah jinak asal Way Kambas itu mencari makanan segar di dalam kawasan hutan Register 45 ke arah Pematang Panggang. Dengan jalan pintas, lokasi yang dituju hanya memakan waktu empat puluh lima menit. Jalur jalan pintas itu melewati areal perladangan dan kebun milik warga Budi Aji.
Empat sekawan itu bersiul-siul kecil di atas punggung gajah, sementara anak-anak seusia mereka yang kebetulan melihat aksi pawang cilik itu memandang iri karena melihat kepiawaian mereka mengendalikan dua ekor gajah besar itu. Bangga sekali rasanya Dayu. Dadanya sesak membusung karena rasa bangga dan senang. Pleno tetap dalam kendali penuhnya. Suasana sedikit berubah ketika mereka mulai menerobos jalan pintas yang ditumbuhi semak belukar. Jalan yang tak rata itu membuat kenyamanan duduk di atas punggung gajah berkurang. Agar tidak terjatuh, harus mencari keseimbangan atas langkah kaki gajah di jalan tak rata. Teriakan-teriakan kecil dari pawang cilik itu justru menambah riang suasana.
Sayangnya ketika petaka menanti di depan mata, pawang gajah cilik itu tidak menyadarinya. Di hadapan mereka terhampar ladang jagung seluas satu hektar lebih. Batang-batang hijau yang di sela-selanya telah ditumbuhi buah jagung muda memang hanya pemandangan biasa untuk manusia. Namun bagi Sudan dan Pleno ladang itu justru membuat perutnya keroncongan. Betul saja, ketika melintas di areal perladangan jagung itu, Sudan dan Pleno kembali berulah. Mereka menjadi liar dan tak terkendali. Seluruh teknik mengendali gajah telah dikeluarkan namun Sudan dan Pleno tetap tidak mau merubah langkahnya. Gajah masuk ke dalam ladang jagung. Di sana, tanpa bisa dicegah lagi, Sudan dan Pleno menggelar pesta jagung mentah. Dayu, Merlin, Fuad dan Joko hanya bisa pasrah. Satu hektar lebih areal perladangan jagung porak poranda dilahap Sudan dan Pleno. Seketika pawang-pawang gajah amatir itu pucat pasi. Bahkan ketika kedua gajah itu bisa dikendalikan lagi, wajah empat sekawan tersebut masih pias.
Sudan dan Pleno telah kenyang melahap ladang jagung. Perjalanan ke hutan register 45 diurungkan, mereka memutar arah menuju jalan pulang. Kedatangan pawang cilik itu ternyata telah dinanti oleh Pak Naryo, ayah Fuad yang menjabat sebagai Kepala Kampung. Di ruang tamu rumahnya nampak Mbah Dirun, pemilik ladang jagung. Sudan dan Pleno dimasukkan ke dalam kandang, sementara empat sekawan itu masuk ke dalam rumah.
Nampak di ruang tamu itu Mas Ajib dan Mas Parno. Dayu pucat pasi, begitu pula tiga sahabatnya. Ternyata kedatangan Mbah Dirun untuk meminta pertanggungjawaban ladang jagung miliknya yang dirusak Sudan dan Pleno. Saat itu, Fuad yang paling pucat pasi. Belum sempat berkata apa-apa, tamparan tangan dari ayahnya yang disegani masyarakat itu mampir di pipinya. Dayu, Merlin dan Joko tubuhnya makin mengerdil. Tak sanggup lagi mereka berkata-kata untuk sekedar meluruskan masalah atau mencari alasan pembenar.
Beruntung Mas Ajib dan Mas Parno menengahi persoalan tersebut. Pawang gajah itu mengakui kelalaian mereka mempercayakan Sudan dan Pleno kepada empat sekawan yang masih amatir tersebut. Penjelasan itu mencairkan suasana. Pak Naryo meminta Mbah Dirun menghitung kerugiannya. Semua kerusakan akibat ulah gajah jinak itu ditanggung oleh ayah Fuad. Kami berempat menghembuskan nafas lega. Namun akibat peristiwa itu, berakhir pula petualangan Dayu menunggang gajah. Mas Ajib dan Mas Parno tidak lagi memperbolehkan mereka bermain dengan gajah tanpa pengawasan pawang senior.
*****