Nenek, Dayu dan Lanai kembali ke kota. Lanai masih gelisah soal hasil ujian akhirnya. Namun setelah melihat papan pengumuman dan namanya masuk sebagai siswi yang lulus ujian akhir, senyumnya mengembang. Apalagi nilai NEM nya cukup baik, sehingga dapat mendaftar di sekolah negeri yang dikelilingi pohon tangkil itu. Ya, rata-rata siswa dari tiga sekolah dasar yaitu SD 1, 2 dan 3 di lingkungan perumnas Wayhalim lah yang melanjutkan di SMP itu. Pasti Mahali juga sekolah di sana, begitu harapnya dalam hati.
Hanya satu sekolah yang ditujunya, SMP Negeri Tangkil. Sekolah itu terhitung sekolah baru. Kendati sekolah negeri, gedungnya bertingkat dua dengan arsitektur masa kini. Sekolahnya terlihat bersih dan rapi. Ketika Lanai diterima, sekolah itu baru meluluskan satu angkatan, itupun bukan angkatan pertama tetapi siswa pindahan yang ditampung di kelas dua. Angkatan pertama yang bersekolah dari kelas satu, saat itu baru kelas tiga.
Hari itu, hari pertama Lanai masuk sebagai siswa di sekolah ini. Ia masih bingung kelas mana yang akan ditujunya. Dari hasil pengumuman kelulusan, ia diterima di kelas 1.A. Namun Lanai bingung di mana lokasi kelas berada, terlebih lagi seragamnya yang masih putih merah itu menambah ketidakpercayaan dirinya. Ia masih memakai seragam SD karena seragam baru SMP yang dibuat oleh pihak sekolah belum jadi. Saat ia kebingungan, dilihatnya si kerempeng tengah melirik ke arahnya.
Harapan Lanai terwujud, ternyata Mahali juga sekolah di sini. Tanpa ragu, Lanai menghampirinya. Atas bantuan si kerempeng, Lanai akhirnya sampai di depan kelasnya. Berbunga-bunga hatinya saat itu. Ada energi positif yang mengalir dari anak laki-laki itu untuk Lanai.
Berdasarkan jasa tetua di kampung mereka, Dayu juga akhirnya pindah sekolah ke kota. Ia masuk ke SMP swasta yang berada di dekat rumah nenek. Seharusnya Dayu pindah ke sekolah negeri tetapi karena terlambat mendapat surat pindah dari sekolah yang lama, maka ia akhirnya diterima di sekolah swasta. Yang penting dia tidak harus mengulang dari kelas satu lagi. Dayu senang diterima di kelas dua meskipun di sekolah swasta.
Kedua kakak beradik itu kini tinggal bersama nenek. Bukan Dayu namanya kalau tidak membuat masalah. Akibatnya nenek sering uring-uringan. Dayu kerap pulang sore hari, ada-ada saja alasannya. Yang mengerjakan pe-er lah, pratikum, les di sekolah. Namun terlepas dari semua kenakalannya itu, Dayu merupakan anak yang perhatian. Tak segan-segan ia memijit-mijit tubuh neneknya kendati ia sedang dimarahi. Suasana rumah menjadi lebih hidup dengan kedatangan Dayu. Karena kehadirannya, Lanai dan neneknya tidak ingat lagi penyakit lama Lanai. Ia menghadirkan aura positif di rumah nenek. Bila merunut pada petuah Gede, maka peran Dayu memang sebagai penjaga Lanai.
*****