Lizzy membuang napas kasar. Dimatikan layar ponsel dan menoleh kepada Saga. "Ayolah Saga, kau tahu hubungan kita tak akan berhasil. Jadi aku mohon sama kamu tolong ceraikan aku." Saga mematung. Cengkramannya begitu erat.
"Tidak, aku tak mau!" Lizzy mengembuskan napas berat. Susah sekali mengajak Saga untuk bekerja sama yang kini layaknya anak kecil. Belum sempat membuka mulut, bibir Lizzy dibungkam oleh Saga dengan bibir juga.
Melumatnya dengan lembut, meluahkan kasih sayang dalam ciuman itu. Lizzy mendorong Saga dan menggelengkan kepalanya, lalu pergi keluar. Saga terduduk. Apa keputusan Lisa sudah bulat untuk bercerai dengannya?
💟💟💟💟
Lizzy bernapas lega. Akhirnya sampai juga di perusahaan. "Lizzy, kamu kok datangnya terlambat?" ketus Eka.
"Iya ada masalah, maaf ya." Eka membuang napas dan segera menyuruh Lizzy masuk ke dalam ruangan Bos. Sepanjang urusan pekerjaan, entah kenapa Lizzy merasa ada yang aneh.
Sesuatu hilang darinya tetapi apa? Ah, dia tak tahu. Lizzy harusnya fokus dalam membongkar niat Kessi yang tinggal beberapa hari lagi. Dia mendapat informasi dari temannya bahwa akan ada pesta yang diadakan oleh seorang producer. Di dalam daftar tamu terdapat nama Kessi yang memang sebagai seorang model begitu juga dengan Saga.
Sungguh keberuntungan, Lizzy mengenal sang producer dan memintanya dengan sopan undangan untuk beberapa orang. Yah, Lizzy akan membuat hukuman Kessi tepat pada saat pesta itu.
"Terima kasih karena sudah memberikanku undangan untukku dan teman-temanku. Pasti aku akan datang, sekali lagi terima kasih." Lizzy membuang napas kasar. Kepalanya tiba-tiba saja pening membuat dia harus memijit pelipisnya.
"Kau kenapa?" tanya Eka. Wanita itu datang dengan membawa kopi hangat untuk Lizzy. Dia melihat kondisi Lizzy yang tengah sakit.
"Kepalaku tiba-tiba saja pusing." keluh Lizzy yang tengah memejamkan kedua matanya.
"Bagaimana kalau kau jalan-jalan?" Lizzy membuka matanya menatap Eka.
"Jalan-jalan?"
"Iya jalan-jalan. Aku rasa kau lelah dengan urusan kantor dan perlu menenangkan diri. Pergilah, cari udara segar."
"Apa tak apa-apa? Masih banyak pekerjaan di sini."
"Iya, Lizzy. Aku akan mengurus semua. Jangan memaksakan diri." Lizzy berdiri dan tersenyum.
"Jika aku sudah baikan, aku akan datang lagi." katanya sambil memeluk Eka. Kemudian Lizzy membereskan barang-barang lalu pergi.
Lizzy terus berjalan tanpa arah, jalan yang dilalui oleh Lizzy sangatlah padat dipenuhi oleh banyak orang. Sayangnya, kedua mata Lizzy kosong dan ekspresi datar ditampakkan wajah Lizzy.
Dia terus berjalan sampai ke sebuah taman di mana beberapa anak muda tengah asyik bermain skateboard dan kegiatan lainnya. Lizzy tak berminat lalu duduk tak jauh dari mereka hanya sekadar untuk melihat kegiatan mereka.
Masih di sana, dia mendengar suara napas berat lalu gumaman dari seorang yang mabuk. Lizzy merasa terganggu dan menoleh hendak menegur. Tubuhnya terperanjat, kedua matanya melebar menemukan sosok Saga yang tengah mabuk berat. Di kanan kirinya terdapat banyak sekali botol bir.
Saga sepertinya tertekan dengan ucapan Lizzy dari tadi. Simpati datang melihat kacaunya Saga sekarang. Didekatinya pria itu dan memunggut beberapa botol bir itu untuk di buangnya ke tong sampah terdekat.
Dia kembali kepada Saga yang sudah tertidur karena efek mabuk. Lizzy dengan hati-hati menyentuh Saga. "Saga ayo bangun." Saga membuka kedua matanya.
"Lisa," dia bangun dan memeluk erat tubuh Lizzy.
"Aku pikir aku akan kehilanganmu. Jangan pergi lagi ya." Lizzy termenung sesaat dan membalas pelukan Saga.
"Iya aku tak akan pergi." Lizzy melakukan hal tersebut semata-mata untuk menghibur Saga. Setidaknya itu yang dia tetapkan dalam hatinya.
"Ayo kita pulang." Saga melerai pelukan, menatap Lizzy sesaat lalu menggandeng tangannya pulang menuju apartement. Sampai di sana, Saga langsung tidur karena efek mabuk sementara Lizzy lebih membaca buku di dekat Saga yang kini telah tertidur pulas di sofa panjang.