Ponsel Lizzy berbunyi menandakan sebuah panggilan masuk. Dia segera mengangkat telepon tersebut tanpa memperhatikan layar siapa yang menelpon. "Halo,"
"Halo, Lizzy. Kenapa kau tak mengangkat telepon dariku? Lalu kenapa kau tiba-tiba mengambil cuti beberapa bulan? Bukankah kau mengambil cuti hanya untuk beberapa hari kenapa tiba-tiba kau.." Lizzy membuang napas pendek mendengar sekertaris sekaligus sahabatnya dengan suara cemprang bertanya beberapa pertanyaan.
"Tenanglah Eka, kalau kau terus bertanya kapan aku menjawabnya." Eka langsung diam karena Lizzy memprotes, dia mengenal sangat baik Lizzy jika sekali dia memprotes dan orang yang diprotes membangkang maka yang akan didapatkan oleh orang itu hanyalah perkataan tajam dari mulut Lizzy.
"Saudaraku, pagi ini dia berusaha bunuh diri." Eka tercengang, berita yang disampaikan oleh Lizzy mendadak sekali. Eka diam ingin mendengar kelanjutan berita tersebut.
"Dia mengiris pergelangan tangannya dan pingsan karena kehilangan banyak darah. Dia stres karena pernikahannya hancur. Aku tak tega jadi aku pikir sebaiknya aku menemaninya sampai pulih." ujar Lizzy, tak ada kebohongan hanya saja dia merahasiakan rencana yang dia pikirkan baik-baik.
"Oh begitu, kasihan sekali. Hm, okay kalau itu alasanmu aku tak akan memprotes lagi. Oh iya, tolong katakan pada Lisa semoga dia cepar sembuh." Lizzy hanya menggumam sebagai respon.
"Hufthhh ... kau beruntung sekali bisa cuti beberapa minggu, kalau aku pasti sudah dipecat." Lizzy hanya tersenyum tipis mendengar curhatan Eka.
Langkah Lizzy terhenti saat melihat Ibu Saga yang dipanggil Bunda tampak sibuk di dapur, memori Lizzy kembali terlintas saat dia datang tadi dan wanita paruh baya itu senang melihatnya bahkan memeluknya.
Sikap Bunda Saga sudah cukup membuktikan, dia tak sama dengan anaknya yang brengsek. Bersimpati, Lizzy mematikan telepon setelah dia mengatakan pada Eka bahwa dia akan menutup teleponnya. Dia lalu mendekati Bunda Saga dan menawarkan bantuan.
Dari raut wajahnya Bunda terlihat gembira karena menantunya membantu dia memasak makan siang sehingga cepat selesai. Setelah semuanya siap, Lizzy menata meja dan memanggil semua orang untuk makan termasuk Saga.
Sebenarnya Lizzy enggan untuk memanggil Saga, tapi apa boleh buat mereka mengenal dirinya sebagai Lisa bukan Lizzy dan keluarga Saga sama sekali tak mengenal Lizzy.
Pasalnya, sewaktu lamaran datang sampai acara pernikahan Lisa, Lizzy tak mendampingi saudara kembarnya karena sibuk bekerja. Lizzy hanya datang saat resepsi pernikahan itu pun dia hanya melihat Lisa sekilas saja, dia pikir Lisa bahagia karena waktu itu Lisa menampakkan raut wajah berseri-seri namun berbeda dengan kenyataan.
Kejadian tadi pagi benar-benar mengejutkan seluruh keluarga. Lizzy masih tak menyangka Lisa melakukan upaya bunuh diri hanya karena pernikahannya yang hancur. Lizzy tak habis pikir, kenapa Lisa begitu bodoh dan merahasiakan hal sebesar ini pada keluarga?
Ya, memang Lizzy sudah mengetahui permasalahan Lisa tapi Lizzy tak pernah sekalipun berpikir Lisa akan nekad. "Iya sayang, maaf ya!" Suara Saga yang terdengar datar namun memakai kata-kata manis membuat Lizzy tersadar dari pikirannya.
Dia diam dan terus menunggu di depan pintu sampai perbincangan dari Saga dan 'kekasihnya'-menurut Lizzy, selesai. Kadang-kadang Lizzy agak jijik mendengar percakapan mereka yang memakai kata-kata manis apalagi yang keluar dari mulut Saga.
Pria itu bisa-bisanya memakai kata-kata manis tapi dengan nada datar menyebabkan Lizzy ragu, apa benar dia mencintai kekasihnya?
Saga mengakhiri telepon tersebut dan berbalik. Dia terkejut melihat kehadiran Lizzy yang tengah menatapnya namun tak lama segaris senyuman sinis ditampakkan oleh Saga. "Well, well, lihat siapa yang ada di sini?" katanya dengan nada meledek.
Lizzy mendesah pelan sementara matanya memancarkan ketenangan. Tak ada tanda-tanda kesedihan yang entah kenapa membuat Saga kesal. "Makan siang sudah siap, kau ditunggu sekarang." balas Lizzy santai.
Setelah Lizzy mengatakan hal itu, dia membalikkan tubuhnya hendak pergi. Tak puas dengan jawaban Lizzy, dia mencengkram lengan Lizzy untuk kedua kalinya.
Ditariknya paksa gadis itu sampai terjungkal ke dada bidangnya. Lizzy menengadahkan kepalanya menatap tajam pada Saga tak ada ketakutan sama sekali seperti dulu. "Bisakah kau jangan mencengkram lenganku, jika kau terus seperti ini maka lenganku akan patah!?" protes Lizzy.
Saga makin mencengkramnya mendengar protesan Lizzy dengan mata penuh intimidasi memandang Lizzy yang dia kira adalah Lisa. "Biarkan saja, aku tak peduli!" Lizzy melotot, pria ini jahat sekali pantas saja Lisa tak tahan berumah tangga dengannya karena Saga tak punya perasaan.
"Dengarkan aku, walau sekeras apapun kau berusaha, aku sampai kapan pun tak akan sudi menjadikanmu istriku lagi!" kata Saga dengan penekanan.
"Aku juga tak sudi mempunyai suami sepertimu." balas Lizzy dengan nada datarnya.