Chereads / Alta dan Allamanda / Chapter 16 - Bab 8 | Catatan Sejarah

Chapter 16 - Bab 8 | Catatan Sejarah

8. Catatan Sejarah

Kamu menyakiti sahabat lebih mudah daripada menyakiti siapapun lalu sekarang mengapa kamu sangat sulit memaafkannya padahal di satu sisi kamu dapat dengan mudah memaafkan yang lain?

***

Tadi setelah bangun dan mempersiapkan diri untuk sekolah, Alta segera mengantar Raskal pulang meskipun ia harus mengguyur Raskal dengan segayung air terlebih dahulu agar temannya itu bangun. Hal tersebut membuat Raskal tidak berhenti menggerutu disepanjang perjalanan menuju rumahnya. Apalagi tadi Alta langsung menyeretnya keluar tanpa meminjamkan baju terlebih dahulu, sudah pasti Raskal kedinginan karena udara pagi setelah hujan dini hari tadi tidak begitu bersahabat.

Kekesalan Raskal tidak berhenti sampai disitu ketika Alta dengan santainya mengatakan kalau motor Raskal ditinggal di parkiran club. Sontak saja Raskal semakin membombandir keheningan sesaat di mobil Alta dengan umpatan se kebun binatang untuk Alta sedangkan Alta hanya diam saja

Bagi Alta, percuma menanggapi ocehan Raskal, hanya membuang tenaga saja. Alta tahu, Raskal sangat menyayangi motornya dan sekarang ia maklum jika Raskal marah padanya. Tapi jika Raskal keterlaluan ia tidak akan segan untuk menendangnya keluar mobil sekarang.

Saat sampai di halaman rumah Raskal, Alta segera turun dari mobil diikuti Raskal yang mendadak diam dengan wajah kesalnya mungkin ia lelah karena kebanyakan mengoceh tadi atau jangan-jangan ia kena adzab karena kebanyakan mengumpat sehingga Tuhan membuatnya tidak bisa bicara, yang jelas Alta tidak tahu. Saat melintasi halaman Alta sempat melihat mobil fortuner hitam terparkir di halaman rumah. Mungkin papa Raskal baru saja pulang dan akan berangkat kerja kembali sebentar lagi, seperti biasanya.

Alta masuk ke dalam rumah berlantai dua itu dengan tenang, suasana rumah tersebut sepi. Selalu begitu. Wajar saja karena Raskal hanya tinggal berdua dengan papanya, sebenarnya Raskal mempunyai pembantu hanya saja pembantunya datang saat pagi lalu pulang sore hari setelah seluruh pekerjaannya rampung.

Semenjak kedua orang tua Raskal resmi bercerai Raskal hanya tinggal bersama papanya. Tapi ia masih beruntung memiliki papa seperti Andi yang humoris dan mampu meluangkan sedikit waktunya untuk Raskal. Raskal tidak pernah merasakan kesepian. Hidup Raskal bahkan terlampau ramai, Raskal punya banyak teman, Raskal punya banyak gebetan ditambah lagi ia juga banyak... haters.

"Dari mana saja kamu?" tanya Andi -papa Raskal- yang mulai meletakkan korannya lalu menghampiri Raskal dan Alta yang baru saja masuk rumah. Ia menelisik penampilan Raskal yang sebagian tubuhnya basah kuyup. Andi mengernyit, "Kamu nyelup di bak mandi lagi?"

Raskal mendengus, "Jangan bahas itu lagi deh, Pa." Kemarin, saat Raskal ke kamar mandi karena dipaksa mandi oleh papanya ia menemukan makhluk paling menjijikkan di lantai. Bangkai cicak. Raskal yang phobia cicak langsung naik ke pinggiran bak mandi sambil berteriak namun terpeleset dan jatuh ke dalamnya. Sedangkan Andi yang mendengar teriakan Raskal sontak panik dan berlari masuk ke kamar mandi, ia terperangah sesaat melihat Raskal didalam bak mandi dengan wajah mengenaskannya namun sedetik kemudian ia langsung memarahi Raskal sambil memukul pantat anak nakal tersebut.

Alta menghampiri Andi lalu menyalami pria paruh baya itu, "Maaf, om tadi malam Raskal nginap di apartement Alta."

Andi bernapas lega, setidaknya Raskal tidak macam-macam apalagi ia berteman dengan Alta yang Andi tahu bahwa Alta anak baik-baik. Selama ini Andi hanya sebatas tahu kalau Raskal suka main perempuan alias playboy. Ia tidak tahu kalau anaknya itu sering keluar masuk club ketika ia sedang sibuk berkutat dengan pekerjaan kantornya. Andi melihat ke arah Raskal kembali, ia melotot horror, "Ngapain masih disini? Mandi sana! Kamu bau jigong." perintah Andi.

Raskal menggerutu, ia menendang kaki meja di dekatnya dengan kesal lalu naik menuju kamarnya. Meninggalkan Andi dan Alta berdua. Entah mengapa pagi Raskal mendadak begitu menyebalkan.

Saat dilihatnya Raskal yang sudah menghilang di ujung tangga, Andi berjalan dan duduk di sofa kembali diikuti Alta dibelakangnya. Keduanya duduk bersebrangan, Andi membuka percakapan dengan bahasan klise,

"Gimana sekolah kamu, Al?"

"Biasa aja, om."

Andi mengangguk, "Apa kabar dengan persegi?"

"Rumusnya masih gitu-gitu aja," jawab Alta sekenanya. Ia sudah mengenal Andi jadi ia biasa saja saat mengatakan hal itu. Andi sosok ayah kedua baginya meskipun ia baru mengenalnya ketika masuk SMA karena berteman dengan Raskal tapi dengan sifat Andi yang humoris membuat Alta merasa nyaman dan cepat akrab.

Mendengar jawaban Alta, Andi terkekeh, "Kamu udah punya pacar belom?"

Alta menaikkan sebelah alisnya, "Om mau ngajak Alta pacaran?"

Andi menyeringai, "Mau ngopi nggak? Kebetulan om punya banyak arsenic."

"Enggak, om. Makasih," jawab Alta.

Andi dan Alta masih sibuk mengobrol ketika Raskal sudah berdiri sambil bersedekap dan memasang wajah paling kumal sedunia.

"Pa, aku mau berangkat," ucapan Raskal membuat Andi dan Alta menoleh ke arahnya. Dilihatnya Raskal yang sudah rapi dengan kemeja putih dan hoodie hitam di tangannya. Rapi dan lengkap, meskipun sebentar lagi seragam itu kembali berantakan. Kerapiannya saat ini hanya alibi Raskal di depan Andi.

"Kamu nggak sarapan dulu? Papa masak nasi goreng tadi."

Raska menggeleng, ia menghampiri Andi, "Kasian pedagang kantin nanti nggak ada yang ngutangin." Raskal segera meraih tangan papanya lalu menciumnya. "Assalamu'alaikum."

Raskal melambaikan tangan seperti anak kecil lalu melanjutkan langkahnya tanpa mempedulikan Alta. Alta memilih tidak ambil pusing lalu berpamitan pada Andi dan menyusul Raskal.

Tidak ada pembicaraan saat mereka sedang menuju ke club untuk mengambil motor Raskal. Alta membiarkan Raskal yang mendiaminya. Lebih baik begitu karena Alta sangat malas untuk berdebat. Namun ditengah perjalanan Raskal kembali menjadi manusia yang menyebalkan. Tiba-tiba saja ia menendang kaki Alta dengan sengaja. Alta meringis kesakitan sambil menggigit bibir bawahnya.

"Gue nggak mau tahu lo harus cari motor gue kalau sampai hilang!"

Alta hanya diam saja mendengar ocehan Raskal. Nanti kalau Raskal cape ia akan berhenti dengan sendirinya. Seperti tadi.

"Dengerin gue!" sekali lagi Raskal menendang kaki Alta. Lagi.

"Lo pikir gue budeg?!!" sentak Alta karena emosinya mulai terpancing. Sekarang ia sedang menyetir dan Alta paling tidak suka diganggu seperti ini. Dari tadi ia hanya diam bukan berarti tidak kesal.

Alta tidak mengerti bagaimana Raskal tidak pernah bersikap dewasa. Bahkan mereka belum sampai di club dan Raskal sudah membuat kesimpulan seenaknya sendiri.

"Harusnya kemarin lo bawa motor gue sekalian, kalau hilang bakal tebir urusannya!! Ah tai! " Raskal tidak mempedulikan Alta, ia malah terusan menyalahkan Alta.

"Lo mau motor lo gue gerek atau gue jejelin di bagasi."

Raskal gemas sendiri, ia segera melempar kotak tisu di atas dashboard ke arah Alta. Tepat mengenai kepala, "Itu motor kesayangan gue dan lo tahu itu."

"Diem, Kal! Gue lagi nyetir," Alta segera meletakkan kotak tisu itu kembali ke tempatnya.

"Cape ngomong sama lo. Bikin susah tau nggak!! Pantes Lamanda masih nggak ngakuin lo."

Alta menegang mendengar ucapan Raskal.

Raskal tersenyum sinis melihat perubahan raut wajah Alta, "Kenapa? Bener kan?" lanjutnya tanpa beban.

Alta mengerem mendadak mobilnya membuat Raskal yang tidak memakai seatbelt langsung terhempas ke depan, dahinya membentur dashboard. Ia meringis kesakitan, "Anj,*r!! lo mau bunuh gue?!!!"

"Turun!!" perintah Alta sambil mencengkram erat setir kemudi. Ia menenangkan gemuruh dan emosi di dadanya.

"Sekarang lo mau turunin gue di tengah jalan setelah lo tinggalin motor gue. Lo harusnya nggak usah nolongin gue kalau akhirnya kayak gini!!" Raskal kesal bukan main. Dari tadi Alta sukses membuatnya emosi.

Kalau sudah begini, rasa takut Raskal pada Alta mendadak hilang. Biasanya ia hanya akan menurut pada Alta karena Raskal tahu bagaimana Alta kalau sudah marah. Dan kali ini menyangkut motor Raskal, sesuatu yang sangat sensitif baginya dan Alta tahu itu. Harusnya Alta tidak meninggalkannya begitu saja apalagi club tempat mereka nongkrong tadi malam cukup rawan dan sering terjadi pencurian. Lalu sekarang Alta mau menurunkannya di tengah jalan?

Alta menghela napas, "Kenapa mulut lo mendadak cewek gini sih?"

"Daripada mulut lo. Racun."

"Bisa lo turun sekarang?"

"You're such a f*ckhead . Nyesel gue punya temen kayak lo,"

Raskal benar-benar emosi. Ia mengatakannya tanpa penyesalan.

Alta diam sejenak. "Lo bilang apa?"

"Gue nyesel punya temen kayak lo," jawab Raskal enteng.

Setelah itu ia segera turun dari mobil lalu menutup pintu dengan bantingan keras. Ia sempat menendang pintu mobil Alta sebelum mobil itu berputar arah. Belum sampai beberapa detik Raskal mengambil batu di jalan kemudian melempar tepat di jendela mobil Alta. Hal itu membuat Alta menghentikan mobilnya.

Ia melihat Raskal menunjukkan jari tengah ke arahnya.

Alta memejamkan mata sejenak. Ia melupakan sesuatu. Dibukanya jendela mobilnya lalu melemparkan sesuatu ke arah Raskal kemudian menyalakan mobilnya kembali dan pergi.

Raskal kembali mengumpat karena benda yang dilempar Alta tepat mengenai wajahnya lalu sedetik kemudian ia terperangah melihat benda yang terjatuh tepat di dekat kakinya.

Kunci motornya.

Lalu ia mengalihkan pandangan ke pemandangan di depannya. Raskal tercekat. Ia mengira Alta menyuruhnya turun di tengah jalan ternyata Alta menyuruhnya turun karena memang sudah sampai. Raskal sampai tidak sadar karena sedari tadi ia mengomeli Alta terus-terusan. Dilihatnya mobil Alta yang sudah menjauh. Raskal memukul kepalanya karena kesal telah gegabah dan salah paham terlebih dahulu. Ia merasa bersalah sekarang, apalagi perkataannya pada Alta keterlaluan tadi.

Sedangkan Alta, ia melirik sekilas jendela mobilnya yang retak. Rahangnya mengeras, ia kesal kenapa Raskal masih bersifat kekanakan seperti itu tapi disisi lain ia sadar mungkin Raskal melakukan itu semua agar Alta tahu bagaimana perasaan Raskal saat ini. Mobil ini, hadiah dari papanya saat ia pertama kali menang olimpiade Matematika dan motor Raskal adalah suatu hal yang sangat berharga bagi Raskal. Jadi impas namun Alta masih tidak habis pikir akan kelakuan Raskal tadi.

Dengan kesal Alta mengemudikan mobil dengan kecepatan diatas rata-rata. Ia tidak peduli bunyi klakson bersahutan karena ulahnya. Yang ada dipikiran Alta hanya satu, meredakan emosinya agar tidak berimbas pada Raskal nantinya. Perkataan Raskal masih berputar ulang di pikirannya, dan hal itu membuat Alta semakin kalut.