Chereads / SI KELINCI PUTIH / Chapter 7 - CHAPTER 7 : PREDATOR

Chapter 7 - CHAPTER 7 : PREDATOR

Dua hari telah berlalu sejak pertandingan melawan Akai, pertandingan itu membawa petaka bagi Ringgo. Ia tak sanggup pergi ke sekolah karena diare yang berkepanjangan. Pagi ini, dia sudah merasa lebih baik untuk menyapa teman-temannya di sekolah, walaupun Ringgo sedikit tersinggung karena tak ada satu pun teman yang menjenguknya karena sakit. Sepertinya dia berharap event seperti Alice akan datang kepadanya juga.

Sesampainya di kelas Ringgo, menyindir Mawar yang tak kunjung menjenguk dirinya. Namun, Mawar malah menjawabnya dengan sinis seakan berbicara kepada asing. Jelas sikap Mawar menggugah hati Ringgo untuk semakin berontak, tapi Ringgo juga merasakan keanehan pada diri Mawar, karena Mawar yang biasanya akan lebih ceria dan bersemangat. Apa mungkin sesuatu terjadi pada Mawar?

"Sudahlah Ringgo tak usah lebay—hanya sakit perut saja minta dijenguk!" ejek Leo sambil merangkul pundak Ringgo. Bersamaan dengan itu ia berbisik, "jangan mengganggu perempuan yang lagi PMS, apalagi sejak dua hari yang lalu Mawar bertengkar dengan Alice—sebaiknya kau tak usah cari masalah!"

Informasi dari Leo malah membuat Ringgo semakin penasaran, bukankah Mawar sangat akrab dengan Alice. Jika mereka sampai bertengar itu berarti sudah menjadi masalah yang serius. Ringgo mengabaikan saran Leo, lalu bertanya keberadaan Alice yang tak masuk sekolah kepada Mawar.

"hooi… Mawar kau pasti tau sesuatu kan mengenai Alice?" kata Ringgo sedikit mengancam

"diaamlaahh—berisiikk!" balas Mawar

Pelajaran berlangsung begitu saja, kabar Alice yang tidak jelas masih mengganggu pikiran Ringgo hingga tak bisa membaca buku dengan tenang. Ringgo tak menemukan jawaban atas keresahannya di kelas, saat istirahat ia mencoba menjernihkan pikiran ke kantin berniat membeli sandwich, saat itulah ia berpapasan dengan Obama.

"Heeii… Oba, antri beli roti juga?"

"yaaa… begitulah"

"Ngomong-ngomong terimakasih atas bantuannya saat di pabrik kertas ya"

"iyaa sama-sama, apa Alice sudah masuk sekolah?"

Ringgo kaget dengan pertanyaan dari Obama, bagaimana bisa dia mengetahui Alice yang sedang absen. Ketidakhadiran Ringgo selama dua hari membuat dirinya ketinggalan gosip penting di sekolah. Dua roti lapis telah dibeli Ringgo, satunya sebagai imbalan untuk Obama supaya ia bisa mendapatkan informasi yang lebih detail.

Tak kesengajaan Obama melihat pertengakaran Alice dengan Mawar memberikan petunjuk selangkah menuju kebenaran. Firasat Ringgo memang benar, pasti ada apa-apa dengan sikap Mawar yang dingin itu, berhubungan dengan tidak masuknya Alice. Ringgo meninggalkan percakapan dengan Obama, bergegas menemui Mawar di kelas.

Itu dia akhirnya ketemu, "Mawar kenapa kau bertengkar dengan Alice? Cepat jawab!"

"itu bukan urusanmu!" kata Mawar

"bukan urusanku katamu? Yaaa benar ini memang bukan urusanku! Padahal sejak kita satu kelompok aku sudah menganggap kalian sebagai teman. Meskipun hanya sebentar ikatan yang kita bangun merupakan hal yang berharga, dan aku tak mau kehilangan kebersamaan itu. Jika temanku bertengkar aku pun juga merasakan kepedihan itu. Karena itu meskipun bukan urusanku, bolehkah aku membantumu?"

"sebenarnya dua hari yang lalu sekelompok orang mengincarku. Mereka adalah orang-orang dari mafia. Aku sebenarnya adalah bagian dari mereka, saat di tempat magang kami melakukan transaksi narkoba secara besar-besaran. Tapi ada seseorang yang mengetahui kebenaranya, yaa orang itu adalah Alice. Oleh karena itu aku membuat Alice supaya dikeluarkan dari program magang. Tapi tak kusangka dia malah mengungkap transaksi kami, sehingga perusahaan ditutup. Aku sudah memperingatkannya untuk lari—karena para mafia pasti tak memaafkannya. Boss sudah berjanji akan mengahancurkan siapapun yang mengusik organisasi. Saat ini kepala Alice adalah prioritasnya—dan kau tau apa jawaban Alice?

Dia dengan arogan menolak tawaranku mentah-mentah, akan melawan mafia sendirian. Aku pun menentangnya! Apa dia sudah gila? Mereka itu organisasi mafia internasional dan Alice ingin melawan mereka? Itu yang kutakan padanya.

Tapi dia menjawab—apa dengan lari nyawaku terselamatkan? Diaam dan lihaltlah aku akan membebaskanmu.

Setelah itu aku tak melihat Alice lagi, entah dimana keberadaannya aku tidak tahu."

Ringgo sangat syok sampai ia memegangi dadanya, bagaimana bisa ketidakhadirannya selama dua hari telah terjadi sesuatu yang menggemparkan. Spontan Ringgo mengaak Mawar untuk menyelamatkan Alice, namun rasa takut dan trauma yang dialami Mawar menolak permintaan Ringgo dengan alasan takut terbunuh. Semangat Ringgo tak sampai di situ saja, ia memaska Mawar untuk tetap pergi menyelamatkan Alice. Bagaimana bisa Mawar membiarkan Alice dalam bahaya, sedangkan dirinya melarikan diri begitu saja? ia juga harus bertanggungjawab, selebihnya itulah sudut pandang Ringgo terhadap Mawar.

Mawar memang tak mengetahui keberadaan Alice, tapi setidaknya ia mengetahui tempat transaksi organisasi mafia. Mengingat Mawar adalah bagian dari komplotan menjadi hal yang mudah untuk mengetahui dermaga mana yang beroperasi sebagai blackmarket. Di dekat pantai terdapat kapal pesiar yang cukup mewah, mungkin itulah markasnya.

Jemari Ringgo gemetar, ia menjadi ragu untuk menyusup ke dalam kapal pesiar. Sedangkan Mawar di balik punggung Ringgo menutup matanya dengan kedua tangan, berharap para mafia tak melihat wajahnya. Tindakan Ringgo yang sok pahlawan memang menggiring mereka berdua jatuh ke dalam bahaya, bahkan bisa merenggut nyawa.

Dibalik tampangnya yang datar dan terlihat lemas, Ringgo adalah sosok orang yang peduli terhadap kawannya. Ia sempat berpikir untuk melibatkan polisi dalam pencarian Alice, mengingat Mawar menjadi bagian dari komplotan mafia bukan tindakan yang tepat. Ringgo merasa, memahami apa yang dilakukan Alice, sama seperti yang ia lakukan saat ini. Ia tak bisa membiarkan seseorang yang dikenalnya berada dalam keterpurukan dan kesusahan.

Ringgo memukul tanah untuk menghilangkan jemarinya yang terus bergetar. Bersamaan menggandeng Mawar masuk ke dalam kapal nan megah. Mereka berdua masuk dari bawah menaiki tangga menuju koridor. Ringgo menelan ludah, menantikan serangan yang akan dia terima selanjutnya. Namun, sergapan yang dinantinya tak kunjung datang. Ruangan demi ruangan yang dilalui begitu sepi, apa ini semacam jebakan? Jika ini memang markas para mafia harusnya ada beberapa penjaga di sekitar sini.

Lampu nan berwarna biru ini membuat penglihatan menjadi buram, sehingga Ringterlalu mengandalkan penglihatannya jiaka ada musuh menyerang. Ia mulai menajamkan indera pendengarannya. Berjalan selangkah demi selangkah, hanya suara kaki mereka berdua yang terdengar.

Mereka masuk semakin dalam, tiba di sebuah pertigaan antar ruangan. Ringgo sudah mempersiapkan diri untuk menyerang jika ada lawan di belokan ini. Begitu terkejut dirinya melihat apa yang ada di belokan itu. Banyak orang yang bergeletakan di sepenjang lorong ini.

Ringgo melongo tak berkutik sedikit pun, melihat semua orang yang terbaring di sini membuatnya ingin muntah. Bercakan darah yang tersisa di dinding menandakan terjadi pertarungan yang dahsyat di sini. Mawar mencoba menjamah salah satu dari mereka.

"heei… ada apa ini? Apa yang terjadi? jawablah!" tanya Mawar

Namun orang itu tak berucap sepatah kata pun, mereka berdua menyusuri lorong lebih dalam menuju area depan. Melangkahi mayat demi mayat, Ringgo menyadari bukanlah sebuah pertarungan yang terjadi, melainkan kejadian ini adalah pembantaian.

Dalam selang waktu yang singkat, Ringgo telah siap dengan apa yang akan menimpanya bahkan kematian sekalipun. Ia bersyukur bahwa dirinya telah berani mencoba menantang maut. Tepat berada di depan ruangan lima belas, itulah yang tertulis di papan pintu. Mawar menatapkan pandangan pada Ringgo yang menandakan harus masuk ke sana.

Pintu itu hanya membawa Ringgo kepada lebih banyak mayat lagi, tiga orang tergeletak bersimbah darah.

"ini bohong kan? Boss-booss" kata Mawar masih mencoba berkomunikasi dengan orang yang dipanggilnya boss.

Sebenarnya apa yang terjadi di sini, mungkinkah pembunuhan berencana? Atau perang antar mafia? Tak ada yang bisa menjawabnya.

Lalu yang menjadi pertanyaan Ringggo, dimanakah Alice?

Seluruh bagian kapal ini hanya berisikan mayat, sepertinya Alice tak ada di tempat ini. Akhirnya Ringgo mengajak Mawar untuk pulang, perasaan lega membanjiri karena bisa kembali tanpa terluka sedikit pun, tapi juga kecewa tak bisa menemukan Alice.

"Heii Alice… siapa kau sebenarnya?"

Pagi telah tiba, acara berita harian di TV menyiarkan kapal pesiar yang menjadi tempat kejadian perkara sebagai pembantaian. Benar sekali kematian para mafia kini menjadi berita hangat. Polisi juga masih menyelidiki siapa pelaku pembunuhan itu, hipotesis paling kuat adalah perang antar geng itulah yang diberitakan pada publik.

Tapi kurasa bukan-jika perang antar geng pasti ada korban dari pihak geng yang lain. Tapi korbannya hanyalah orang-orang dari kapal pesiar itu. Pasti ada seseorang yang melakukannya dengan persiapan yang matang untuk menyergap markas mafia.

Sisi positif dari kejadian ini adalah Mawar terbebas dari belenggu mafia yang mengekangnya. Mawar menduga bahwa yang melakukan semua itu adalah Alice, tapi itu mustahil untuk diterima oleh Ringgo, sebab bagaimana seorang gadis belia bisa menghabisi seluruh mafia di sana.

Sejak kemarin malam Ringgo menjadi tak nafsu makan, sesekali bau mayat sekilas menyambar penciumannya. Kala itu ia jadi mengingat mimpi buruk yang dilalui bersama Mawar. Ia mencoba mengalihkan paranoidnya dengan membaca novel kesukaannya, itu bisa mmebuatnya tenggelam dalam dunia yang berbeda.

Sesampainya di kelas ia kembali mencium bau mayat yang menghantuinya hingga membuatnya mual. Bau itu semakin dekat, Ringgo memandang sekitar apa ada mayat pada jangkauannya. Ringgo menelan ludah, dan bergumam apa mungkin arwah orang-orang itu menghantuiku?

Ia merasakan sentuhan pada punggungnya, bulu kuduknya mulai berdiri tak karuan. Seorang gadis menggunakan tudung kepala melewati dirinya, mendahului masuk kelas. Gadis itu langsung duduk di deretan paling belakang memandang ke balik jendela. Sekilas hawa keberadaan gadis itu membuat Ringgo menelan ludahnya.

Sekarang semuanya menjadi jelas bagi Ringgo, siapakah gadis itu sebenarnya, dia adalah predator—sosok paling berbahaya di dunia ini.

Beberapa saat kemudian Pak Rey masuk kelas,

"oke… selamat pagi semua. Yang pertama aku ucapkan selamat kalian semua lulus magang. Karena sekarang sudah mendekati pertengahan semester kami akan mengadakan ujian tengah semester."

Singhasari High School memang sekolah yang hebat, sistem pendidikan yang diterapkan sangat berbeda dengan sekolah pada umumnya. Masa studi setiap siswa berbeda satu dengan lainnya, oleh karena itu jangka waktu kelulusan juga tidak akan sama. Terdapat siswa yang akan lulus lebih cepat, maupun lebih lama dari yang diperkirakan. Sistem ini dikenal dengan Sistem Kredit Semester, sama seperti sistem yang digunakan dalam perguruan tinggi.