"selamat pagi Alice…" sapa Mawar yang melambaikan tangannya
"ohhh… pagi juga Mawar" balasku dengan lirikkan mata ini, di sela menatap keluar jendela
"yaaa hari ini sepi yaa tak seperti kemarin" ucap Mawar usai menaruh ransel sembari merapikan duduknya.
"Jelas saja sepi… setelah kejadian kemarin-kelas hanya menyisakan 16 anak"
"aaahhh… benar juga berarti hampir separuh siswa dong yang gagal dari tes kemarin"
"biasanya dalam sistem pendidikan kegagalan siswa dinilai dari pengajar, jika murid yang gagal 10% dari total keseluruhan siswa maka pengajar dianggap sukses. Namun di sini yang terjadi adalah 49% siswa gagal dalam test, seharusnya yang diberi hukuman adalah si pengajar."
"yaaa…. Logika mu masuk akal Alice, tapi melihat situasi di sini pengajar memiliki kekuasaan mutlak dalam penilaian murid" sanggah Mawar yang menekan isi pensil bersiap memulai pelajaran.
"itu berarti pengajar dilindungi oleh hukum, atau mereka adalah hukum itu sendiri?" gumamku lalu menelan ludah.
Kedatangan seseorang mengakhiri pembicaraan kami berdua. Yaa.. orang itu adalah sang pengajar, entah apa yang akan dikatakannya tapi yang jelas setelah tes kemarin tak ada rasa bersalah yang terpancar dari wajahnya.
"oke semuanya, mulai hari ini aku telah ditunjuk sebagai Pembimbing Akademik kelas C. Itu artinya siapa saja dari kalian jika ada masalah bisa konsultasi kepadaku, karena aku adalah penanggung jawab kalian"
Dari kejadian kemarin bukankah justru kau pusat masalah kami, dan sekarang kau datang seakan menjadi dewa penolong bagi kami—dasar two face!
"mulai besok kalian akan melakukan uji coba bekerja di perusahaan, atau bisa disebut magang. Sebelumnya di antara kalian adakah yang mengetahui apa itu magang atau bahkan sudah pernah melakukannya?"
Beberapa saat kukira pandangan orang-orang mengarah padaku, tapi aku salah ternyata mereka memandang tajam kepada orang sebelahku yang antusias mengangkat tanga`nnya, "menurut saya magang adalah masa percobaan menjadi staf pada sebuah perusahaan."
"yaaa… tepat sekali Mawar. Pada magang kali ini kalian akan menjadi staf umum, bukan staf ahli. Ini seperti melakukan simulasi dunia kerja, sehingga nantinya kami bisa mengetahui kemampuan kalian, saat kelulusan nanti pembimbing akademik bisa memberikan rekomendasi perusahaan yang paling cocok sesuai kemampuan yang kalian miliki.
Layaknya tes kemarin dalam program magang ini terdapat RULE juga, antara lain:
Pertama, peserta magang terbagi dalam kelompok beranggotakan 4 orang. Kedua, perusahaan yang tersedia program magang hanya ada 3 perushaan, Ketiga, peserta yang gagal dalam program magang akan di bergabung di kelas D"
"hoooi-hoooiii bukankah barusan anda bilang, jika ada masalah bisa konsultasi kepada anda? Anda sendiri adalah biang masalah kami. Ini sudah keterlaluan, tiba-tiba saja kami disuruh menjadi staf magang, sedangkan yang tersedia hanya 3 perusahaan. Bagaimana nasib 4 siswa lain? Di DO? Belum lagi yang gagal juga di DO? Bisa-bisa habis siswa di kelas ini!" ucapan panas keluar dari salah seorang laki-laki di kelas kami
"Tenanglah sedikit cowok dekil! Apa kau tidak belajar dari test kemarin, baiklah akan aku beri saran. Sebaiknya kalian mulai bekerja sama, saling percaya antara satu sama lain adalah kuncinya. Aku juga akan memberikan peringatan, jika murid dalam kelas kurang dari 25% maka kelas akan dibubarkan. Yang artinya kalian semua akan di Drop Out! Dilihat dari situasinya anggota kelas kalian tinggal 51%, artinya jika dalam kelas ini ada jika 4 orang yang gagal dalam magang dan 4 orang lainnya tak dapat tempat magang maka kelas C akan dibubarkan!"
Setelah memberi penjelasan yang menyudutkan kami, Pak Rey bergegas meninggalkan kelas. Dari gerak-geriknya dia sudah merasa memenangkan pertarungan ini. Lalu aku membuntutinya di luar kelas untuk menanyakan beberapa hal, yaa… bagaimanapun juga orang ini adalah Pembimbing Akademik kami sekedar bertanya pasti dia akan melayani.
Kehadiran seseorang di koridor menutup mulut Pak Rey di tengah pembicaraannya-karna kehadirannya Pak Rey lantas meninggalkanku sepertinya sang pengajar sedikit sensitif.
"ooohh… kaukah Obama? Gimana kabarmu? Apa baik-baik saja?"
"tentu saja tidak baik, setelah kami dikeluarkan dari kelas C keadaan menjadi lebih tenang—bahkan bisa kubilang kelasnya sangat sepi hehe" jawab Obama
"eemm…. Kenapa bisa begitu?" tanyaku penasaran
"iyaa… karena di kelas D hanya ada 14 orang peserta didik, selain itu juga tidak ada Guru yang mengajar kami. Pelajaran disampaikan lewat rekaman video, bahkan jika ada siswa yang tidak datang di kelas pun tak ada yang menghiraukan. Aku merasa sedikit kecewa dengan sistem pendidikan di sini" kata laki-laki yang mengeratkan giginya.
"bukankah seharusnya ada siswa dari kelas A dan B yang masuk ke dalam kelas D?" tanyaku yang menggaruk kepala merasakan sensasi gatal.
"yaaa… kupikir juga begitu, tapi saat kulihat di papan penguman ternyata yang gagal dalam test hanya kelas C, atau mungkin kelas lain tidak ada test seperti kita kemarin?" keraguan itu mulai muncul dalam diri Obama
Dasar Rey sialan, jadi sejak awal dia sudah mengincar untuk membubarkan kelas kami. Kelas C telah terpecah namun pelajaran masih tetap berlangsung karena jumlah siswa ada 51%, sedangkan kelas D siswa yang hadir tidak memenuhi kuota sehingga kelas terabaikan. Akibatnya, lama-kelamaan siswa tidak akan peduli dengan studinya dan memutuskan untuk berhenti.
"heei… Oba, katamu tadi pelajaran masih berlangsung, meski Guru mengajar lewat rekaman video bukan? Apa kalian juga akan magang?"
"ohh iya benar, dari rekaman yang disampaikan kami hanya diperbolehkan melihat-lihat tempat magang saja, atau bisa menjadi asisten dari murid kelas lain. Kami tidak boleh ikut andil menjadi staf magang"
Jadi inikah awal yang dimaksud Rey menjadi budak korporat? Anak-anak kelas D benar-benar dihancurkan, bahkan mental mereka juga dibentuk sebagai pembantu. Diskriminasi ini benar-benar merepotkan saja.
Aku sudah tak ingin bertanya lebih jauh, jawaban Oba hanya akan membuatku semakin muak, hingga aku mengakhiri dengan alasan pergi kembali ke dalam kelas, alangkah membuatku terkejut saat membaca pembagian kelompok di papan tulis. Hanya karena kutinggal sebentar ke koridor, sehingga namaku tak ditulis dalam pembagian kelompok—segera aku menghampiri Mawar.
"Heeeiii… Mawar kenapa namaku tidak ada dalam daftar magang di papan tulis apa mereka melupakanku?"
"salahmu sendiri keluar kelas saat pembagian tempat magang!" jawab Mawar dengan bangga
"Oke… aku tau kesalahanku. Tapi kenapa namamu juga tidak ada? Bukankah kau berada di kelas sejak tadi?"
"hahaha… benar juga. Mau bagaimana lagi, semua anak sudah mengumpulkan daftar kelompoknya kepada ketua. Siapa yang cepat dia yang mendapatkan tempat magang. Sedangkan aku dan Leo sudah membentuk kelompok, a-aku berpikiran untuk mengajakmu juga aku takut kalau kau tidak mau" kata Mawar yang memainkan kedua jari telunjuknya.
"tentu saja aku mau" desisku diiringi emosi
"Yeeeeaay kita satu kelompok lagi yaa—senangnya bisa satu kelompok lagi dengan Alice" balasnya dengan menepuk pundakku
"Heeeii… kau jangan seenaknya menyentuhku"
"hahaha… maaf-maaf, bukankah kelompok kita masih 3 orang sepertinya ada satu orang yang kesusahan di sebelah sana" kata Leo sambil menunjukkan ibu jari ke belakang punggungnya.
Bebarengan kami bertiga menyudutkan anak itu bagai serigala kelaparan, pandangan tajam dan tawa jahat terpampang di wajah kami. Tentu saja itu membuatnya takut bagaikan kelinci yang tak berdaya.
"Heeeii…. Kau mari bergabung dengan kelompok kami sekarang juga!" tegasku
"bukankah kau tidak memiliki kelompok?" sahut Mawar
"yaaaahhh… ayolaaahh—ayoolaaahhh!!!!" provokasi Leo
Laki-laki itu terpaku di tempat duduknya, dan menutupi kepala dengan kedua tangannya, "ampuuun—ampuuni aku! Maaf….lepaskan aku untuk kali ini saja… aku mohon"
"tak perlu takut kami takkan memakanmu! Lagian kau tadi kemana kok meninggalkan kelas saat pemilihan kelompok?" ucap Leo
"iyaa…. Aku juga melihatnya sepertinya kau tadi terburu-buru" tambahku
"iyaaa…. Sepertinya aku kemarin malam terlalu banyak makan cabe, sehingga aku terkena diare. Yaaahh… gimana lagi ini sudah tanggal tua, aku harus berjuang memakan apapun yang tersisa di dapur" dari tangisannya itu aku memahami bagaimana kerasnya kehidupan
"baiklah… kalau begitu sudah diputuskan kau ikut kelompok kami, mulai sekarang mohon kerjasamanya! hahaha…." Ucap Leo tanpa berpikir panjang
"yooosshh… anggota kelompoknya sudah lengkap, akan kukumpulkan dulu formnya kepada ketua" jawab Mawar
"ta-tapi kan aku belum mengiyakan…aaahhh sudahlah terserah kalian" kembali memegang perutnya yang sakit ia berlari ke toilet
Dengan adanya Ringgo tim kami menjadi lengkap empat orang, lantas Mawar bernisiatif menuju ruang guru untuk menyerahkan daftar kelompok. Kebetulan sekali ia melihat Davinci dan Pak Rey sedang berbicara di meja guru, "pe-per-permisi… pak saya mau menyerahkan form kelompok"
"oohh… Mawar kah. Oke, aku terima. Pas sekali kami berdua sedang membicarakan empat orang yang belum mendapat tempat magang. Jadi kamu yaa… yang tidak mendapatkan tempat magang" kata Pak Rey sambil memegang dagunya.
"iyaaa—benar aku juga bingung mengenai hal itu, kelompok kami harus bagaimana?" jawab Mawar
"hmmm… sungguh disayangkan. Tapi mau bagaimana lagi kebijakan SHS memang seperti itu, hal yang sama juga berlaku untuk kelas yang lain.
"jika aku boleh menyarankan, bagaimana kalau kelompokmu magang di perusahaan kenalan ayahku? Awalnya aku berencana ke sana jika tidak mendapat tempat magang yang disediakan SHS" sela Davinci
"heeeii… Dav apa kau yakin?" kata pak Rey
"Waaahh… lucky! Tentu saja aku mau" jawab Mawar dengan gembira
"tapi tentunya penawaranku ini tidak gratis" jawab Davinci
"Okee… dengan begitu aku tak akan memiliki hutang budi kepadamu, katakan kau mau imbalan apa?" tanya Rose
"aku minta satu lencana bintang sebagai imbalannya—itu pun jika kau bisa mendapatkannya" kata Davinci sembari meninggalkan ruang guru
"Baiklah akan kuterima tantanganmu! Dasar bocah songong!" bentak Mawar
"heeii Mawar… ngomong-ngomong apa kau tau pin yang dimaksud Davinci?" kata Pak Rey
"lencana yang seperti pin yang dipakai diblazer itu kan? Yaa… nanti akan kubelikan satu untuknya" jawab Rose
"Bukaaann! Lencana itu tak bisa dibeli dimanapun, lencana yang dimaksud Dav adalah reward pemberian SHS atas sebuah pencapaian murid dalam prestasi yang ia tekuni. Apa kau punya prestasi yang setara denga nilai pin?" bentak Pak Rey
"tenanglah Pak Rey, begini-begini aku pernah juara lomba menyanyi. Akan kuberikan satu medali milikku" balas Mawar dengan percaya diri
"tiiidaakk! Bukan begitu maksudku, pin pemberian dari SHS setidaknya memiliki nilai minimal sepuluh juta rupiah, itu adalah pin yang terbuat dari emas murni"
"haaaaah—yang benar? Yaa nanti akan kupikirkan lagi he-he"