Sebelumnya : Suasana tenang sudah bisa di rasakan di kedai serikat.
Master datang membawa sebuah quest wajib.
■■■
Satu kereta kuda yang kelihatannya sangat kuat, karena ada sesuatu di roda kereta ini. Semacam sesuatu yang sangat tajam.
"Kenapa ada begituan di rodanya?" Gumamku. Aku masih saja memandangi roda dengan benda tajam itu.
"Kau ini mau naik atau apa?" Nilo mengatakan itu dengan suara yang cukup keras. Dia dan Lucy sudah duluan masuk ke dalam kereta kuda.
"I-Iya, aku naik sekarang." Setelah mengatakan itu, aku langsung mengambil tas pinggang kecilku yang isinya hanya air minum saja.
Keretanya berangkat dengan aku, Lucy dan Nilo di dalamnya. Oh... ada si supir juga yang mengendalikan kuda di depan sana.
***
My pov.
beberapa ratus kilometer ke arah barat dari kota Laksana, adalah sebuah kota yang tenang dan terlihat damai. Terlihat banyak anak-anak yang sedang bermain dengan senyum menghiasi wajah mereka. Para Manula yang tertawa karena melihat tingkah anak-anak itu. Sungguh! Sebuah kota yang sangat damai.
Di kota itu, ada sebuah bangunan asrama yang lumayan besar, yang letaknya hanya beberapa meter dari pintu masuk kota. Sebuah asrama khusus untuk seseorang yang akan bertualang dan mungkin mengorbankan hidup mereka, demi menantang sesuatu yang sulit untuk di tantang, yaitu... the black hole.
The black hole, adalah sebuah lubang raksasa yang terbentuk di tengah kota tersebut. Berdiameter sekitar 2000 meter, dengan kedalaman yang masih belum diketahui. Sebuah misteri yang tidak tahu kapan akan di pecahkan.
Karena itulah, kepala desa mengirimi selembaran quest wajib pada setiap serikat petualang yang berani.
Di sebuah asrama penantang maut itu, ada seorang gadis kecil berumur lima belas tahun, gadis manis dengan rambut putih cerah sebahu itu, sangat ceria dan seperti tidak memiliki beban di pundaknya. Kita bisa memanggilnya, Yuki.
"Ayo kita ke sana lagi!" Yuki mengatakan itu dengan semangat.
Seorang laki-laki yang juga berumur lima belas tahun menjawabnya "Tidak mungkin! Kita baru turun kesana satu hari yang lalu, pimpinan tidak mungkin mengijinkan kita."
"Itu mudah..." Seorang gadis kecil lagi mengatakan itu, dia memiliki rambut hitam pendek seperti laki-laki, tapi dia perempuan "...kita tinggal menyelinap saja."
Yuki mengangguk semangat mendengar itu "Benar!"
Pria kecil tadi langsung menginjak lantai kayu itu dengan keras "Bukankah hukuman itu sering kalian lakukan? Tapi kenapa kalian masih saja melanggar sih?"
"Kami punya alasan tersendiri." Yuki dan gadis seperti laki-laki itu mengatakannya serentak.
Pria kecil itu menunduk "Memangnya kalian yakin, dia masih hidup, adik kalian masih hidup, memangnya seyakin apa kalian?"
"Yakin!" Wajah penuh semangat tanpa putus asa, terlihat di kedua wajah gadis itu.
***
"Sudah sampai! Kalian boleh turun." Si pengemudi mengatakan itu di depan sana.
Lucy membalasnya "Iya, makasih."
Dan kami semua langsung turun dari kereta kuda itu.
Nilo dengan tas besarnya yang mengerikan. Aku bahkan tidak mau tahu apa itu.
"Kenapa kau tidak bawa tas?" Tanyaku pada Lucy, sambil menuruni kereta kuda ini.
"Aku menaruhnya di kartu IDku." Jawabnya dengan santai.
"Benar juga! Kapasitas kartu IDmu itu super besar kan?"
Lucy tersenyum mendengar itu "Iya."
"Cepatlah!" Nilo mengatakan itu dengan tegas, lalu dia pergi meninggalkan kami.
Ada apa dengannya? Apa dia ingin buang air besar?