Sebelumnya : pertarungan akhirnya selesai dan dimenangkan oleh Tim Haru dan Harry.
Haru melakukan bom bunuh diri di dalam tubuh raja kecoa dan menang.
Didalam tubuh raja kecoa, lebih tepatnya di dalam batinnya, Haru mendengar suara asli dari si gadis buta, yang kebetulan namanya adalah Lucy.
Haru berhasil selamat atau berhasil bangkit kembali setelah tubuhnya hancur, tapi tidak dengan pakaiannya.
■■■
Setelah Haru dan Harry memenangkan pertempuran itu, para kecoa raksasa tanpa sayap mati tanpa sebab, atau mungkin mereka mati karena Tuan mereka mati.
Di tempat pintu masuk bawah tanah kota. Lucy, Shely dan para petualang lain sedang kebingungan dengan apa yang baru saja mereka lihat. Mereka melihat para kecoa lemas, kemudian mati, dan akhirnya tubuh mereka hancur.
"Ada apa?" Tanya Shely dan beberapa petualang lainnya. Mereka terlihat kebingungan.
"Apa Haru sudah menang?" Saat yang lainnya menanyakan apa yang terjadi di depan mata mereka, Lucy malah memikirkan hal lain.
Shely mendekati Lucy dan berkata dengan semangat, "Siapa lagi kalau bukan Haru! Aku yakin dia sudah menang." Shely berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Ayo lihat ke arena!"
Lucy mengangguk dan mereka pun berjalan cepat ke arah arena pertarungan.
Ada dua kemungkinan yang dipikirkan oleh Shely dan Lucy. Pertama, mereka berpikir Haru memang sudah menang. Memang itu yang terjadi. Kedua, mereka berpikir Haru kalah, dan raja kecoa itu tidak tertarik dengan kota ini, lalu akhirnya pergi.
***
Sebelumnya aku belum pernah merasakan telanjang di tempat luas seperti ini, dan tidak aku sangka ternyata akan sedingin ini.
"Kau tau..." Harry mengatakannya sambil mengalihkan pandangannya. "...rasanya aneh melihat penis laki-laki lain."
"Berisik tau! Apa jangan-jangan punyamu lebih kecil dari punyaku?" kataku bercanda.
"Sialan! Tentu saja tidak..." Aku bahkan tidak mau tahu kenapa saat diakhir dia mengecilkan suaranya.
"Haruu~" Suara seorang gadis terdengar di kejauhan. Lucy berlari ke arah sini sambil melambaikan tangannya, sedangkan Shely, aku rasa dia sadar apa yang ada di depannya, karena aku melihat wajahnya memerah dan ragu-ragu untuk berlari kemari.
"Yo." Aku mengangkat tanganku juga. "Aku menang kan?"
Lucy berhenti satu meter di depanku, lalu dia mengangguk, "Aku tidak akan meragukanmu lagi."
"Kalau begitu bagus."
"Umm..." Harry berbisik ke arah Lucy dan Shely "...apa kalian sadar?"
Shely yang mendengar itu, langsung tersenyum kecut, "Te-Tentu saja."
"Kenapa kau disini?" Tanya Lucy pada Harry. "Kau kan anak buahnya si master itu."
"Apa salahnya membantu kotaku sendiri?" Jawab sekaligus tanya Harry.
"Benar juga."
"Lucy. Apa kau tidak masalah melihat itu?"
"Apa? Melihat apa?"
"Yah... kau tau..." Telunjuk Harry mengarah pada kemaluanku.
Lucy mengikuti arah telunjuk Harry, dan akhirnya mata gadisnya itu melihat sesuatu yang harusnya jangan dulu di lihat.
Wajah Lucy langsung memerah dan menunjukan ekspresi yang aneh, "Ada apa denganmu? Apa kau itu bodoh?"
"Mau bagaimana lagi..." Kataku. "...bajuku hancur."
"Kalau begitu pakailah sesuatu untuk menutupi itu." Lucy melihat ke wajahku dengan marah. Aku tahu kalau matanya sesekali melihat ke arah situ. Ada apa? Apa kau mau melakukannya denganku? Tenang saja! Aku tidak mungkin menanyakan itu langsung padanya, karena aku juga tahu bagaimana sakitnya saat kemaluanmu di cabut dan di lemparkan ke kandang anjing.
Aku menghembsukan napasku dengan bosan, "Harry! Aku pinjam mantelmu."
"O-Oke." Harry langsung melepas mantelnya dan memberikannya padaku. Harry sekarang hanya memakai pakaian hitam ketat dengan celananya yang biasa itu.
Aku menerimanya dan segera memakainya, lalu mendekati Lucy, "Lucy."
Lucy mundur beberapa langkah dengan wajah jijik, "A-Apa?"
"Maaf."
"Maaf? Maaf untuk apa?"
"Aku rasa aku menghancurkan jubah berharga milikmu."
Lucy terdiam untuk sesaat, lalu akhirnya dia berbicara "Tidak! Kau tidak menghancurkannya."
"Ha?"
"Aku bilang jubah itu spesial, karena jubah itu tidak bisa hancur. Lihat saja di daftar item milikmu, aku yakin jubah itu masih terdaftar di sana."
"Ah! Aku tidak tahu dimana kartu IDku."
"Kau bisa memanggilnya dengan sihir."
"Oh... gimana?"
"Pusatkan saja sihirmu dan fokus pada bentuk kartu IDmu."
"Oke." Aku bahkan tidak mengerti apa yang dia maksud.