Chereads / Hidup Lagi Di Dunia Pararel Yang Penuh Fantasi / Chapter 74 - 73 : Kiriman Sang Raja

Chapter 74 - 73 : Kiriman Sang Raja

Sebelumnya : Master serikat pedagang kota Laksana menggoda Lucy, tapi itu berakhir mengerikan, yaitu pedang Lucy hampir menancap di lehernya.

Masyarakat akhirnya bisa masuk ke bawah tanah dan bersembunyi.

■■■

Raja kecoa itu masih terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Siapapun atau apapun makhluknya, mereka pasti akan terkejut setelah melihat sebuah kepala bisa tumbuh kembali.

"Kau... aku tau siapa kau!"

Aku memiringkan kepalaku dan bertanya "Memangnya aku pernah bertemu denganmu?"

"Kau adalah makhluk yang membunuhnya. Raja mengirimku untuk membunuhmu! Sepertinya ini akan sedikit menyenangkan."

"Raja?"

"Matilah!" Tiba-tiba raja kecoa itu berlari kearahku dengan capitnya yang mengerikan.

Aku melompat dengan elemen angin untuk menghindari itu, dan menginjak punggungnya.

Aku lupa, kecoa ini adalah jenis yang bisa terbang.

Seperti yang aku katakan tadi, raja kecoa ini mengembangkan sayapnya. Aku terjatuh karena itu, dan kepalaku membentur tanah dengan kuat.

Saat aku masih dalam posisi terlentang, dia memasukan kembali sayapnya dan jatuh ke arahku dengan beban yang aku yakin pasti akan menghancurkan tubuhku.

"Tung-" Secara reflek, aku langsung menebaskan pedangku ke perut bawahnya, dan luka terbuka lebar di perutnya, dan disaat yang bersamaan kaki tajamnya melubangi perutku, "Gah!"

Ini sakit banget!.

Aku langsung memotong kaki kecoa ini dengan pedangku, dan menendang udara untuk melarikan diri.

Aku langsung berdiri setelah berada di depannya sejauh dua meter.

Kaki tajamnya masih menancap di perutku, tapi luka yang baru saja dia dapatkan, sudah pulih kembali, begitu juga dengan kaki tajam dan bergerigi itu, sudah tumbuh kembali.

"Kau... regenerasimu."

"Bukan hanya kau yang bisa melakukan regenerasi tingkat tinggi, Manusia!"

Tangan kiriku yang masih bebas, memegang kaki kecoa itu yang tertinggal di perutku, dan dengan kuat sambil menahan sakit, aku mencabutnya.

"Aahh! Aduh!" Darah mengalir dari lubang di perutku.

Aku membuang kaki kecoa itu. Regenerasi dimulai, dan selesai.

Lalu, bagaimana caranya mengalahkan makhluk itu? Dia bisa meregenerasi tubuhnya dengan cepat.

"Apa racun tidak berguna padamu?" Tanyaku.

"Iya. Aku bisa merasakan racun dari pedangmu itu mengalir di tubuhku, tapi parasit dan cacing dalam tubuhku memakan racun itu dan menjadikannya protein untukku."

Aku menghembuskan napasku dan berkata, "Aku rasa melawanmu akan menyulitkan, padahal seranganmu tidak lebih hebat dari kelinci dan berang-berang itu."

"Diamlah, Manusia!" Setelah dia mengatakan itu, aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi tiba-tiba seluruh tubuhnya terluka.

Tubuhnya tersayat-sayat dan mengeluarkan darah berwarna putih. Beberapa detik setelah luka terbuka lebar, sesuatu keluar dari sana. Seperti cacing berwarna putih. Aku bahkan tidak ingin tahu apa itu, tapi itu sungguh menjijikan.

Setelah selesai mengeluarkan cacing putih itu, tubuh raja kecoa itu mulai meregenerasi dan tubuhnya jadi seperti semula lagi. Dia memang mengerikan, dan menjijikan tentu saja.

Dan tiba-tiba, berpuluh-puluh cacing itu bergerak dengan kecepatan tinggi kearahku.

"Apa?" Aku langsung berlari menghindari serangan dari cacing putih itu. Aku merasa jijik. Lagian, para cacing putih itu meninggalkan jejak berupa lendir di setiap mereka bergerak.

Aku berlari mengitari lapangan, dan terus melakukannya selama kurang lebih lima menit.

"Ada apa? Kenapa kau hanya berlari saja?"

"Berisik!" Kataku sambil berlari. "Itu licik! Itu menjijikan!"

Aku menaruh kembali pedangku di sarung pedang yang aku simpan di pinggang sebelah kananku, lalu aku merapal, "Api! Bakarlah targetmu!"

Lingkaran sihir berwarna merah terbentuk di kedua telapak tanganku.

Aku berhenti dan langsung berbalik sambil menunjukan lingkaran sihir api ini pada cacing itu. Saat jaraknya dua meter, aku berkata, "Matilah!" Dan api membara keluar dari lingkaran sihir itu. Membakar habis puluhan cacing yang tadi mengejarku.

Itu sih yang ingin aku percayai, tapi... satu cacing keluar dari semburan api panas itu, dan melubangi perutku. Tiga cacing keluar lagi, dan melubangi dadaku, sampai akhirnya, serangan bertubi-tubi yang melubangi seluruh anggota tubuhku secara terus-menerus.

"Aaaaaahhhhhh!!!"

Darah menyembur ke segala arah. Tenggorokanku sakit karena terus berteriak dari tadi.

"Hahaha~"