Sekarang, ayo saatnya bertingkah keren, tentu saja keren yang sebenarnya.
"Jadi... Manusia! Apa kau sudah memikirkan cara untuk membunuhku?" Dia tersenyum menghinaku saat mengatakan itu.
"Yah... aku juga tidak begitu tau, tapi... aku rasa ini mungkin akan membunuhmu."
Aku mengeluarkan kartuku dan mengklik kristal atau partikel iblis, atau apapun itu namanya. Yang penting bentuknya bulat dan bersinar berwarna ungu.
Setelah kristal iblis itu keluar, aku memasukan kembali kartuku dan melihat kristal iblis ini dengan serius. Jujur saja! Aku menolak untuk takut, tapi dengan tubuhku yang sekarang, aku yakin ini tidak akan masalah. Aku tidak akan mati.
Aku memasukan krital iblis itu kedalam mulutku, dan memecahkannya menggunakan gigiku, lalu menelannya.
"Kau... apa kau memang ingin mati? Aku tau apa itu, dan Manusia manapun pasti akan hancur saat memakan itu." Walaupun dia terdengar tidak ketakutan, tapi wajahnya berkata lain. Dia takut.
Seperti yang aku duga, item ini sangat berguna.
Aku tersenyum setelah mendengarnya mengatakan itu, lalu aku berkata, "Ada apa? Apa kau taku..."
Aku tidak bisa, aku tidak kuat, aku tidak sanggup untuk melanjutkan perkataanku. Aku serasa tercekik.
Napasku sesak sekali. Aku merasakan sesuatu bergerak kesana-kemari didalam tubuhku.
"Aaaaahhhhhh~"
Aku memuntahkan darah, banyak sekali darah yang aku muntahkan.
Apa yang terjadi?.
"Biar aku beri tau satu hal! Manusia, bukan! Makhluk hidup manapun kecuali iblis, yang menelan kristal iblis, maka kematian sudah dipastikan beberapa menit setelah itu."
Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi, karena seluruh tubuhku serasa sangat panas dan sakit. Kepalaku, dada, tangan, kaki, perut. Seluruh bagian tubuhku, serasa akan hancur.
Aku tidak tahu sudah berapa banyak darah yang aku muntahkan.
Aku terjatuh dengan lutut menyentuh tanah, dan akhirnya aku hampir bersujud di hadapan monster kelinci itu.
Makhluk itu hanya tersenyum.
Jadi... kristal iblis ini, hanyalah sebuah racun, bagi Manusia?.
Tidak! Lalu kenapa monster itu mundur sedikit demi sedikit. Dia ketakutan. Aku yakin ada sesuatu dengan rasa sakit ini.
"Haaaaaa!!!" Aku memaksakan tubuhku dan bangkit.
Napasku terengah-engah dan akhirnya seluruh tubuhku terbakar. Aku merasakannya... sebuah kekuatan yang luar biasa mengalir dalam tubuhku.
Tubuhku yang tadinya biasa saja, tiba-tiba saja terbentuk otot orang yang sering berolahraga. Sixpack atau apapun itu namanya.
Aku seperti, seperti, seperti bisa mengalahkan apapun.
Aku tersenyum sendiri, lalu melihat monster itu, "Kau... takut kan?"
Saat aku berkata itu, dia menunjukan wajah terkejut dan mundur satu langkah.
"Xihi." Aku menyiapkan kuda-kuda seperti hendak berlari marathon. "Aku pasti akan membunuhmu!"
Aku merasakan seluruh tubuhku serasa akan hancur, tapi kekuatan yang luar biasa ini, seperti mengalahkan rasa sakit itu sendiri.
Aku menendang tanah yang aku pijak dan dengan kecepatan tinggi, aku menabrakan pukulanku ke arah perut kelinci itu.
Suara pukulannya *BOOM* Terdengar seperti sebuah bom yang meledak.
Kami menabrak dan merobohkan satu, dua, tiga, bahkan lebih dari enam pohon raksasa, sampai akhirnya kami berhenti.
Aku terjatuh dan berdiri. Sedangkan monster itu terkapar seperti tidak berdaya. Kekuatan yang luar biasa.
Itu... pedangku? Jadi selama ini pedangku menancap di kaki hewan itu ya?.
Aku berjalan mendekatinya dan mengambil pedangku.
Dia bangkit dan menyerangku dengan kuku panjangnya yang sebelah kanan.
Aku merasa percaya diri dan melapisi pedangku dengan angin dan api. Lalu setelah itu, aku menahan serangannya dengan tebasanku.
*DUARZ* Senjata kami saling bertabrakan, dan kuku kelinci itu hancur berkeping-keping, sedangkan pedangku baik-baik saja.
"Apa? Dasar Manusia rendah!"
Aku mengganti posisi pedangku, tadinya aku memegang pedang ini di tangan kanan, sekarang di tangan kiri.
Aku menatapnya dengan tatapan marah, kesal, benci, dan tentu saja, hasrat membunuh ini tidaklah bohong.
"Kau pikir aku takut dengan tatapan itu? Dasar rendah!' Dia mundur beberapa langkah dan menabrak pohon di belakangnya.
"Diamlah! Aku akan menyiksamu dulu sebelum membunuhmu."
Aku melompat dan menebaskan pedangku secara terus-menerus kearah monster itu. Darahnya menyembur kesegela arah. Bulunya terbakar dan hilang, kulitnya sobek dan terbakar, dagingnya berantakan dan gosong, dan tulangnya hancur berantakan.
Setelah menyerangnya secara beruntun selama kurang lebih dua menit, aku menginjak tanah dan menendangnya, lalu seperti sebuah roket dengan kecepatan tinggi, aku menembus dadanya dengan pedangku, dan melubangi jantung besarnya. Aku bahkan sampai menembus pohon besar di belakangnya.
"Aakkhh. Sial!"
"Xihi."