Chereads / Kapadokya / Chapter 69 - Menggenggam Matahari

Chapter 69 - Menggenggam Matahari

Aku mencintaimu,

Aku mencintaimu,

Aku mencintaimu,

Matahari kecilku.

'Kamu matahari, pernahkah kamu menyadarinya. Tatkala menatapmu, tangan ini harus menutup kedua mata agar sinarnya tidak membutakan hati, agar cahayanya tidak melemahkan seluruh jiwa dan agar panasnya tidak membakar seluruh raga. Ya aku mencintaimu, Cartagena.'

Dia pulang, Cartagena. Dia pulang.

Sakramen perjamuan suci di lingkaran tahta utama pun dimulai. Sang Imam Utama memanggil para imam untuk membagikan hosti yang harus diambil dari meja komuni. Catherine yang sedang duduk di dalam kapel dan mempersiapkan diri untuk menerima komuni, mendadak melihat sekelebatan Cartagena, David-suami Diana saat masih mengenakan baju imam dengan terusan panjang warna hitam melangkahkan kakinya dari arah belakang jemaat. Catherine hanya bisa memandang saat David, Oswald memalingkan wajahnya ke arah Catherine.

Seperti teringat kisah sewaktu masih sebelum menggantikan posisi Diana, Catherine teringat akan cintanya pada Oswald, sebelum Oswald memutuskan untuk meninggalkan devosi keimamannya dan menikahi Diana.

'Oswald,' bisik Catherine di dalam hatinya. Dia sangat mencintai Oswald. Andai saja waktu itu dia tidak hilang di kegelapan langit Kapadokya, mungkin mereka akan masih berteman dan bisa bersama-sama. Namun takdir memisahkan begitu banyak cerita diantara mereka. Mengingat akan kisah cintanya dengan Oswald sebelum dia menikah dengan Diana dan meninggalkan keimamannya membuat Catherine menangis begitu dalam.

'Aku mencintaimu, Oswald.' 'Rasanya seperti pernah bersama dalam ribuan masa. Rasanya seperti melihatmu dalam ribuan malaikat sedang melayani di Singgasana Tahta Sang Lanjut Usia.' Lanjut Catherine. 'Melihatmu di sana di dekat meja sakramen perjamuan seperti melihatmu dalam lingkaran tahta anugerah Sang Lanjut Usia, kita saling mencintai disana. Lalu engkau mempersembahkan dirimu melayani Sang Lanjut Usia. Engkau memandang El-Sheba dari lingkaran dalam pelayan suci malaikat tertinggi, pandanganmu kepadaku pada masa seribu tahun sukacita.'

'Oswald, betapa aku mencintaimu. Rafael.' Catherine tertunduk sambil menghapus air matanya lalu dengan derai air mata yang mengalir, diambilnya antrian dalam lajur pengambilan roti sakramen itu.

'Rafael, Oswald kini kita sama-sama berada di bumi dalam genggaman tangan yang Sang Pencipta. Betapa dalamnya cinta ini tidak mungkin terhapus oleh ingatan seribu masa. Aku mencintaimu.' Catherine kembali mengalirkan air mata saat menerima roti sakramen itu. Roti itu mengingatkan akan rasa laparnya yang harus ditahankan karena kehilangan seorang kekasih yang sangat dicintainya. Mereka seperti sepasang kekasih yang harus menahan diri dan berpuasa sampai Sang DIA kembali ke bumi. Tangan yang merentang untuk menebus dan menghidupkan kembali manusia berdosa dan telah membagi-bagikan tubuh dan darahnya dalam bentuk roti dan anggur untuk jemaat-Nya.

'Aku mencintaimu, Oswald. Ingin rasanya dipeluknya Imam yang membagi hosti itu, tapi dia bukan Oswald, dia bukan Rafael, dia hanyalah Imam biasa.

Betapa kerinduannya harus ditahankan untuk tidak melanggar kekudusan surga dan berbuat dosa yang dilarang oleh Tahta Langit.' Bisik Catherine didalam hatinya.

'Roti ini harus cukup dimakan seperti manna yang turun dari surga untuk menahankan rasa lapar akan dosa yang terus mencoba menggodanya.' Catherine memakan roti itu dengan kertak gigi dalam setiap gigitannya. Air matanya mengalir menahan rasa kecewa akan keputusan Sang Maha Tinggi.

'Andai saja Oswald menjadi milikku,' demikian seruan hati Catherine. 'Tapi dia bukanlah milikku,' hati kecilnya menjawab, 'Dia milik Diana.'

Dipeluknya surga dalam ruang hampa hatinya, dipandangnya kekasih di samping kanannya, tapi Catherine tetap tidak terima. Dia hanya mencintai Oswald.

Rasa sakit di perutnya tidak tertahankan seperti hendak membelah uterus lalu mengeluarkan rahimnya dan menjahitnya kembali.

Rahim itu memberontak, janin di dalam kandungannya semakin besar dan mendesak kantong lahir lalu ketuban itupun pecah dan bersalinlah Catherine di Rumah Sakit dekat kapel waktu dia terima komuni pertama dulu.

'Oswald, aku mencintaimu.' Catherine mendesah lirih lalu digenggamnya tangan kekasihnya untuk pergi.