Chereads / Ayah Tiriku Idolaku / Chapter 44 - Part 44 : Mobil

Chapter 44 - Part 44 : Mobil

Raja siang makin meninggi. Sinarnya membentuk bayangan tubuh yang kian memendek. Pengunjung tempat wisata ini pun makin membludak. Banyak sekali. Ramai. Memenuhi sudut-sudut wisata yang menyajikan panorama alam dengan seabrek keindahannya. Sungguh, karunia Tuhan yang tak dapat didustakan.

Aku dan kawan-kawan segera mandi bilas, lalu berkemas. Membongkar tenda dan bersiap-siap pulang. Bang Kia dan Bang Leno yang mengantar kepulangan kami, karena kebetulan mereka membawa mobil pribadi. Satu per satu Bang Kia mengantar kami hingga tiba di rumah kami masing-masing. Advan, Evcoss, dan Oppo telah kembali bersama keluarganya. Tinggallah aku yang masih berada di dalam mobil bersama Bang Kia dan Bang Leno. Kami bertiga masih dalam perjalanan menuju rumahku.

''Vivo ...'' celetuk Bang Kia di sela-sela menyetir mobilnya.

''Iya, Bang ...'' sahutku.

''Diam aja daritadi ...''

''Hehehe ...'' Aku hanya tersenyum.

''Kalau diperhatikan dari semua teman-teman lo, lo itu yang paling calm, pendiem ...'' komen Bang Kia berlanjut.

''Ya, benar ... cool banget, tidak banyak omong,'' sambung Bang Leno.

''Hehehe ... masa' seeh, Bang?''

''He-em ... lo tuh, seperti kurang percaya diri, gak lepas, rada jaim (jaga image), kenapa? Padahal lo itu punya face yang manis lho, kinyis-kinyis kayak gula jawir ... wkwkwkwk,''

''Hehehe ... Abang bisa aja!''

''Seriusan, lo itu termasuk good looking, Vo!'' ungkap Bang Leno, ''ganteng-genteng cantik, gimana gituh,'' imbuhnya.

''Hahaha ...'' Kami jadi tertawa.

''Pantas saja kalau Sam itu sangat mengkhawatirkan diri lo, Vo ...'' cetus Bang Kia.

''Dan karena kelewat khawatirnya dia terhadap lo, sampai-sampai dia menyuruh kami untuk menyusul lo di curug hanya untuk memastikan bahwa lo baik-baik saja,'' ucap Bang Leno menambahi.

''Hah? Apa benar yang kalian katakan itu?'' Aku mengkerutkan dahiku. Kaget. Heran. Tak percaya.

''Beneran. Kami tak berdusta. Kami datang ke curug karena perintah dari Ayah Tirimu itu, Vo,'' timpal Bang Kia dengan nada penuh keseriusan.

Aku makin tercengang. Perasaanku seperti terhempas badai salju. Dingin tapi meluluhlantakan persendian.

''Sam sepertinya sangat menyayangi lo, Vo ...'' kata Bang Kia enteng. Pelan tapi membuat batinku berguncang.

''Atau jangan-jangan ada sesuatu di antara kalian?'' ungkap Bang Leno menimpali.

''Hahaha ...'' Bang Kia dan Bang Leno tertawa ngakak. Aku hanya tersipu. Diam dan bingung.

''Hehehe ... sesuatu apa maksud dari kalian?'' ujarku jadi penasaran.

''Kami mencium aroma ...'' jawab Bang Kia terpotong.

''Aroma apa?''

''Aroma percintaan Ayah dan Anak Tirinya,'' tandas Bang Leno turut menjawab.

"Hahaha ...'' Dua laki-laki tampan dan gagah itu pun ngakak tak terelakan.

''Hahaha ... kalian bisa aja, nggaklah ... itu tidak mungkin,'' timpalku mengelak.

''Gak apa-apa kok, Vo ... kalau memang ada sesuatu di antara kalian, terkadang ... cinta itu datang tak kenal tempat, waktu dan jenis kelamin,'' kata Bang Kia dengan sorot mata yang berbinar-binar. Penuh rasa percaya diri dan semangat.

''Ya, nikmati saja selagi ada cinta yang menghampiri hati lo,'' lanjut Bang Leno penuh dengan keyakinan.

Dua laki-laki ini memang selalu kompak dalam mengutarakan pendapatnya. Mereka berdua memang pasangan yang serasi. Klop. Saling mengisi dan saling melengkapi. Bagai botol dan tutup botolnya. Walaupun mereka menyembunyikan hubungan mereka, tapi aku bisa membaca dari bahasa tubuh mereka, yang seolah mencerminkan bahwa ada sesuatu di antara mereka. Aku yakin Bang Kia dan Bang Leno memiliki ikatan batin yang tak biasa. Seperti antara aku dan Bang Sam.

''Vivo, bersyukurlah ... karena lo memiliki Ayah Tiri yang baik hati seperti Sam. Dia pasti sangat menyayangi lo dengan sangat tulus,''

''Ya, Bang ...''

''Walau ia masih muda, tapi posisi ia sekarang adalah ayah lo. Jadi hormatilah ia, meskipun hanya sebagai ayah tiri.''

Aku jadi terdiam. Merasa bersalah dan sedih mendapat kalimat satir dari Bang Kia. Halus tapi cukup mengena dan menyentil perasaanku.

''Nasib lo tak jauh berbeda dengan gue, Vo ... karena gue juga tumbuh dari lingkungan keluarga yang di dalamnya terdapat seorang ayah tiri. Beliau yang mendidik gue, menggembleng gue, dan mengajarkan segalanya terhadap gue. Tentang baik dan buruk. Tentang iman dan taqwa. Tentang kerja keras dan pantang menyerah. Tentang hidup dan kehidupan.''

Mata Bang kia tampak berkaca-kaca. Mungkin dia mengingat masa lalunya. Saat begitu, dengan refleks Bang Leno mengangkat tangannya dan mengusap lembut bahu serta punggung Bang Kia. Sungguh, pemandangan yang cukup melankolis sekaligus romantis. Dari sikap mereka, sudah jelas memang ada hubungan spesial di antara mereka. Bukan sekedar hubungan persahabatan biasa, tapi lebih dari itu. Hubungan cinta. Hubungan asrama antara pria dan pria. Hubungan kasih sayang yang keberadaannya antara ada dan tiada. Ditentang dunia dan terhalang oleh batasan norma.

Beberapa saat kemudian,

Kami pun tiba di halaman rumahku. Bang Kia memperlambat laju kendaraannya dan berhenti tepat di muka rumahku. Kami segera turun dari mobil dan saat itu pula tampak dari dalam rumah, sosok Ibu beserta Bang Sam berjalan tergesa-gesa menyambut kepulanganku.

Ibu langsung memelukku dan memeriksa seluruh kondisi tubuhku dengan mimik wajah yang penuh kecemasan. Benar-benar berlebihan. Aku diperlakukan seperti anak perawan yang hilang dan baru ditemukan.

''Bagaimana keadaanmu, Nak?''

''Kamu baik-baik saja, 'kan?''

''Apa kamu semalam tidur nyenyak?''

''Apa ada makhluk-makhluk yang mengganggumu?''

Pertanyaan-pertanyaan konyol terlontar dari mulut ibu memberondongku. Seperti petasan yang memekakan kupingku. Jengah dan sangat kelewatan. Come on, i am a boy, not a girl? Please, Don't over protectif to me!

''Vivo baik-baik saja, Bu ... tak perlu mengkhawatirkan Vivo!'' tandasku sembari ngeloyor masuk ke kamarku, setelah sebelumnya melirik ke arah Bang Sam yang terlihat lagi sibuk mengobrol bersama Bang Kia dan Bang Leno.