Chapter 14 - Teguh

"Tentu," Leandra melihatnya mengangguk ringan. Sebelum keduanya berjalan bersama.

Laras Meminta Leandra datang ke sebuah tempat yang letaknya dekat pasar besar di kota tersebut. Laras bilang tempat yang dia tuju adalah pusat kota. Tapi Leandra tak habis pikir bagaimana tempat yang konon adalah pusat kota selenggang dan setenang ini. pemuda ini keluar dari mobilnya. Sejalan kemudian ia mendapati laras keluar dari mobil.

"Tunggu aku di sini ya," suara gadis itu mirip ibunya kali ini, lembut dan sopan.

Leandra mengangguk, dia mengamati gadis itu tenggelam memasuki lorong menuju pasar besar. Untuk kesekian detik Leandra mengira bisa berdiam diri di tepian jalan. Namun, tiba-tiba pikirannya berubah. Dia penasaran kemana dan apa yang akan laras lakukan?

Pikiran yang mengganggu tersebut membawa leandra untuk diam-diam membuntuti gadis tersebut. dia menoleh ke segala arah ketika menyadari dirinya masuk ke dalam pusat keramaian pasar besar.

Di dalam bangunan pasar tersebut ternyata memang lebih ramai ketimbang penampakan luarnya. Leandra memacu langkahnya sesuai instingnya. Langkah tersebut terhenti selepas dia menemukan siluet si pemilik mata bulat yang ingin dia buntuti.

Gadis itu terlihat baru berpindah dari satu toko perhiasan ke toko lain, "dia ingin membeli perhiasan?" ini batin leandra mengurangi jarak dirinya dan laras . Gadis yang berdiri di depan sebuah etalase kaca. Tapi tidak untuk melihat-lihat. Dia melepas antingnya.

Mata leandra mengerja tak percaya, mengapa dia merasa adegan gadis itu mendorong gumpalan pengap di dadanya. Gumpalan itu naik ke tenggorokan tatkala Laras terlihat kembali melepas kalung yang melingkar di lehernya.

'Jangan,' suara ini lirih untuk di dengar Lendra sendiri. dia merasa perlu melepas gundah yang mencengkram ujung lehernya detik ini. gumpalan besar yang membuatnya sesak saat ia melihat gadis itu menatap sesaat kalungnya. Perhiasan yang pada akhirnya dilepas dan diserahkan kepada pramuniaga. Perempuan dengan bibir merah menor sudah siap menerima barang berharga milik laras.

Ingin rasanya Leandra mengambil kalung itu lalu menahannya supaya tetap dimiliki nona kasir. Nyatanya ketika dia merogoh saku celana. dia baru ingat. Tuanku Imam Bonjol lah yang sedang menatap miris padanya.

Wajah teduh pahlawan nasional yang menghiasi uang bernilai lima ribu rupiah menyakiti hatinya. Sorban dan jenggot tuanku yang konsisten menyuguhkan kesan bijaksana, malah mengingatkannya untuk berdoa bahkan mendorongnya supaya secepatnya bertaubat dari segala kekacauan yang dia jalani.

"mingger!" dan leandra tersentak ketika seorang pendorong gerobak, kuli angkut pasar besar meneriaki dirinya.

Leandra menyingkir, ketika dia kembali menatap toko perhiasan di ujung sana. Pemuda tersebut tidak mendapati keberadaan Laras. 'laras pasti sudah kembali, bisa jadi dia menuju mobil martin,' leandra berlari tunggang lalang berharap dirinya sampai dia mobil martin lebih awal dari gadis itu.

Sayang sekali ia terlambat, Laras berdiri di dekat pintu dan menyedekapkan tangannya.

"kemana saja? Kan sudah ku bilang aku sebentar," gadis itu memarahi leandra seolah dia seorang guru yang tengah mendapati anak didiknya datang terlambat.

"maafkan aku," leandra menggaruk sudut lehernya, secara nyata leandra tak mengerti mengapa ada rasa bersalah di dalam hatinya sebab membuntuti gadis tersebut.

"Leandra, sebelum kembali ke rumah sakit, kita berhenti di satu tempat ya?"

"oke," 'dia menyebut namaku,' pemuda ini merasa nuansa mobil martin lebih mencair sebab gadis itu memanggil namanya. Laras tidak mengatakan kata 'kamu, kau,' seperti caranya memanggil leandra sebelum-sebelumnya.

.

.

"Ya, kita berhenti di sini," ujar laras selepas mobil bergerak beberapa menit meninggalkan pasar besar, "kali ini kamu boleh ikut," dia bicara dengan sedikit senyum di bibirnya.

Leandra tidak habis pikir bagaimana Laras begitu tabah ketika beberapa menit sebelumnya, gadis tersebut baru saja melepas benda-benda berharga yang melekat di tubuhnya.

Anting dan kalung ialah perhiasan para perempuan. Perhiasan yang menjadikan mereka merasa lebih cantik. Leandra kagum atas kemampuan Laras meneguhkan hatinya. Atau jangan-jangan gadis ini memang pandai ekspresi.

.

.

Kini, Lendra turun mengikuti cara laras turun dari mobil.

Saat gadis tersebut menoleh pada Leandra dan mengatakan 'ayo,' dengan gerakan kepalanya. Leandra merasa Laras masih menawan, atau entah istilah apa yang paling tepat untuk menggambarkan gadis tersebut. yang pasti, dia tampak sama saja walaupun di telinganya tak ada lagi anting.

"kamu belum makan sejak pagi, maaf, membuat hari rayamu kacau," leandra menggelengkan kepalanya. Sungguh tak ada yang kacau hari ini.

Dia dan keluarganya tidak memiliki tradisi yang menyenangkan di hari raya. Para manusia dengan nama belakang bazan akan berkumpul lalu makan makanan yang disiapkan secara sembarangan oleh para lelaki, yaitu dirinya dan ayahnya.

Pada hari raya, keluarga bazan berada di fase paling membingungkan, tak ada pelayan dan rumah berantakan. Makanan terbatas dan hidup mereka bergantung pada aplikasi online penyedia makanan dan layanan kebersihan. Para asisten rumah libur. pulang ke kampung halaman. bercengkrama dengan keluarga mereka.

"Ini hari raya terbaikku," ujar leandra.

"Sungguh?" Laras terkekeh, mungkin dia merasa leandra sekedar memberinya hiburan.

"sungguh!" tegas leandra.

Laras sekedar mengangkat bahunya. Gadis itu percaya Leandra tengah berbohong.

Bahkan saat Laras menyerahkan piring kepada leandra. gadis itu memberinya tatapan kecut.

Rumah makan yang mereka kunjungi ialah rumah makan prasmanan. Istilah lainnya merupakan restoran yang mengijinkan pembeli mengambil sendiri apa-apa yang ingin mereka santap.

Jadi dua anak muda ini memilih sesuatu yang mereka inginkan. Namun, tiba-tiba salah satu dari mereka memilih untuk menurunkan kembali menu yang mengisi piringnya.

Leandra memilih menurunkan menu makanan yang dia pilih. Pemuda ini memutuskan mengambil menu yang sama persis dengan menu yang ada di piring selaras.

Laras duduk dan disusul leandra duduk di depannya. Betapa terkejutnya Laras melihat menu makanan yang sama ada di atas piring leandra.

"Selera kita sama nona," pemuda itu mengutarakan kalimat yang membuat Laras tertawa kecil.

Panggilan nona terasa asing dan aneh.

"Kamu tahu apa yang kamu ambil?" Ini kalimat tanya dari Laras

"aku mengambilnya karena aku penasaran," jawab leandra.

"baiklah," Laras menahan senyuman untuk kesekian kali.

"Mengapa kamu tak bilang ini pedas sekali!!" dia memekik, pria muda metropolitan itu bermuka merah padam. Oseng mercon, siapa yang bisa mengunyahnya kecuali penduduk lokal yang sudah terbiasa makan makanan tersebut.

Leandra bersin dan air mukanya sangat tersiksa.

"Air! beri aku air!!" keluhannya membuat panik pemilik warung.

"kubilang juga apa," meneguk es teh dan membasahi seluruh lidahnya dengan satu cangkir besar minuman dingin tersebut.

Laras menepuk pundaknya dan memberinya tisu.

"ini makanan mengerikan!" leandra mengumpat.

"Huss. Jangan berkata begitu," dia yang berusaha keras menahan tawa terlihat menyingkirkan oseng mercon di atas piring leandra. Membawanya ke piringnya. Menyisihkan yang pedas dan menyisakan yang bisa leandra makan.

Gadis itu menggantinya dengan lele goreng dari wadah prasmanan.

Lalu berkata: "ini lebih baik untukmu," ujar Laras. Leandra masih belum yakin. Pemuda ini sarapan dengan roti bakar dan selai oles tiap pagi. Bukan lele goreng.

.

.

_______________________

Hello sahabat, bantu saya dengan memberi komentar terbaik anda

Masukan pada perpustakaan

Peringatan! Jika buku ini berhenti update DM saya di Instagram

Sampai jumpa di hari yang indah

Nama Pena: dewisetyaningrat

IG & FB: @bluehadyan

Discord: bluehadyan#7481