Chapter 3 - BAB 3

Taehyung selalu pintar membaca pikiranku. Aku sangat terkesan.

Ia membawaku melewati ruang tengah. Ah dan ya, lift ini tidak berhenti di koridor, benda ini langsung masuk dan berhenti di dalam penthouse Taehyung. Ini benar-benar pribadi bukan?

Kami masuk kedalam kamar, dan ia menarikku menuju kedalam kamar mandi.

"Kupikir kita akan-" Ucapku bingung menunjuk arah luar.

"Aku tidak memiliki waktu banyak untuk melakukannya di ranjang. Mari kita saling menyabuni. Aku akan menggosok punggungmu. Sekarang lepas pakaianmu selagi aku menyiapkan air." Katanya sembari melepaskan kaosnya dan pergi menuju shower.

Aku tersenyum dan sedikit menggigit bibir bawahku. Dia terlihat menggemaskan, sedang di kejar oleh meeting dan dia ingin bercinta denganku. Bagaimana bisa dia memiliki libido sebesar itu? Dan mungkin sebentar lagi aku akan tertular, karena hampir setiap saat ketika bersama Taehyung aku selalu tidak bisa berpikir jernih.

Teringat perintahnya, aku menanggalkan seluruh pakaianku dan bergabung dengan Taehyung yang siap dengan airnya. Dia berbalik dan matanya terpaku selama beberapa saat untuk melihat dadaku dan bagian tubuhku yang lain. Aku merasa begitu cantik ketika Taehyung selalu melakukan itu. Kemudian dia melepaskan celana dan boxernya. Membebaskan sesuatu yang masih mengeras di sana.

Taehyung meraihku untuk bergabung dengannya di bawah pancuran. Oh air hangat yang meluncur ke tubuhku membuatku mendesah karena nikmat. Taehyung berdiri di belakangku dan mulai menciumi pundakku. Aku memiringkan kepala untuk memberi akses padanya. Aku masih penasaran dengan miliknya yang begitu sempurna. Aku berbalik dan Taehyung langsung melumat bibirku. Kedua tanganku turun kebawah untuk menyentuh miliknya.

Dia menggeram berat dalam mulutku. Aku tersenyum puas.

Taehyung melepaskan ciumannya dan berkata dengan napas kasar di bawah uap air. "Lakukan apa yang ingin kau lakukan."

Aku menatapnya kemudian berjongkok. Wajahku sekarang sejajar dengan milik Taehyung dan aku merasakan milikku semakin basah di bawah sana. Aku mendongak untuk menatapnya sekali lagi sebelum aku memasukkan penisnya kedalam mulutku.

Oh sial, bahkan bibirku baru menyentuh ujung kepalanya, namun mulutku harus terbuka lebar karena ukurannya yang luar biasa. Aku menjilati cairan pra ejakulasinya yang keluar, terasa unik dan membius. Dari atas sana aku mendengar Taehyung menyebut namaku dengan kasar dan rendah. Itu semakin membuatku berani. Aku mulai memasukkan hampir seluruh batang ereksinya kedalam mulutku.

"Bagus. Tekan yang kuat dengan bibirmu. Kenikmatan terbesar akan kau berikan padaku."

Aku menurutinya, menekan dengan keras sebisaku. Dan aku kembali di hadiahi suara Taehyung yang indah. Ini sedikit membuat bibirku nyeri, namun aku tidak peduli. Kepuasan Taehyung aku prioritaskan.

"Sekarang hisap." Aku mengisapnya dengan kuat sampai ujung batangnya menyentuh tenggorokanku. Itu membuatku terkejut dan tersedak.

Dia tertawa. "Tenang sayang. Kau seperti gadis kecil yang kehausan." Dia mundur sampai ereksinya keluar dari mulutku, kemudian kembali mendorongnya perlahan.

"Lakukan sekali lagi." Suaranya berubah lagi menjadi tegang.

Aku kembali menjepit kuat miliknya dengan bibirku, menjilati sepanjang ereksinya yang semakin membengkak di dalam mulutku. Taehyung menggeram dan mendorong dirinya untuk lebih dalam kemulutku. Aku mulai melakukan itu dengan cepat ketika mendengar napas Taehyung semakin tidak beraturan.

"Ah, ya, kau gadis pintar." Taehyung meletakkan tangannya di belakang kepalaku, mencengkeram rambutku dan memanduku untuk bergerak maju mundur semakin cepat. Cepat sampai ereksinya berdenyut di dalam mulutku.

"Aku akan datang." Aku semakin mempercepat gerakanku, menanti ejakulasi Taehyung meledak di dalam mulutku. Tapi sialnya itu tidak terjadi. Taehyung tidak memperbolehkanku dan menarikku kembali berdiri.

"Akan sangat menyenangkan bisa keluar di dalam mulutmu. Tapi aku harus memberikan kenikmatan juga padamu sebelum kita benar-benar pergi mandi. Dan kita tidak memiliki banyak waktu." Jari-jari indah Taehyung turun menyentuh kewanitaanku yang terasa begitu licin. AKu memekik nikmat karena Taehyung menekan dan mengocok klitku keras dengan ibu jarinya.

"Ya ampun. Kau begitu siap untukku."

"Taehyung...." desahku memanggil namanya, aku merasa begitu lemas karena sentuhan bertubi-tubi yang di lakukan Taehyung.

"Berpegangan pada dinding." Dia membimbingku untuk bertopang pada dinding, mengatur posisi untuk memasukkan dirinya padaku.

Dan kami berdua mendesah keras ketika kemaluan kami bersatu. Taehyung langsung menggerakan tubuhnya maju mundur dengan keras tanpa jeda dengan ritme yang stabil. Aku takjub dengan kemampuannya itu. Suara erotis yang berasal dari bawah sana bersatu dengan suara shower.

"Oh vaginamu sialan begitu menjepitku dengan kuat." Taehyung semakin mempercepat gerakannya, dan aku mencengkram sekuat tenaga ereksi Taehyung yang membengkak di dalam milikku.

"Aku akan keluar." Jeritku berusaha mengimbagi suaraku dengan air shower. Di belakang sana Taehyung terus menghujamku tanpa ampun. Membuat sekujur tubuhku tegang.

"Tahan itu."

"Apa?!" 

Sialan, apa katanya? Bagaimana bisa aku menahan kenikmatan sebesar ini? Aku hampir terisak karena perasaan luar biasa yang terus ia berikan padaku.

"Taehyung, kumohon."

"Sekarang." Ucap Taehyung dengan keras.

Kami pun mencapai puncak bersama, ejakulasi Taehyung terus menembak masuk kedalam tubuhku yang gemetar karena gelombang kenikmatan yang tak mampu kuhentikan. Berbeda dengan Taehyung yang masih berdiri dengan kokoh di belakangku. Dia menarik batangnya keluar dari tubuhku, aku mendesah karena gesekan dan kehangatan yang hilang.  

"Kau luar biasa menyenangkanku." Taehyung membantuku berdiri dan merapikan helai rambutku yang menempel di seluruh wajahku. Kemudian memberiku kecupan manis sebelum kami benar-benar mandi dan saling menyabuni dengan cepat. Walau aku sempat menegur Taehyung karena ia terus membuat dirinya berlama-lama menyabuniku karena terus berputar di sekitar payudaraku.

***

Lukisan-lukisan di lorong membuatku tertarik untuk mengamati selama mungkin. Taehyung benar-benar pria seni yang tahu selera. Aku begitu takjub dengan pilihan-pilihan lukisan abstrak namun memiliki makna jika kita melihatnya dengan teliti. Aku sudah melakukan ini hampir selama sejam setelah keberangkatan Taehyung ke kantornya.

Sebenarnya aku ingin melakukan sesuatu yang lebih bermanfaat seperti membereskan rumah atau menyuci baju dan semacamnya. Tapi itu semua tidak ada gunanya, rumah di sini terlihat selalu rapi dan mengilat. Dan untuk mencuci, Taehyung bersikerasa melarang karena setiap jam empat sore nanti akan ada pegawai apartement yang datang mengambil dan melaundry pakaian Taehyung kotor di sini.

Jadi beginilah aku, Taehyung membuatku menjadi istri ratu, atau kasarnya aku adalah istri yang tidak berguna. Oke dia yang membuatku memiliki pikiran menyebalkan seperti itu.

Aku ingin sekali menghubungi keluargaku di Busan. Oh tentu saja itu akan kulakukan sejak tadi jika saja ponsel murahanku tidak rusak karena masuk kedalam kolam renang ketika aku dan Taehyung berenang bersama. Aku memang sialan ceroboh.

Sebelum pergi, Taehyung juga sudah memberiku blackcard id yang tidak memiliki nominal alias kita bebas menggunakannya untuk apapun karena ini bersifat unlimited selama Taehyung menyetujuinya. Yeah, ini benar-benar gila. Dari mana dia membuat ini?

Jika saja aku adalah tipikal perempuan yang mengutamakan material, mungkin saja sekarang aku sudah pergi ke mall dan membelanjakan seluruh isinya. Tapi sialnya aku tidak seperti itu, bagiku itu sangat tidak ada gunanya, mata mu hanya lapar untuk sesaat dan setelahnya kau akan melupakan semua. Itu sangat tidak realistis.

Tapi aku kembali teringat pesan Taehyung sebelum pergi,

"Pergilah berbelanja, gunakan kartu itu sesukamu. Jangan pergi sendirian. Gunakan supir untuk mengantarmu kemanapun. Aku akan mengemudi sendiri....."

Yeah kira-kira seperti itu perintah dominannya padaku, sangat tak terbantahkan. Namun apa yang harus ku belanjakan? Pakaian? Taehyung telah membelikanku satu set lemari beserta isinya ketika kami pindah kesini, dan kuakui itu semua pakaian bermerk ternama termasuk piyama dan pakaian dalam. Tuhan, dia benar-benar memberiku yang terbaik.

Akhirnya, untuk mengindari kekecewaan Taehyung padaku, aku akan pergi berbelanja ke supermarket untuk membeli bahan makanan untuk kumasak saat makan malam nanti. Setidaknya ini lebih bermanfaat bukan? Dan mungkin aku akan menggunakan kartu itu untuk membeli ponsel baru yang di bandrol harga standar.

Aku bergegas kekamar untuk mengganti pakaian yang lebih hangat dengan mantel panjang hingga menutupi pahaku kebawah. Ini adalah akhir tahun, dimana selain negara tropis akan mengalami musim dingin yang kacau. Dan aku tidak terlalu menyukainya. Aku turun kebawah menggunakan lift pribadi Taehyung untuk mempersingkat waktu. Karena ini sudah jam sebelas dan Taehyung akan kembali dalam tiga jam. Masih lama memang, tapi aku tidak ingin Taehyung pulang dengan tidak mendapati diriku di rumah. Aku selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk suamiku yang telah memberiku banyak kesenangan.

"Nyonya Kim?"

Seseorang menyambutku ketika aku melangkah keluar lift. Dia adalah pria yang terlihat lebih muda dari Taehyung. Dia juga memiliki rambut merah gelap dan wajah yang tampan, aku bahkan sempat berpikir dia adalah adik kandung Taehyung, dari mulai hidung dan potongan rambutnya nyaris sama. Sialan, apa Taehyung adalah orang yang terobsesi dengan kesempurnaan? Maksudku, hampir semua orang yang bekerja pada Taehyung adalah orang-orang sempurna dan rupawan. Aku tidak mengerti kenapa mereka lebih memilih bekerja pada Taehyung di banding melamar saja menjadi aktris atau model? Pasti akan ada banyak agensi yang akan menampung mereka.

"Apakah kau Jihoon-ssi?"

"Benar, dan tolong Jihoon saja. Mari saya antar."

"Terimakasih."

Kami berdua pun jalan menuju mobil yang telah menunggu di depan pintu utama.

"Nyonya Kim." Security itu menyapaku, aku membalasnya dengan kikuk.

Jihoon membukakan pintu untukku dengan sopan. "Silakan, nyonya."

Aku masuk kedalam kursi penumpang dengan nyaman. Hmm bahkan harum mobil ini sangat maskulin seperti bau Taehyung yang selalu memabukkan setiap saat. Ah ini sedikit membuatku rindu padanya. Apa sekarang dia telah bertemu kliennya? Apa mereka di kantor atau di suatu tempat melakukan meeting sembari menunggu makan siang? Dan, yang di temuinya apakah dia seorang perempuan atau laki-laki?

Aku menggelengkan kepalaku, ayolah hilangkan segala pikiran negatifmu. Suamimu hanya sedang menjalankan kewajibannya, bahkan sebelum kau ada dan hidup bersamanya, inilah kehidupan Taehyung. Biarkan dia melakukan semua sampai selesai tanpa memperdulikan partner kerjanya lawan atau sesama jenis.

"Kita akan kemana, nyonya?"

Suara Jihoon membuatku tersadar dari lamunan.

"Ke supermarket. Tolong jangan panggil aku nyonya. Kupikir bahkan kita seumuran. Rasanya tidak enak di dengar. Aku seperti ibu-ibu sosialita saja."

Jihoon tertawa dengan sopan. "Saya tidak bisa. Ini sebuah keharusan bagi kami."

"Kami?" Tanyaku mengulang. Sedikit memiringkan kepala untuk dapat melihat Jihoon di kursi kemudi.

"Ya, semua orang yang bekerja pada Taehyung sunbaenim."

Aku terkejut, dia bahkan memanggil Taehyung dengan sebutan itu?

"Kau tidak memanggilnya dengan tuan? Dan kalian di haruskan untuk memanggilku dengan nyonya? Oh ini sangat tidak adil untukku, kau tahu." Tukasku tanpa menutupi rasa kesalku.

"Dia akan marah jika saya memanggilnya dengan sebutan tuan. Karena Taehyung sunbaenim itu menganggap semua yang bekerja padanya adalah teman. Tidak ada istilah bos dan karyawan dalam lingkup kehidupan pribadinya. Kecuali jika dia telah memasuki zona pekerjaannya. Taehyung berubah seratus persen dari yang akrab dengan kami menjadi dingin dan sulit untuk di gapai."

Aku termenung, jadi Taehyung adalahs sosok yang akan memasang benteng kokoh di sekelilingnya pada tempat yang menurutnya bahaya. Tentu saja, para pesaing kantornya. Aku tidak heran mengapa Taehyung bisa begitu sukses di usianya yang muda. Dia begitu ahli dalam menentukan dan mengatasi masalah seperti itu.

"Berapa lama kau bekerja pada Taehyung? Apakah kalian sangat akrab?"

Jihoon melirikku sekilas dari kaca spion. "Tiga tahun. Aku menganggap Taehyung sebagai kakakku sendiri. Dia yang telah membantuku dari masa-masa sulitku yang kelam. Sejak saat itu aku berjanji pada diriku sendiri untuk mengabdi padanya. Aku sangat berhutang budi pada suami anda nyonya."

"Tolong jangan nyonya! Kau bisa memanggilku Risha. Jika kau terkena masalah karena itu, biar aku yang mengatasi. Jangan terlalu kaku denganku, karna kupikir nanti kita bisa berteman mengingat kau terlihat masih sangat belia untuk bekerja."

"Baiklah, baiklah. Paling tidak biarkan aku memanggilmu nona. Tidak pantas rasanya aku menyebut nama belakang majikanku. Dan aku tidak belia, umurku sudah sembilan belas."

"Astaga! Bahkan kau satu tahun lebih muda dariku." Mungkin aku sedikit histeris mengatakannya, tapi aku benar-benar terkejut untuk itu. Bagaimana bisa Taehyung memperkerjakan seseorang yang bahkan belum menginjak dua puluh?

"Jangan bilang kau belum mendapatkan SIM-mu?" Aku meringis membayangkan Jihoon yang sudah menyetir mengantar Taehyung kesana-kemari tanpa lisensi yang legal.

"Tidak perlu khawatir, nona. Taehyung sunbaenim adalah orang cerdas. Beliau dapat dengan mudah mengurusi surat-suratku agar aman."

"Oh, ya, aku melupakan yang satu itu."

Akhirnya aku dapat menyender dengan nyaman di kursi belakang sambil melihat keadaan kota Seoul yang begitu padat di lalui berbagai kendaran. Sangat berbeda dengan Busan yang mayoritas dari mereka lebih memilih jalan kaki untuk berpergian.