Chereads / Alvira / Chapter 3 - •le début

Chapter 3 - •le début

le début [permulaan]

[...]

"Hah!" Ucap cewek berambut panjang itu sambil terduduk dan memegangi kepalanya. Ia stres.

Kaki cewek tersebut menekuk dan di peluk oleh ke-dua tangan. Ia mulai meneteskan air matanya satu persatu. Setelah tenang ia-pun langsung menghapus air matanya, segera ia langsung pergi ke kamar mandi. Ia bersiap-siap untuk masuk sekolah.

Dia adalah Terceirra Sallie. Gadis cantik ini lah yang menderita stres akibat mimpinya. Mimpinya pasti membahas ia adalah pembunuh. Irra stres karena mimpi tersebut seperti nyata, nyata ia lakukan.

Orang tuanya tidak mengetahui keadaan Irra yang mereka tahu hanyalah anak ini tidak dapat memiliki masalah dengan sekolah. Orang tuanya bangga karena itu. Tapi mereka tidak mengetahui ke adaan anaknya sendiri yang mengalami stres.

Kadang jika Irra sedang tidur dan ia terbangun di tengah malam ia akan menangis sepuas-puasnya. Ia-pun akan melukai dirinya sendiri menggunakan silet ke arah tangannya. Mungkin itu alasan kenapa Irra selalu menutup tangannya dengan gelang dan jam tangan.

"Mah, pah, Irra pergi ke sekolah dulu ya."

"Oh iya nak ini mamah sudah bawain bekal untuk sarapan di sekolah."

"Makasih mah."

"Iyaa."

"Duluan ya mah pah!"

"Iya hati-hati di jalan." Ucap mamah dan papahnya berbarengan.

Irra biasanya pergi menggunakan angkutan umum kota atau yang biasa dibilang angkot. Sebenarnya ia sudah ditawari oleh kedua orang tuanya untuk menggunakan motornya. Tetapi ia tolak, karena ia berfikir mending menggunakan angkot yang hanya keluar 2 sampai 3 ribu saja untuk sampai di sekolah. Tidak seperti menggunakan motor yang harus membayar cicilan yang cukup mahal dan membeli bensin.

***

Irra sudah sampai di sekolahnya. Sekolah yang menyimpan kenangannya sejak ia kelas 1 sma sampai sekarang sudah kelas 3 sma. Kalau kalian sudah membaca cerita sebelah yang berjudul 'Direl' kalian pasti mengetahui telak sikapnya ini.

Dia sahabatnya Dira dan juga teman terdingin plus terpintar yang Dira punyai. Jika ada masalah dengan sahabatnya pasti sahabat-sahabatnya akan menceritakannya ke Irra. Karena sikap ia yang introvert, dingin, peka, dan bijak jadi tepat sekali untuk menjadi tempat penyimpanan curhatan.

Sebenarnya Irra tidak keberatan dengan hal tersebut toh itu mereka sendiri yang mau menceritakan yang penting ia tidak memaksa untuk menyuruh orang itu menceritakan keluh kesah di kehidupan ini. Irra ingin sekali bisa menceritakan ke orang keluh kesahnya ini tetapi itu berat untuk Irra, ia takut di jauhi oleh sahabat-sahabatnya yang sudah menemaninya selama 2 tahun ini dan ini akan tahun terakhir kita bersama. Mungkin, aku tidak tahu ini semua ditentukan oleh Tuhan. Bisa dibilang ini sesuai takdir.

Mungkin saja takdir aku ini tidak sebagus takdir kalian. Mungkin kalian semua memiliki kelebihan yang banyak tetapi beda denganku. Aku memiliki banyak cobaan dibalik sosok aku yang dingin dan selalu tertawa dihadapan sahabat-sahabatku sebenarnya ada cerita terpendam di hidupku.

Aku tidak pernah bercerita kepada siapapun mau itu orang tua ataupun kerabat-kerabat lainnya. Hanya aku saja yang tau tentang depresiku. Mungkin kalian sudah mengetahuinya karena kalian sedang membaca cerita ini. Bahkan dulu aku pernah di bully oleh sahabatku sendiri. Aku trauma menceritakan keluh kesahku ke orang-orang karena aku takut di bully dan aku akan menyendiri lagi seperti dulu.

***

"Irraaaaa!!!! Kyakkk dateng juga lo akhirnya!!"

"Apasih Dir lebay banget."

"Jutek amat sih ni mbak satu."

"Iyaya jutek banget tumben juga lu Ra datengnya lebih duluan kita bertiga dari pada lo."

"Iya nih tadi ada urusan mendadak." //nangis dulu Nev//.

"Yaudah deh yang penting nggak telat lahh ya ga?"

"Yap benul banget Dir!"

"Benul itu apa toh may may."

"Betul maksud gue Nev."

"Hahahahaha." Mereka bertiga-pun berlalu pergi menuju kelas.

Seketika kelas hening kecuali El dkk. Mereka malah sibuk mojok sambil nggak tau ngomongin apa. Bodo amatlah. Aku duduk di sebelah Neva, ya semenjak Dira duduk bareng El mereka bertiga jadi selalu duduknya tukeran jadi pasti ada aja yang sehari duduk sendirian. Tapi kita seneng-seneng aja bahkan kita malah ngeledekin Dira. Soalnya Dira sama El nempel terus kayak kena lem kayu nggak bisa lepas.

***

^pulang sekolah

"Ra kata mamah lo gue disuruh nganterin pulang lo, nggak tau ada apa."

"Masa sih Alv? Mana coba liat buktinya."

"Ye elah mana bisa liat bukti orang nelfon juga."

"Kan biasanya ada list nelfon jadi pasti bisa tau beneran atau nggak."

"Nih. Namanya tante Irra."

"Gile emang gue tante lo?"

"Bukan itu maksud gue, gue suka lupa nama ibu-ibu jadi ya udah gue kan kenal sama anaknya jadi di tulis kontaknya itu."

"Nih. Cepet."

"Etdah dari tadi gua dikacangin gitu?"

"Cepet mau pulang nggak?"

"Iya iya berasa gue yang jadi ceweknya sumpah."

***

^sesampainya dirumah Irra

Irra langsung menuruni motor dan memberikan helmnya kepada Alvino. Alvino yang melihat Irra pergi begitu saja-pun hanya bisa menghela napasnya.

"Alvino sini nak masuk ada yang mau tante omongin sama kamu dan Irra."

"O iya tante bentar saya parkirin motor dulu."

Setelah Alvino memarkirkan motornya ia pun langsung pergi untuk memasuki rumah Irra. Sebenarnya rumah mereka hanya beda satu block dari sini. Kalau Irra block E dia block C. Jadi mereka memang sering bertemu dilingkungan komplek dan Alvino sudah sering di suruh mamahnya Irra untuk datang ke rumahnya hanya untuk memberikan makanan.

Irra-pun sebaliknya ia pernah anulir sering juga main ke rumahnya Alvino sekedar mengantarkan barang atau makanan untuk keluarga Alvino. Cukup Irra akui rumahnya Alvino lebih besar dari pada rumahnya dia. Alvino memiliki rumah berlantai tiga dan halamannya luas sampai di taruh 2 ayunan disana. Rumahnya Alvino terkesan aesthetic menurut Irra karena halamannya terdapat ayunan dan lampu warna-warni juga perpaduan warna rumahnya yang putih bersih.

Alvino heran tumben sekali teman mamahnya ini mengajaknya mengobrol. Kagetnya lagi mamahnya ada disana. Sebenarnya ada apa disini. Reunian kah? Atau hanya ingin mengobrol bersama saja? Alvino-pun duduk di sebelah mamahnya, mirisnya dia di usir sama mamahnya untuk duduk di sebelah Irra. Sekarang Irra bermuka datar tidak tahu kenapa jika Alvino melihat lama muka Irra seperi ada hawa-hawa hitam begitu.

"Alv, Irra. Jadi mamah sama tante mau ngomong sama kalian."

Alvino hanya menanggapinya dengan anggukan yang kaku. Badannya terasa dingin seketika seperti sedang berada di lemari es. Ia juga tidak berani menatap ke dua perempuan paruh baya dihadapannya ini.

"Jadi gini mamah sama tante sekeluarga nggak sih nggak sekeluarga sama suami maksudnya mau pergi ada urusan kantor dan ini kali pertama kita pergi meninggalkan kalian di rumah sendiri."

"Nah lalu kita bakal suruh Alvino untuk tinggal di rumah ini sementara kita pergi. Karena rumah tante kuncinya cuman punya satu jadi Alvino nggak bisa masuk karena itu dia harus tinggal di sini. Nggak papa kan Ra?"

"Iya nggak papa tante lagian kita kan udah kenal dari lama."

"Aduh lega deh untung baik. Makasih banyak ya Irra. Terus kamu Ino kamu jangan buat repot Irra ok?"

"Mah jangan panggil aku Ino di sini."

"Emang kenapa?"

"Malu."

"Malu kenapa? Lagian kita di sini juga udah lama kenal kenapa harus malu."

"Hahahaha iya Alvino sayang jangan malu ah di sini mah."

"Eh iya tante." Alvino-pun melihat ekspresi cewek di sebelahnya. Irra sekarang sedang memasang muka seperti menahan tawa.

"Ketawa aja kale." Ucap Alvino sambil memanyunkan bibirnya.

"Hahahahahahahahaha." Ketawa-pun pecah dari mulut Irra, ia sudah tidak bisa menahan tawanya sedari tadi.

***

[...]

Yeyyyy part 1 udah keluar

jangan lupa vote, comment, power, and ulasannya makasih!!!

Babay!!