Chereads / Heart, Soul & Destiny / Chapter 2 - Hukumannya

Chapter 2 - Hukumannya

DING~

DONG~

DENG~

Bel pulang sekolah berbunyi dengan sangat indahnya, Aku segera menutup buku pelajaran ku dan kemudian kumasukkan satu persatu alat tulis dan buku-buku ke dalam tas ku. Untung saja di jam pelajaran pertama tadi pagi Buk Susi masih mengizinkanku masuk kelas walaupun aku terlambat sepuluh menit, itupun dengan syarat aku harus menemuinya setelah pulang sekolah untuk dihukum.

Hmm kira-kira hukuman apa yang akan diberikan Buk susi kepadaku ya?

Mungkin kah membersihkan toilet?

Atau hormat pada bendera?

Menulis surat permintaan maaf?

Lari keliling lapangan?

Membersihkan pekarangan sekolah? Dicambuk?

Digiling?

Dibakar?

Dikukus?

Atau ini?

Itu?

Berbagai khayalan yang semakin lama semakin mengerikan dan tidak masuk akal tergambar difikiranku ckck harus kuapakan kebiasaanku yang suka membayangkan hal yang aneh-aneh ini.

Ah!

"Yena pulang yuk~!"  Tepukan pelan dari tangan temanku Mino yang mendarat di pundakku dan seruannya yang mengajakku pulang itu membuat khayalanku tentang hukuman-hukuman mengerikan itu buyar dan membuatku terseret kembali ke dunia nyata untuk menghadapi hukuman tersebut ugh, mudah-mudahan saja hukumannya tidak seperti khayalan liarku tadi hahaha.

Akupun mendongakkan kepalaku ke arah si imut Mimi, Mimi? iya aku memanggilnya Mimi, ini bukan typo xd! Mimi itu singkatan dari 'Miny Mino' karena waktu kecil dulu badannya sangat kecil dariku, dan ini panggilan sayangku pada sahabatku sekaligus sepupuku Mino yang sedang berdiri di samping mejaku sambil menunggu respon dariku.

Sebenarnya sih sejak SMP dulu dia sudah tidak suka jika aku panggil Mimi, katanya nama itu seperti nama seorang perempuan haha tapi karena aku terus memanggilnya itu akhirnya dia menyerah untuk protes dan akupun hanya memanggil Mino dengan nama Mimi disaat kami berdua atau disekitar keluarga dekat saja haha, kalau tidak bisa-bisa aku dihajar pasukan wanita seantero sekolah karena sudah membuat malu pangeran Mino idola mereka ini.

"Kamu pulang duluan saja Mimi, aku harus menemui Buk Susi dulu untuk menerima hukumanku untuk keterlambatanku tadi pagi huf." Keluhku.

"Baiklah. Tapi kau yakin bisa pulang sendirian Yena? Sepedamu kan lagi dibengkel dan kau belum pernah naik Bus sendirian ditambah lagi hari juga mulai gelap nih. Lebih baik kau ku tunggu saja ya, nanti kalau terjadi apa-apa padamu aku bisa dimarahi sama om dan tante." kata Mino khawatir

"Tidak apa-apa kok jangan terlalu khawatir begitu Mimi, aku bukan anak kecil lagi dan ini masih sore kok belum malam, lagian tadi pagi aku juga sudah diajari naik bus oleh Nana. Aku rasa itu hal yang mudah dan menyenangkan." Iya memang naik bus itu ternyata mudah dan tidak semengerikan yang aku pikirkan selama ini. Berkat ajaran Nana tadi pagi aku jadi dapat pengalaman baru dan berhasil sampai ke sekolah dengan selamat walaupun terlambat sedikit sih.

"Nana? Siapa dia? Kurasa aku baru pertama kali mendengar nama yang kau sebutkan itu Ye." Mino mengeryitkan keningnya heran, mendengar nama yang kusebutkan, Sepertinya Mino tidak mengenal Nana, Hmm bukan hal aneh sih kalau mino tidak mengenalnya kan baru kali ini aku bercerita tentang Nana pada dia. Tapi kalau di ingat-ingat kejadian menghilangnya tadi pagi memang hal aneh loh, atau akunya yang aneh? Ah tidak tidak! dari awal si Nana itu memang aneh sih ya tidak heran kalau satu atau dua hal aneh tentang dia nambah deh, aku nyerah memusingkan dia, bisa-bisa kepalaku meledak.

"Oh itu? Nana adalah peramal yang aku temui di jalan tadi pagi. Tempat rantai sepedaku putus itu loh. Sebelum bengkel di belokan." Ku menceritakan kejadian yang menimpaku dan si Biru tadi pagi dan pertemuan menakjubkanku dengan Nana ke pada Mino, ya aku tidak menceritakan tentang ramalannya dan hal sial ku sih, bisa-bisa Mino segera menghubungi orang tuaku yang diluar negeri dan aku di suruh mereka pindah ke sana, aku tidak mau hal itu terjadi karena terlalu merepotkan untuk pindah sekolah dan aku sudah nyaman berada di sini.

"Belokan? Dekat halte bus? Aku rasa tidak ada tanda-tanda peramal ataupun tenda saat aku melewatinya." Kata Mino sambil menerawang mengingat-ingat tempat yang kusebutkan itu.

"Iya aku bertemu dengannya di sana. Nana sangat baik kepadaku." Aku berdiri dari tempat dudukku dan berjalan menuju ke luar kelas beriringan dengan Mino sambil terus mengobrol.

"Ku rasa setiap kali aku lewat di situ tidak ada tenda peramal yang ku lihat. Bukankah di sana daerah yang dilarang untuk membuka kios-kios. Apalagi dengan tenda seperti yang kau jelaskan tadi." Kata Mino lagi sambil meletakkan tangannya ala ala detektif yang sedang berfikir untuk memecahkan kasus rumit.

Ah semakin lama berfikir ekspresinya berubah dan Mino mengerjap-ngerjapkan matanya dengan bibir berkerucut yang membuat pipi imutnya menggembung.

Waaah wah aku tak tahan melihatnya, kalau kufoto dan kusebarkan ekspresi langka nya yang hanya keluar tanpa sengaja kalau didekatku ini bisa-bisa satu sekolah heboh haha, Aneh ya? Kenapa sepupu laki-laki ku ini sangat imut. Bahkan tingkat keimutan dan kecantikannya mengalahkan aku sendiri yang notabenenya seorang perempuan.

Aduh! gemes! Rasanya aku ingin mencubit pipinya dan menarik-narik bibirnya yang sedang mengerucut itu hihi.

"Yasudahlah, jangan berfikir yang aneh-aneh Mimi! Mungkin saja kamu tidak terlalu memperhatikan jalan itu sehingga tidak melihatnya. Aku harus pergi keruang guru dulu. Aku tidak mau terlambat untuk yang kedua kalinya. Oh iya kau harus hati-hati jangan sampai kau mengeluarkan ekspresi girly kau tadi di depan orang lain, terutama fans mu, bisa-bisa sekolah ini kacau karena pangeran tampan nan perfect mereka ternyata aslinya begini wahaha. Bye minimi!" Aku menepuk pundak Mino dan berlari menuju ruang guru sambil tertawa meninggalkannya yang sedang kesal itu.

Setelah agak jauh darinya aku berhenti sejenak dan membalikkan badanku melihat Mino ke belakang untuk memastikan kalau dia benar-benar sudah pulang dan tidak berniat menungguku, aku tersenyum ke arahnya dan melambaikan tanganku.

Terlihat Mino yang sedang kesal itu pun menghela napasnya dan ia pun perlahan tersenyum dan membalas lambaian tanganku. Kemudian dia pun membalikkan badannya, sepertinya dia menyerah untuk menungguku dan memutuskan untuk pulang. Hihi entah kenapa aku sangat suka menjaili si Mino ini mungkin karena respon dan ekspresinya yang sesuatu itu kali ya, tetapi dia memang luar biasa mampu sabar menghadapi semua kekonyolanku selama ini.

Sebenarnya bukan hal buruk kalau memang benar Mino menungguku, tetapi itulah aku yang entah kenapa tidak suka kalau aku harus merepotkan orang lain walaupun itu teman atau keluargaku sendiri. Setelah melihat melalui jendela kalau Mino memang sudah pulang dengan motornya akupun kembali berlari menuju ruang guru di lantai tiga.

Sepertinya hari ini aku sudah banyak menghabiskan tenagaku dari pagi sampai sore untuk berlari-larian. Tapi tidak apa, yang namanya olahraga itu menyehatkan bukan?

Akhirnya aku sampai di depan ruang guru dan sebelum masuk untuk menemui buk susi aku memutuskan berhenti sejenak untuk mengatur nafasku terlebih dahulu, bisa gawat kalau aku ketahuan sudah berlari-lari di koridor sekolah. Setelah itu aku mengintip sekilas dari kaca kecil yang ada di pintu ruang guru, terlihat masih ada beberapa orang guru di dalam sana yang belum pulang.

Akupun mengetok pintu ruang guru tersebut tiga kali dan memutar gagang pintu untuk membukanya, akupun meminta permisi untuk masuk ke sana lalu menutup pintu coklat tua itu kembali dan berjalan menuju meja Buk susi dengan perasaan campur aduk.

"Selamat sore buk!"

Aku segera menyapa Buk Susi begitu sampai di depan mejanya. Buk Susi terlihat sedang sibuk membereskan barang-barang di mejanya, sepertinya beliau sudah mau pulang.

"Oh! Yena kau sudah datang. Hari ini ibu terburu-buru jadi tidak bisa memberikan hukuman berat padamu. Tapi, gantinya ibu akan tetap memberi hukuman lain agar kamu tidak mengulangi kesalahan yang sama lagi. Ini ibu lakukan karena kamu adalah salah satu siswi yang berprestasi di sekolah ini, jadi kau akan mengerti hanya dengan hukuman ringan yang akan ibu berikan, ibu harap setelah ini kau tidak mengulangi keterlambatanmu lagi. Ah, ibu sudah tidak ada waktu lagi untuk menceramahimu panjang lebar. Hukumanmu cukup dengan merenungi kesalahanmu di kelas selama 15 menit dan setelahnya kau boleh pulang." Ucap Buk Susi sambil terus membereskan barang-barangnya tanpa menoleh sedikitpun ke arahku.