Bulan Api Bawah (Bulan ke 9), Hari ke 3, 12:12
"Climb, aku akan membunuh seluruh orang yang ada di atas. Kita tidak punya apapun untuk mengikat mereka
dan akan gawat jika ada yang tidak beres dan mereka berteriak meminta pertolongan. Meskipun aku bisa
membuat mereka pingsan, akan bahaya jika mereka bangun ketika kita akan...apa, ada apa ?"
"Ti-Tidak, bukan apa-apa."
Climb menggelengkan kepalanya untuk menyingkirkan rasa tidak enak dalam dirinya. Meskipun hatinya
berdebar kencang seperti ketika dia berlari dengan seluruh tenaga, dia mengabaikannya.
"Maafkan aku, aku tidak apa sekarang. Aku sudah siap untuk mulai kapanpun."
"Begitukah ?...Hmm, kelihatannya kamu telah merubah cara berpikirmu. Kamu telah berbeda sejak kita tiba
disini. Sekarang ini, kamu telah memiliki wajah seorang warrior. Aku tahu kamu gelisah. Lagipula, ada banyak
orang disini yang tidak bisa kamu kalahkan. Tapi tenanglah, aku disini dan Sebas-sama juga. Fokus saja untuk
bertahan hidup demi orang yang mendukungmu."
Dia menepuk bahu Climb dan dengan katana yang telah terhunus, Brain memukul pintu empat kali.
Climb juga menggenggam pedangnya.
Mereka bisa mendengar suara langkah kaki yang mendekat dari sisi lain pintu dan suara pintu itu dibuka
kuncinya terdengar tiga kali.
Seperti yang mereka rencanakan, Climb mendorong pintu hingga terbuka.
Sebelum mereka bisa mendengar suara panik apapun, Brain menyerang. Suara daging yang tersayat bisa
terdengar, lalu diikuti dengan suara sesuatu yang jatuh ke lantai dengan suara gedebuk.
Climb mengikutinya ke dalam.
Brain yang telah pergi duluan darinya sudah menebas pria kedua. Selain dari itu, Climb melihat seorang pria
dengan armor kulit sedang memegang pedang. Climb memperpendek jarak mereka dalam sekejap.
"Ap! Siapa kamu?!"
Dalam kepanikan, pria itu mengayunkan pedangnya tapi dengan mudah bisa dipenalkan oleh pedang Climb.
Dia lalu menurunkan ayunan di atas kepala dalam satu nafas.
Pria itu mencoba untuk menahannya dengan semacam pedang pendek tapi tidak cukup untuk menghentikan
tebasan yang memiliki seluruh berat tubuh Climb. Pedang Climb membuat pedang lawan terlempar dan
menebas menembus bahu pria itu dan menembus tengkuk lehernya.
Saat pria itu roboh dengan mengerang kesakitan, darah dalam jumlah besar merembes keluar menuju lantai;
cukup bisa membuat seseorang bertanya-tanya dari mana semua darah itu. Tubuhnya bergerak aneh saat dia
mendekati kematian.
Setelah memutuskan bahwa itu adalah luka fatal, Climb mempertahankan kuda-kudanya dan tetap waspada saat
dia mundur ke sudut ruangan. Di belakangnya, dia mendengar Brain yang berlari di tangga yang menuju lantai
dua.
Setelah memastikan bahwa satu-satunya benda di dalam interior adalah perabotan biasa, Climb berlari ke kamar
selanjutnya.
Satu menit kemudian.
Setelah mencari berkeliling ke setiap lantai bagian mereka dan memastikan bahwa tidak ada lagi musuh, Climb
dan Brain bertemu di pintu masuk.
"Aku mencari di lantai satu dan tidak melihat tanda-tanda apapun akan adanya orang lain."
"Sama juga dengan lantai dua. Faka bahwa tidak ada tempat tidur satupun di sini mungkin berarti bahwa ini
bukan tempat mereka tidur... Seperti yang kuduga, ada lorong rahasia dan mereka hidup di sisi lain."
"Tentang lorong rahasia itu, apakah kamu berhasil menemukannya ? Aku ragu jika itu ada di lantai dua."
"Tidak, aku tidak bisa menemukan apapun seperti itu. Seperti yang kamu bilang, mungkin saja ada di lantai
satu."
Climb dan Brain saling melihat dan mencari ke dalam lantai.
Climb tidak memiliki skill thief satupun dan tidak bisa menemukan apapun hanya dengan mencari di area
tersebut. Jika mereka bisa mencarinya dengan santai dan memiliki tepung untuk digunakan menemukannya,
mereka bisa menyebarkan tepung itu ke seluruh area dan meniupkannya. Tepung itu akan jauh ke dalam celah
dari pintu masuk rahasia dan membuatnya lebih mudah ditemukan. Namun, mereka tidak memiliki baik tepung
atau waktu yang lama. Climb mengeluarkan sebuah item magic dari kantongnya.
Itu adalah satu set lonceng tangan kecil yang diberikan oleh Gagaran dari Blue Rose.
[Meskipun bahaya berpetualang tanpa seorang thief, akan ada waktu ketika kamu tak punya pilihan. Ketika itu
terjadi, ini akan membuat perbedaan besar.]
Itulah yang dikatakan oleh Gagaran ketika dia memberikan item ini kepada Climb. Climb membandingkan
gambar yang ada di setiap sisi dari tiga lonceng dan mengambil yang dia inginkan.
Nama dari item magic item yang dia keluarkan adalah 'Bell of Detect Secret Doors'.
Dia bisa merasakan Brain melihat dirinya dengan penuh tanda tanya saat dia menggoyang lonceng itu sekali.
Sebuah nada menyegarkan terdengar, sebuah suara yang hanya bisa di dengar oleh pemakai lonceng itu.
Dalam balasannya, sebuah cahaya pucat berkumpul di satu bagian dari lantai. Cahaya yang berkedip berulang
kali, menunjukkan lokasi dari pintu rahasia.
"Hoh, itu adalah item yang praktis. Semua item milikku hanya untuk memperkuat diriku dan hanya berguna
dalam bertempur."
"Tapi bukankah itu sudah jelas bagi seorang warrior ?"
"Seorang warrior huh..."
Setelah mengingat titik itu, Climb berpisah dari Brain yang mengeluarkan senyum pahit dan mengelilingi lantai
itu sekali lagi. Efek magic dari item ini memiliki batas waktu. Sangat penting menginvestigasi sebanyak
mungkin tempat itu sebelum waktu habis. Meskipun dia melakukan sebuah putaran mengelilingi lantai, selain dari yang pertama, tidak ada area lain yang bereaksi terhadap magic tersebut.
Arah mereka selanjutnya adalah menyusup melalui pintu ini. Namun, Climb memicingkan matanya dan
menatap pintu masuk. Dia lalu menghela nafas lagi dan lagi, mengeluarkan satu set tiga lonceng tangan.
Yang dipilih kali ini adalah gambar yang berbeda dari yang sebelumnya. Dan seperti sebelumnya, dia
menggoyangkan item itu.
Sebuah suara yang mirip namun berbeda dari yang sebelumnya bisa terdengar.
'Bell of Remove Trap.'
(Lonceng Penghapus Jebakan)
Hati-hati dengan sekitarmu. Sebagai seorang warrior, Climb tidak memiliki kemampuan apapun untuk
mendeteksi jebakan ataupun cara untuk menangani mereka jika mereka jatuh ke dalamnya. Jika mereka
memiliki seorang magic caster, maka meskipun jika dia terkena racun yang melumpuhkan, dia bisa diobati.
Namun, hanya ada dua warrior di sini. Diantara skill-skill martial art, yang bisa menetralkan racun memang ada.
Namun, Climb belum mempelajarinya dan tidak memiliki antidot yang dibawa. Dia harus menganggap bahwa
dia akan binasa jika dia terkena sekali saja.
Itulah kenapa dia harus menggunakan sebuah item dengan batasan jumlah pemakaian perhari tanpa ragu.
Sebuah suara klik berat terdengar dari pintu rahasia.
Climb menancapkan pedangnya di antara ujung pintu dan memaksa membukanya.
Sisi yang bengkok dari pintu kayu muncul dan jatuh ke sisi lain. Sebuah crosbow sudah dipasang di dalam pintu
masuk rahasia. Ada cahaya aneh yang terpantul di ujung anak panah degan ujung empat sisi itu.
Climb merubah posisinya dan menatap ke arah crossbow.
Ujung anak panahnya ditutupi oleh semacam cairan kental. Kemungkinan sepuluh banding satu itu adalah
racun. Jika mereka mencoba membukanya dengan tanpa hati-hati, anak panah dengan ujung empat sisi yang
ujungnya sudah dicelup dengan racun tersebut akan menembak.
Dengan nafas lega yang kecil, dia mencari sebuah jalan untuk menyingkirkan crossbow itu. Sayangnya,
crossbow tersebut dipasang dengan kuat dan kelihatannya tidak akan bisa dilepaskan tanpa alat.
Setelah menyerah, Climb menatap ke arah pintu masuk rahasia.
Sebuat set tangga curam yang menuju ke bawah dan dia tidak bisa melihat apapun seterusnya karena sudut
pandang. Baik tangga dan area di sekitarnya dipenuhi dengan batu, membuatnya sangat kuat.
"Jadi, apa yang akan kamu lakukan ? Apakah kamu akan menunggu disini ?"
"Sedikit sulit bagiku untuk bertarung di dalam ruangan, aku ingin pergi dan mencari tempat yang lebar dan
mudah untuk bertarung di dalamnya dan menyerang posisi mereka disana."
"Memperhitungkan situasi 1 lawan 1, kamu akan memiliki peluang menang yang lebih besar jika kamu
menunggu di ujung atas tangga. Tapi jika ada pertempuran, ada kemungkinan bahwa aku juga akan jauh di
dalam dan tak bisa mendengarnya... Dan karena bala bantuan mungkin akan datang, kita pastinya harus
melupakan ide itu. Kalau begitu ayo pergi sama-sama."
"Ya. Aku mengandalkanmu."
"Aku akan memimpin jalannya. Ikuti agak sedikit jauh di belakangku"
"Aku mengerti. Dan meskipun item yang aku gunakan beberapa saat yang lalu untuk membersihkan jebakan
bisa digunakan tiga kali sehari, item itu tidak bisa digunakan secara berturut-turut dan membutuhkan waktu
setidaknya tiga puluh menit interval diantara masing-masing penggunaannya. Kita tidak bisa mengandalkan
item."
"Aku paham. Aku akan maju dengan sikap sangat hati-hati. Dan jika kamu mendeteksi sesuatu maka
berteriaklah."
Setelah berkata demikian, Brain bergerak ke depan dan berjalan menuruni tangga. Untuk berjaga-jaga, dia maju
satu langkah demi satu langkah sambil mendorong-dorong lantai di depannya dengan katana. Climb
mengikutinya dari belakang.
Di ujung bawah tangga, lantai dan bahkan dinding-dindingnya terdiri dari batu-batuan keras. Beberapa meter di
depan, mereka melihat pintu kayu dengan ujung yang diberi baja.
Meskipun sulit untuk membayangkan jika mereka akan membuat jebakan dengan level crossbow pada jalanan
pintu keluar darurat, sangat umum bagi seorang warrior dengan senjata lengkap dihabisi dengan jebakan satu
lantai. Itu harus dihindari bagaimanapun caranya.
Meskipun jaraknya pendek, Brain bergerak maju dengan hati-hati dan pelan-pelan mendekati pintu. Climb
berjaga di ujung bawah tangga. Dia melakukannya untuk menghindari terseret ke dalam kecelakaan apapun
yang bisa saja akan terjadi.
Pertama Brain menusuk pintu dengan pedangnya. Setelah beberapa kali mengulanginya, dia menggenggam
gagang pintu dan memutarnya. Gerakannya terhenti.
Saat dia khawatir tentang apa yang akan terjadi, Brain berputar ke arah Climb dengan suara yang sedih.
"...Pintu ini terkunci."
Tentu saja. Sebuah pintu pasti akan terkunci.
"Ah, aku punya sesuatu. Tunggu sebentar."
Dia membunyikan tiga lonceng tangan yang terakhir ke arah pintu.
Dengan kekuatan 'Bell of Open Lock', suara samar dari kunci yang terbuka di pintu bisa terdengar.
Brain memutar gagang dan membuka pintu itu sedikit, mencari keberadaan manusia di dalamnya.
"Tak ada orang di sini. Aku akan pergi dulu."
Climb mengikuti di belakang Brain dan masuk juga. Mereka berada di dalam sebuah aula.
Di satu sudut ruangan, ada sebuah kurungan yang cukup lebar untuk ditempati satu orang. Banyak peti-peti
kayu yang disusun menempel di dinding. Apakah ini tempat mereka meletakkan barang-barang ? meskipun begitu, kelihatannya sedikit terlalu luas.
Ada sebuah pintu tanpa kunci di ujung yang berlawanan. Ketika Climb mendengarkan dengan teliti, dia
mendengar sebuah suara samar-samar, seakan ada keributan di kejauhan.
Brain berputar dan bertanya kepada Climb.
"Bagaimana dengan disini ? Jelas sekali cukup besar, tapi.... kamu mungkin akhirnya akan melawan beberapa
orang bersamaan."
"Jika itu nanti masalahnya, aku akan membuka pintu yang menuju ke pintu keluar dan bertarung di tangga."
"Baiklah. Aku akan melihat sedikit di sekeliling dan akan segera kembali. Jadi jangan sampai mati, Climb."
"Semoga beruntung. Brain-sama juga, hati-hati."
"Jika kamu tidak keberatan... bisakah aku meminjam item yang tadi ?"
"Tentu saja. Maaf tidak berpikir terpikirkan."
Climb menyerahkan ketiga lonceng tadi kepada Brain yang meletakkan di kantung ikat pinggangnya. Dia lalu
memasang wajah seorang warrior yang sudah bertekad.
"Kalau begitu aku akan pergi."
Meninggalkan kalimat itu, Brain melalui pintu tanpa kunci dan bergerak semakin dalam ke rumah bordil.
Setelah dia sendirian, Climb melihat sekeliling bagian dalam yang hening.
Pertama, dia memeriksa untuk melihat jika ada seseorang dibalik peti-peti itu dan apakah ada jalan keluar yang
lain. Meskipun itu adalah skill pencarian milik warrior paling banter, kelihatannya tidak ada pintu tersembunyi
lainnya. Dia lalu memeriksa peti-peti kayu yang berjumlah banyak.
Jika mungkin, dia ingin mendapatkan informasi tentang fasilitas Eight Finger selain dari yang ini. Akan lebih
bagus jika ada barang selundupan atau barang ilegal. Tentu saja, pencarian yang sebenarnya harus menunggu
setelah tempat ini diambil alih. Tapi dia harus melakukan investigasi sendiri dengan cakupan yang dia mampu.
Diantara banyak peti-peti kayu tersebut, baik yang besar dan kecil, dia mendekati yang terbesar diantara
mereka. Baik panjang, lebar dan semuanya, semuanya sekitar dua meter.
Dia memeriksa peti-peti kayu besar jika ada jebakan apapun. Tak usah dikatakan, sama seperti sebelumnya. Dia
tidak memiliki skill pengamatan dan tidak bisa meniru skill dari seorang thief.
Dia menekankan telinganya ke arah peti tersebut dan mendengarkan.
Meskipun kelihatannya tidak ada sesuatu yang terkunci di dalam, di tempat seperti dunia bawah tanah, apapun
bisa terjadi. Mereka bahkan bisa menyelundupkan makhluk-makhluk ilegal.
Di lain pihak, mungkin sudah bisa diduga jika dia tidak mendengar suara apapun. Climb lalu meletakkan
tangannya di atas peti tersebut dan membukanya.
-Tidak bisa dibuka.